Seusai dari ruang kepala sekolah Ara melangkah menuju kantin. Ia merasa sangat lapar bahkan tadi pagi ia tidak sempat sarapan. Sesampainya dikantin ia segera memesan semangkuk bakso dan jus jeruk.
Ara melangkah mencari tempat duduk ternyaman di sudut kantin tempat favoritnya. Sambil menunggu pesanan datang ia memainkan ponselnya. Hingga sebuah pesan masuk.
^^^Selamat siang malaikat kecilku^^^
^^^Bagaimana sekolahmu hari ini? Apa menyenangkan? Tetap semangat belajarnya malaikat kecilku. Tetap jaga kesehatanmu malaikat kecilku❣️^^^
Ara terdiam membaca sederat pesan yang baru saja ia terima. Ia mulaik risih dengan pesan yang setiap saat ia terima dari no yang sama. Sudah ia coba untuk menghubungi no itu tak pernah terjawab. Terjawab pun pasti tak ada sahutan dari pria misterius itu.
Tak lama pesanan Ara pun datang. Ia tersenyum ramah pada bu Asih yang mengantarkan pesanannya.
“Ini neng pesanannya baso special sama jus jeruk kesukaan eneng. Silakan dinikmati ya neng” bu Asih tersenyum ramah.
“Makasih ya bu Asih” ucap Ara sopan dengan senyum tipisnya.
“Haduuh neng Ara teh memang cantik” ucap bu Asih.
“Bu Asih bisa aja deh” Ara tertawa kecil.
“Yaudah kalo gitu saya kembali dulu ya neng” bu Asih tersenyum melangkah pergi.
Ara mengangguk tersenyum tipis menatap bu Asih. Ara akan berlaku berbeda jika itu dengan bu Asih. Ia akan menjadi Ara yang ramah dan sopan.
Tak menunggu waktu lagi Ara segera menyantap baso yang sudah ia beri saos dan sambal. Terlihat dari kuah baso yang dapat ditebak seberapa pedasnya. Mengingat Ara sangat suka makanan pedas.
Saat sedang menikmati baso pedasnya, Ara menoleh saat merasa ada yang duduk disampingnya. Dan ternyata benar. Wanita cantik dengan seragam dinasnya duduk santai disamping Ara.
“Jangan terlalu banyak memakan makanan pedas. Kamu bisa sakit perut nanti” ucap wanita cantik disampingnya sambil menambahkan sedikit kecap pada kuah baso milik Ara.
“Apa yang kau lakukan pada baso ku bu Aalisha” kesal Ara.
Ya wanita cantik disampingnya adalah Aalisha kakak iparnya. Aalisha tersenyum melihat wajah kesal Ara.
“Panggil aku kakak. Kita sedang duduk berdua saat ini” Lisha tersenyum
“Dasar kenapa kalian sangat menyebalkan sekali. Bisa tidak menjauh dariku. Dan kau itu guruku bukan kakakku. Bahkan aku tak ada hak memanggil kakak kandungku dengan sebutan ‘kakak’. Apa lagi dirimu yang orang lain” ketus Ara.
Lisha tersenyum miris mendengar jawaban Ara yang menyakitkan. Ia sangat paham bagaimana perasaan Ara saat ini. Lisha mengelus surai indah sebahu dengan lembut. Menatap Ara penuh kasih sayang.
Ara menoleh saat merasakan elusan lembut itu menatap Lisha. Jujur saja ia sangat merindukan moment seperti ini. Ia terdiam mengingat kenangan saat mamanya masih hidup. Ia akan merasakan elusan lembut itu setiap harinya. Tapi tidak dengan saat ini.
Lisha tersenyum melihat raut wajah Ara yang sedikit melunak. Ia tau Ara tidak berubah, tapi ia hanya menutupi segala rasa yang tak bisa ia ungkapkan dengan sikap dan sifatnya saat ini. Lisha tau bahwa adik iparnya ini masih sama seperti yang dulu diceritakan suaminya. Gadis yang ceria, manja, sopan dan ramah.
Ya, Lisha melihat itu semua saat Ara berbincang dengan bu Asih tadi saat mengantarkan pesanan Ara. Ia melihat betapa sopan dan ramahnya seorang Ara.
Beberapa menit kemudian Ara tersadar akan sikapnya. Ia tepis tangan Lisha begitu saja, lalu melanjutkan acara makannya tang tertunda.
Lisha tidak marah atas perlakuan Ara padanya. Ia tetap tersenyum menatap Ara yang lahap memakan basonya.
“Bisa tidak bu Aalisha meninggalkanku sendiri?” ketus Ara.
“Panggil aku kakak” pinta Lisha.
“Ck... Kenapa anda sangat ingin ku panggil kakak?” Ara mulai jengah.
“Karna aku memang kakakmu dan kau adikku” jawab Lisha tersenyum.
“Ya... ya... ya... Terserah anda saja” ketus Ara malas.
“Ara... Apapun yang terjadi padamu, apapun yang kamu rasakan, apapun yang kamu pikirkan, jika itu memberatkanmu. Ceritakanlah padaku. Aku memang tidak bisa memberikan jalan keluar tapi setidaknya dengan kamu bercerita akan sedikit mengurangi bebanmu. Cobalah kau tengok kebelakang. Ada sosok yang selalu menyayangimu. Dia ingin memelukmu. Dia tak mau melihatmu bersedih. Dan aku. Bagimu aku hanya orang asing yang tiba tiba mengenalmu karna aku menikah dengan kakakmu. Itu berarti aku adalah kakak iparmu. Kau juga bisa menganggapku sebagai teman dekatmu, sahabat mungkin. Aku tau selama ini kau berusaha menutup diri. Bukankah dengan kamu menutup diri dari orang sekitarmu akan menambah luka. Lihatlah Aletha, coba lah membuka dirimu untuknya. Kamu taukan selama ini kamu mengacuhkannya tapi ia masih setia menemanimu walau kamu tak meminta. Resapi apa yang baru saja ku ucapkan. Kamu juga bisa bercerita padaku kapanpun itu. Kalo begitu aku akan kembali keruang guru. Jangan lupa belajar ya. Jangan lupa jaga kesehatanmu. Jangan telat makan. Dan jangan banyak makan makanan pedas” tutur Lisha panjang lebar lalu beranjak pergi tak lupa dengan senyumannya.
Sedangkan Ara terdiam mengingat setiap kata yang terucap dari bibir Lisha, kakak iparnya. Ia mendongak menatap punggung Lisha yang semakin jauh hingga akhirnya tak terlihat lagi. Entah apa yang ia pikirkan saat ini.
...****...
Jam sekolah telah usai. Semua siswa berhamburan berlari keluar kelas dengan wajah ceria mereka. Siswa mana sih yang gak suka saat pulang? Dimana mereka terbebas dari suara para guru yang tak ada lelahnya menerangkan materi didepan kelas. Sungguh sangat membosankan bukan?
Sama seperti siswa lain. Ara berjalan keluar kelas dengan wajah datarnya. Jangan lupakan Letha yang berjalan beriringan dengannya. Setelah kejadian dikantin tadi Ara sedikit ada perubahan seperti menjawab ucapan Letha yang tiada hentinya walau hanya kata singkat seperi ‘ya, tidak, hmm, malas’. Sudah membuat Letha senang bukan kepalang. ‘Setidaknya ada sedikit kemajuan’ pikir Letha.
“Ra... Kamu mau langsung pulang?” tanya Letha
“Ya...” sahut Ara singkat
“Kamu tau tidak pak Fino dan pak Riko mau tanding basket lo sepulang sekolah. Kita lihat bentar aja yuuukkk. Ayuuukkk raaa. Kamu mau ya raaa. Sebentar aja raaa aku janji” rengek Letha sambil menggoyangkan lengan kanan Ara.
“Pasti sangat seru raaa kita lihat sebentar yaa. Temani aku sebentar sajaaaa” pinta Letha dengan wajah dibuat buat.
Ara menghela nafas saat melihat raut penuh harap Letha yang persis seperti anak kucing minta makanan. Akhirnya ia mengiyakan ajakan Letha.
“Hmmm... hanya 15 menit” ucap Ara menghentikan langkahnya.
“Ara kenapa hanya 15 menit. Itu sebentar sekaliii... Gimana kalo 1 jam?” tanya Letha menatap Ara yang kini melotot kearahnya.
“15 menit” tegas Ara.
“1 jam Araaaa yaaa yaaaa” kekeh Letha.
“Tidak” ucap Ara
“Iyaaaa” sahut Letha
“Tidaaakk” kekeh Ara
“Iyaaa” ucap Letha
“Tidaaak” tegas Ara
“Tidaaaakk” ucap Letha tersenyum miring.
“Iyaaa... Eehh” Ara menoleh menatap tajam Letha yang sudah menjebaknya.
Letha hanya terkikik geli melihat raut wajah kesal Ara. Ia sangat tau bagaimana kesalnya Ara saat ini karna sudah ia jebak.
“Yeee... 1 jam Ara” Letha terlihat senang.
“30 menit atau tidak sama sekali” tegas Ara melanjutkan langkahnya.
Kini berganti Ara yang tersenyum miring melihat wajah Letha yang berubah lesu mendengar jawaban Ara.
“Baiklah 30 menit. Let’s goooo...” diluar dugaan Ara. Ternyata Letha kembali bersemangat sambil menarik lengan Ara menuju lapangan basket.
Senyum Letha terukir saat ini. Bisa mengajak Ara menyaksikan acara pertandingan seperti saat ini. Sangat suka mengajak Ara seperti saat ini. Entah apa yang merasuki Ara saat ini, intunya Letha sangat mensyukuri itu saat ini.
Saat melewati koridor sekolah yang masih ramai dengan para gadis yang akan melihat pertandingan bola basket antar tim di lapangan yang tak jauh dari koridor itu.
’Ku dengar kedua guru tampan kita juga akan ikut dalam pertandingan’
‘Kau yakin!’
‘Wahhh... Aku akan mendukung tim pak Riko’
‘Yaa... Aku juga’
‘Pasti tim pak Fino yang akan menang. Kalian lupa? Pak Fino sangat pandai dalam hal olahraga bukan? Bahkan pak Ari selaku guru olahraga saja bisa ia kalahkan dengan mudah. Apa lagi pak Riko yang hanya guru matematika’
‘Pokoknya pak Riko yang akan menang’
‘Pak Fino yang menang’
‘Sudah ku bilang tim pak Riko lah yang akan menang’
Ara yang mendengar perdebatan mereka hanya tersenyum sinis. Kini Ara dan Letha sudah berdiri tak jauh dari lapangan basket. Ia melihat para siswi berlari mendekati lapangan dengan semangat.
“Lihat raaa ramee banget” ucap Letha.
“Hmm” gumam Ara.
“Kamu bakal dukung tim mana? Kalo q bakal dukung wali kelas kita yang the best, alias pak Fino” ucap Letha dengan cengiran khasnya.
“Entah...” ucap Ara.
Ara dan Letha memilih duduk di kursi koridor menatap lurus kearah lapangan basket. Letha terlihat antusias berbeda dengan Ara yang malas menonton.
“Ara kita mendekat kesanaa yuuk jangan disiniii” ajak Letha.
“Pergilah... aku lihat dari sini” tolak Ara
“Nanti kalo aku kesana kamu pasti akan pulang. Ayooo Araaa...” rengek Letha sambil menarik tangan Ara.
“Pergilah... aku tidak akan pergi sampai 30 menit kedepan. Jadi berhentilah merengek” tegas Ara.
”Janji” ucap Letha mengarahkan jari kelingking ke hadapan Ara.
“Hmm” gumam Ara mengaitkan kelingking mereka.
Letha tersenyum sebelum beranjak mendekati lapangan basket sambil sesekali menoleh kebelakang menatap Ara memastikan ia tak akan pergi sebelum 30 menit kedepan.
Ara sendiri menatap tingkah Letha dengan senyum tipis sangat tipis sampai tak akan ada yang menyadari jika ia sedang tersenyum.
“Ck... Kenapa dia seperti anak kecil saja... Dasar” lirih Ara menatap Letha yang sangat antusias disana.
Bersamaan dengan berkumpulnya para penonton yang dipenuhi oleh kaum hawa itu. Dua tim keluar berjalan dengan santai menuju tengah lapangan basket. Tak dapat dipungkiri betapa kerasnya teriakan para kaum hawa saat melihat sepasang guru tampan mereka yang kini menggunakan kaos olahraga. Memperlihatkan tubuh kekar dan dada bidang yang terkesan, err... Sexy...
Siapa lagi kalau bukan pak Fino dan pak Riko. Kedua pria ini membuat para siswi bahkan guru yang melihat menahan nafas.
Dari kejauhan tatapan Ara tak lepas memandang Riko yang menggunakan kostum basket warna biru langit, warna kesukaannya. Ada sedikit rasa kagum yang ia rasakan. Ia merasa tak asing saat memandang Riko. Ada rasa bahagia dan rindu yang ia rasakan saat menatap pria tampan itu dari jauh. Namun, Ara segera menepis perasaan aneh itu.
Jauh disana Riko yang merasa diperhatikan menoleh. Dan disitulah mata mereka saling bertabrakan, memberikan rasa aneh pada kedua anak manusia itu. Riko tersenyum menatap Ara yang hanya diam di kejauhan. Ia bahagia saat melihat gadis yang ia sayangi sedang menonton pertandingannya. Senyumnya tak luntur sedikitpun untuk gadis diseberang sana dan membuat histeris kaum hawa yang melihatnya.
Hingga senyum itu hilang perlahan, Riko sedikit kecewa saat Ara lebih dulu memutuskan kontak mata dengannya lalu beranjak pergi begitu saja. Tanpa ada niat melihat ia bertanding. Fino yang sedari tadi memperhatikan tingkah mereka hanya tersenyum. Fino yang melihat wajah kecewa Riko berjalan mendekat sambil menepuk bahunya. Fino terkikik geli melihat wajah sahabatnya yang satu ini.
"Wajahmu sangat tidak bersahabat Tuan Riko. Apa adikku yang cantik itu yang membuat wajah tampanmu tertekuk" goda Fino sambil tertawa kecil.
Riko menatap tajam pada pria disampingnya.
"Oh tidak tatapanmu bisa membunuhku Rik, aku tak ingin istriku jadi janda muda karna suaminya mati hanya dengan tatapan tajammu yang disebabkan oleh adik cantikku. Hhh" ledek Fino tertawa lalu pergi menuju timnya yang sedang merancang trategi untuk mengalahkan tim Riko.
"Ck... Dasar Tiaaannggg!!!" teriak Riko kesal dengan sifat sahabatnya yang suka menggodanya itu.
Fino hanya terkekeh mendengar teriakan Riko. Ia terlihat puas menggoda sahabatnya yang sangat mencintai adiknya itu.
...****...
.
.
.
.
.
.
Gimana gais? Kog bisa pak Riko suka sama Ara ya? Nantikan kelanjutnnya ya😊
Semoga tidak membosankan...
Oke next...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
#ayu.kurniaa_
.
2023-03-27
0
Chelsea arianda
suka novelnya
2023-02-16
0
Tintin Suasih
lanjuuut..💪💪👍
2023-01-31
1