Dengan rasa kesal atau lebih tepatnya menyesal Ara memasuki apartementnya sambil terus menundukkan kepala. Ya, ia sangat menyesal karna tak melihat pertandingan itu. Letha pasti menyarinya, ia juga tidak menepati janjinya untuk tidak pulang sebelum 30 menit. Sekarang ia dirundung penasaran akan pemenangnya. Sampai ia tak sadar jika seseorang telah duduk di sofa ruang tamu dengan dua pria bertubuh kekar.
Ara tersentak saat mendongakkan kepalanya. Seketika tubuhnya tegang menatap pria paruh baya yang terduduk dengan senyum sinis yang tertuju padanya. Ara mencoba terlihat santai saja, tapi tak bisa dipungkiri betapa takutnya ia saat ini.
"Kau tak ingin menyapaku?" tanya pria paruh baya itu sambil menyamankan posisi duduknya.
Hening tak ada jawaban dari Ara.
"Cih... Dasar anak tak tau sopan santun! Apa saja yang kau pelajari disekolah, jika untuk etika sopan santun saja tak ada! Dasar anak tak tau diri! Apa yang ada dipikiranmu! Aku mengeluarkan uang banyak untuk sekolahmu! Kenapa kau malah tak sungguh-sungguh dalam sekolah hah!!! Apa kau ingin membuatku malu karna memiliki ANAK BODOH sepertimu" teriak pria yang tak lain adalah papa Ara Tn. Felix Alardo penuh penekanan pada kalimat 'ANAK BODOH'
Ara terdiam menatap datar pria paruh baya didepannya. Ia bahkan sangat malas menatap kehadiran pria paruh baya itu.
"Apa pedulimu dengan diriku, Tn. Felix Alardo yang terhormat" ucap Ara datar yang memancing amarah papanya itu.
Mendengar jawaban Ara yang santai membuat Tn. Felix tidak bisa lagi menahan amarah yang sedari tadi ia tahan. Terlihat dari raut wajahnya yang berubah merah menatap Ara tajam.
"CAMBUK DIA SEKARANG!!!" teriak Tn. Felix pada anak buahnya.
Suasana semakin tegang saat suara Tn. Felix menggema memenuhi ruangan itu. Ara tak percaya dengan apa yang baru diucapkan pria paruh baya didepannya yang tak lain adalah papanya sendiri.
"Lepaskan!!!" teriak Ara saat salah satu bodygruad papanya mulai mengikat tangannya kebelakang dengan kencang.
Tak lama ia merasakan sebuah cambukan mendarat mulus dipunggungnya. Gadis itu menahan sakit dan perih pada punggungnya yang sudah mendapatkan 5 kali pukulan cambuk itu. Sedangkan pria paruh baya itu hanya menatap salah satu bodygruad yang masih mencambuk tubuh mungil Ara tanpa belas kasih sedikitpun. Bahkan rasa bersalah tak bisa hinggap pada hati yang sekeras batu itu.
Ara yang sudah tak kuat menahan tubuh lemahnya, akhirnya ambruk membentur dinginnya lantai sore itu. Tn. Felix mengangkat tangannya memberi perintah isyarat untuk menghentikan cambukkan itu dan berbalik melangkah pergi disusul kedua bodygruadnya.
"Ke... Ke... Kenapa... tak bunuh aku sekalian, hah! KENAPA!!!" Teriak Ara
"Jika... Jika kau malu memiliki anak bo...bodoh sepertiku, hah!!" ucap Ara lirih dengan menahan sakit yang luar biasa pada punggungnya.
"Karena kau putriku. Tidak ada orang tua yang tega membunuh putrinya sendiri. Kau tau itu? Dan ini hanya pelajaran kecil untukmu. Jadilah anak yang patuh. Kau mengerti?" santai Tn. Felix sebelum ia benar-benar pergi.
Ara hanya tersenyum kecut mendengar jawaban dari orang yang bernotabe adalah papanya. Tubuhnya sangat lemas, rasa sakit dan perih terus menjalar di area punggungnya. Membuatnya berulang kali mengerang kesakitan. Tubuhnya kini terkulai lemah diruang tamu. Ia hanya bisa menangis meratapi hidupnya yang tak berarti dimata keluarga yang sangat ia sayangi. Sungguh sangat menyedihkan, bukan?
Berulang kali ia berusaha untuk bangkit namun tetap sama tubuhnya terjatuh lagi dan lagi. Dengan sisa tenaga ia meraih tas punggung yang tak jauh darinya, berusaha mengambil ponselnya. Entah siapa yang kini ia hubungi, yang ia inginkan adalah seseorang yang menolongnya.
"Halo..." suara pria diseberang sana.
"Ka... Kakak... argh... K...ka..kak..." panggil Ara lirih dengan susah payah sebelum semua berubah menjadi gelap tak sadarkan diri.
"Ara! Halo! Ara! Kamu kenapa! Ara jawab Ara! Haloo!" panik pria diseberang sana.
...****...
Pertandingan sore itu, akhirnya dimenangkan oleh tim basket Riko. Fini yang melihat senyum kemenangan Riko hanya mendengus kesal.
Lisha hanya terkekeh melihat tingkah suaminya yang terlihat sangat kesal akan kekalahannya. Riko mulai mendekati mereka berdua yang sedang terduduk dibangku pinggir lapangan yang disediakan untuk para anggota basket beristirahat.
"Bagaimana kak? Bukankah aku tadi sangat hebat" ucap Riko dengan bangga sambil memeluk bahu Lisha yang tak lain adalah kakak sepupunya yang kini menyandang status istri seorang Alfino Xelo Alardo.
"Hey... Menjauhlah dari istriku makhluk aneh!" teriak Fino menarik Lisha kedalam pelukkannya.
Riko dan Lisha tertawa renyah melihat wajah Fino yang marah terbakar api cemburu. Fino yang ditertawakan hanya bisa menggerutu tak jelas. Hingga suara ponselnya berbunyi, dengan kesal Fino mengambil ponselnya didalam tas kecil.
"Halo..." jawab Fino tersenyum saat mengetahui bahwa Ara yang menghubunginya
"Ka... Kakak... argh... K...ka..kak..." panggil seorang gadis diseberang sana dengan merintih menahan sakit yang amat luar biasa. Hingga tak terdengar lagi suara gadis diseberang sana.
"Ara! Halo! Ara! Kamu kenapa! Ara jawab Ara! Haloo!" panik Fino
"..."
"Haloo Ara! Kau dimana! Halooo!!!" teriak Fino frustasi karna tak ada jawaban apapun.
Lisha dan Riko terkejut melihat kepanikkan Fino. Mereka mendekati Fino dengan wajah tak kalah cemasnya, terlebih Riko.
"Ada apa? Apa yang terjadi dengan Ara Fin?” tanya Riko panik.
"Ya ada apa, mas?" tanya Lisha mengelus lengan kekar suaminya.
"Ara dalam bahaya! Sekarang kita harus ke apartementnya, aku yakin pasti dia disana” teriak Fino berlari diikuti Riko dan Lisha dibelakang.
Fino segera membukakan pintu untuk Lisha sebelum ia berlari mengitari mobil sport abu abu dan langsung masuk duduk pada kursi kemudi, sedangkan Riko sudah duduk dengan gelisah di kursi penumpang. Mobil yang mereka tumpangi segera melesat menuju apartement Ara yang memakan waktu 30 menit. Itupun jika tak terjebak macet.
...****...
Sesampainya di parkiran mereka langsung keluar berlari menuju apartement tempat tinggal Ara. Fino mulai mengetuk pintu sambil berteriak. Sudah hampir 10 menit dan pintu masih belum terbuka.
"sayang kenapa kau tak buka saja? Bukankah passwordnya kau tau? Cepat sayang!" cemas Lisha
"Cepatlah” teriak Riko tak kalah cemasnya.
Fino merasa bodoh karna kepanikkannya. Ia langsung menekan beberapa digit no password apartement Ara. Tak lama pintu pun terbuka.
"Ara!!!" teriak mereka bertiga saat melihat tubuh lemah berbaring dilantai dengan bercak darah dipunggungnya.
Riko berlari mengangkat tubuh tak berdaya itu.
"Kita bawa dia ke rumah sakit sekarang!!!" teriak Riko berlari menuju mobil milik Fino.
.
.
.
.
...-Di rumah sakit-...
Riko duduk memandang gadis yang berbaring lemas diatas ranjang rumah sakit. Sudah hampir dua jam ia duduk sambil menggenggam tangan Ara. Riko menatap luka disudut bibir Ara. Ia tak habis pikir ini semua bisa terjadi.
'Bagaimana bisa seorang ayah melukai anaknya sendiri. Bahkan sampai mencambuk putrinya sendiri? Astaga!' batin Riko.
Perlahan tangan Ara mulai bergerak bersama dengan mata indahnya yang terbuka. Ia sudah sadar. Riko segera menekan tombol samping ranjang. Tak lama dokter datang dan mulai memeriksa keadaan Ara. Riko tak henti-hentinya tersenyum mengusap rambut Ara penuh kasih sayang.
"Bagaimana dok?" tanya Riko masih dengan kekhawatirannya.
"Keadaannya sudah membaik hanya tinggal menunggu luka pada punggungnya kering. Dan dia bisa beraktifitas kembali" jawab dokter Hans tersenyum.
"Terima kasih, dok"
"Baiklah kalau begitu saya permisi. Semoga kamu lekas sembuh Ara"
Setelah kepergian dokter Hans, Riko duduk kembali disisi ranjang Ara.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Riko canggung.
"Kenapa kau disini!" sinis Ara tanpa menatap Riko.
"Kakakmu menyuruhku untuk menemanimu. Dia masih ada urusan bentar" tak beda jauh dengan Ara yang sinis, Riko membalas dengan datar dan dingin.
Hening...
Tok Tok Tok
Cklek...
Pintu ruang rawat itu terbuka membuat mereka berdua menoleh kearah pintu. Fino dan Lisha tersenyum menatap adik kecilnya sudah sadar.
"Bagaimana keadaanmu?" cemas Fino mengusap surai hitam adiknya.
"Pergilah... Aku tak butuh kalian disini..." usir Ara sambil memejamkan matanya.
"Hey bagaimana mungkin aku pergi sedangkan kamu seperti ini. Aku akan disini menjagamu, karna aku kakakmu” kesal Fino.
"Memang sejak kapan kalian peduli pada hidupku! Pergilah!” teriak Ara.
Riko yang sedari tadi hanya mendengar perdebatan dua saudara itu kini berjalan menggapai bahu sahabatnya. Ia melirik Ara yang berbaring miring dengan berlinang air mata. Fino menatap Riko sesaat lalu ia pergi begitu saja bersama istrinya. Seketika tangis Ara pecah. Riko menggenggam tangan mungil itu.
"Sudah jangan menangis sini aku peluk" lirih Riko lalu memeluk tubuh Ara.
Ara terkejut dengan apa yang dilakukan Riko padanya. Tapi tak dapat dipungkiri, bahwa pelukan yang ia rasakan sangat nyaman. Mengingatkannya pada seseorang yang dulu pernah hadir, entah siapa?
'Sudah jangan menangis sini aku peluk' ucap anak laki laki itu pada gadis mungil didepannya.
‘Ini sangat sakit kak’ tangis gadis mungil itu.
Anak laki laki itu tersenyum sambil memeluk tubuh mungil gadis yang sedang menangis karna baru saja terjaruh saat berlari.
Sekilas ingatan tidak asing itu muncul dalam ingatan Ara. Ia mencoba mengingat siapa anak laki laki kecil ingatannya itu. Tiba-tiba Ara mengerang kesakitan pada kepalanya. Ia merasakan kepalanya berdenyut luar biasa sakit.
“Sakitt hiks hiks” tangis Ara
Riko bangkit menekan tombol samping ranjang. Kepanikkan semakin menjadi saat dokter datang dan menyuruhnya tuk keluar. Ia sangat panik saat Ara kesakitan.
‘Ada apa ini? Apa yang terjadi padamu sayang...’ batin Riko gelisah.
...****...
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Laurensius Riko Zafano❣️Azallea Amaira Alardo
Apa yang akan terjadi pada Ara? Apa ia akan mulai mengingat apa yang ia lupakan. Next di part berikutnya ya gais.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Fhans Rossi
kasian banget hidupnya ara...oyha emangx Ara pernah hilang ingatan ..
2023-03-12
0
Y S
fini? atau fino?
2023-01-24
2
Anita Rohmawati
pengen mewek....
2023-01-02
1