Keajaiban pun terjadi malam itu. Aku melihat pendar-pendar kekuningan dari arah Timur. Awalnya hanya semburat cahaya biasa, namun lama kelamaan sinar itu semakin terang dan aku dapat sangat jelas menyaksikan dengan mata kepala ku sendiri.
Sinar terang kekuningan itu adalah lampu mobil yang datang dari ujung jalan. Aku bahagia sekaligus khawatir. Bagaimana jika mobil yang melaju itu diisi oleh bandit-bandit jahat yang siap membawaku ke markas mereka. Atau mungkin seseorang yang dititipkan Tuhan untuk menyelamatkanku.
Ya Rabb, kupasrahkan hidupku hanya pada-Mu.
Jika pun malam ini aku akan mati, aku mohon selamatkanlah putri kecil yang tidak berdosa dalam gendonganku ini.
Mobil terhenti sesaat sebelumnya aku melihat seorang pengemudi mengucek-ngucek matanya seraya melihat ke arahku. Kemudian aku mendapati sepasang kaki manusia berbalut celana hitam keluar dari dalam sana. Tubuhnya besar. Langkahnya semakin terdengar bersama posisinya yang kian mendekat.
Aku takut.
Sangat takut.
Kenapa suasana terasa semakin mencekam?
“Hei. Apa yang kau lakukan malam-malam di sini?”
Srrrrr.
Darahku berdesir deras. Mataku menerawang jelas bahwa sosok pria yang tengah berdiri di hadapanku ini bukanlah penculik nakal. Dia berpakaian khas orang kantoran, mungkin baru pulang dari pekerjaannya. Aku memberanikan diri menatap pemilik suara tersebut, semoga ia bisa menolongku saat ini.
“Sa- saya ga tau ini dimana.”
“Kamu nyasar?”
Ia beralih posisi menyejajarkan tubuhnya dengan ku yang masih terduduk lemah di tepi jalan. Tak ada sahutan, aku hanya menganggukkan kepala pertanda iya.
“Rumahmu di mana?”
“Di desa Sukajadi pak.”
“Sukajadi? Itu hanya memerlukan waktu 45 menit dari sini.”
Apa?
Jadi sebenarnya rumahku dekat dari sini?
Jadi mengapa aku harus sampai tidak tahu seolah aku sudah nyasar sampai Afrika. Hei aku baru ingat. Malam ini hatiku baru saja hancur oleh seseorang yang sangat kucintai. Aku frustasi lalu memutuskan diri untuk segera pergi dari rumah kami. Aku lewat melalui pintu belakang dan menyusuri jalan setapak yang dipenuhi oleh semak belukar hingga tanpa sadar langkahku semakin jauh dan aku menemukan jalanan berbatu yang saat ini tengah kujejaki. Namun aku tidak tahu ini di mana.
“Kamu bawa bayi?” Lelaki itu kembali bersuara. “Kamu mau saya antar pulang?”
Kepalaku refleks menggeleng setelah mendengar kata ‘pulang.’ Tidak, aku tidak mau pulang. Hatiku masih sangat sakit dan butuh waktu untuk menyembuhkannya. Biar saja mereka yang ada di rumah kewalahan mencariku, aku tak perduli. Ah tapi sepertinya tak akan ada yang mengkhawatirkan keberadaanku yang telah menghilang dari rumah.
Pria itu mengajakku ke sebuah tempat yang aku sendiripun tidak tahu mau kemana. Apa dia ingin menculik lalu memutilasiku? Batinku meronta-ronta ingin tahu. Aku tak dapat menolak ajakannya karena aku sangat tidak mungkin membiarkan anakku tersapu angin malam di gelita ini. Ya walaupun sebenarnya aku juga tidak tahu apakah kami akan aman bersama bapak berdasi ini atau malah sesuatu yang lebih buruk lagi menimpa kami. Aku mengikut saja.
Mobil melesat jauh meninggalkan bulir-bulir air mataku yang mungkin belum kering di tempat tadi. Malam kian larut, aku dapat merasakan angin darat yang menyelubung dan membuat bulu-bulu roma berdiri tegak.
“Kenapa kamu bisa nyasar?” Aku membuang muka ke sebelah kemudi, tempat di mana sumber suara itu berasal. Namun entah mengapa dengan begitu gamblangnya aku menceritakan setiap detail kejadian yang ku alami malam ini. Kata orang jika kita menahan sesuatu dalam hati suatu saat sesuatu itu akan keluar dengan sendirinys. Mungkin ini lah waktunya. Aku menyemburkan segala beban yang kutanggung dengan seorang pria yang sama sekali belum kukenal. Sial sekali. Harusnya aku tak membocorkan masalah pribadi pada sembarang orang.
Ia mendengarkan keluh kesah serta sumpah serapah yang keluar dari mulutku malam itu. Cecair putih mulai mengembun di kantong mataku, sakit sekali rasanya. Lalu ia memberiku hidangan malam berupa nasehat tentang apa yang ku alami saat ini. Banyak sekali. Hingga tanpa terasa kami telah sampai di sebuah bangunan mini berwarna cokelat muda.
“Kau tinggallah di sini dulu.” Mobil berhenti. Pria yang bahkan belum ku tahu namanya itu segera membukakan pintu dan membawa satu tas besar yang ku tenteng-tenteng sejak di jalanan tadi.
“Ini rumah siapa?”
“Ini rumahku. Rumah kecil yang kubangun khusus untuk menenangkan diri. Tinggallah di sini sampai kau mau. Aku yakin, beberapa hari kemudian segala beban pikiranmu akan perlahan menghilang.” Dari penuturannya aku dapat dengan jelas menangkap bahwa gedung mungil ini adalah tempat yang selalu ia gunakan bila mana sedang berada dalam zona masalah dan perlu ketenangan. Tampak sekali dari desain rumah dan perkarangannya.
Di tempat ini terbentang rerumputan hijau yang bagian permukaannya ditumbuhi oleh bunga berbagai jenis. Merah, kuning, putih, biru, ungu, jingga kesemuanya adalah kumpulan dari warna bunga yang saat ini sedang bermekaran.
Meskipun kecil, rumah ini sangatlah bagus dan enak dipandang mata. Di sebelah kirinya terdapat kolam kecil beserta ikan-ikan cilik yang berlarian ke sana dan ke mari. Serta kerucukan air yang menyembur dari lubang kecil yang berada di dasar kolam. Sempurna.
“Aku tidak ingin merepotkan bapak. Besok aku akan segera mencari tempat tinggal.” Kataku sembari menepuk-nepuk bokong Pricilia yang mulai tampak menggeliat. Mungkin percakapan kami telah mengusik tidur lelapnya.
“Ini kunci rumah dan-“ Bicaranya sempat terhenti takkala ia sedang meraih benda persegi panjang dari saku celananya. “Ini untuk pegangan kalian selama satu minggu ke depan.”
Hah!
Apa aku sedang tidak bermimpi?
Ia memberiku lembaran-lembaran merah yang jumlahnya banyak sekali.
“Jangan pak. Saya ga mau ngerepotin bapak. Besok saya akan segera mencari kerja.” Aku melayangkan kembali gepokan benda-benda merah itu ke tangannya. Bisa mengistirahatkan diri di tempat senyaman ini juga sudah lebih dari cukup bagiku.
Tanpa berpikir panjang, uang yang telah kukembalikan itu diletakkannya di atas lipatan lengan Pricil yang berada dalam gendonganku. Aku tak dapat memberiknnya kembali karena sesaat setelah itu ia segera pergi dan melesat bersama mobilnya entah kemana.
Aku bergidik ngeri.
Malaikat mana yang kau perintahkan untuk menjelma menjadi manusia dan menolongku saat ini Ya Rabb.
...***...
“Eh.“ Aku tersadar dari kilatan memori beberapa bulan silam ketika percikan-percikan air yang keluar dari bibir keran wastafle merembes masuk membasahi bajuku. Ya ampun, ternyata aku belum beranjak dan masih anteng berdiri di sini.
Seorang lelaki bernama Reno yang ku kira adalah jelmaan malaikat membawaku tinggal dan bekerja di sini setelah tujuh hari aku menetap di rumah mungil miliknya itu. Jujur saja, aku sempat mengira dulunya ia belum memiliki istri alias lajang. Namun setelah ia memboyongku ke rumah besar ini, maka pada waktu itu juga lah aku mengetahui bahwa selama ini ia tinggal satu atap bersama nenek lampir dan anaknya yang gendut itu.
Tidak terasa 90 hari sudah aku mengabdikan diri pada pemilik bangunan megah ini. Dan selama itu pula lah aku sering merasakan hadiah berupa repetan panjang dan gagang sapu yang senantiasa tertotol di sekujur tubuhku. Siapa lagi pelakunya kalau bukan si gerandong ganas.
Sebenarnya kerap kali pak Reno menasehati istrinya agar tidak selalu memperlakukanku layaknya binatang. Namun semakin suaminya itu berkata yang sedemikian, maka semakin gila pula lah reaksi yang ia berikan. Bahkan pernah suwaktu-waktu ia menuduhku telah bermain mesum dengan suaminya itu. Ia sangat terbakar dan mengira bahwa pembelaan Pak Reno terhadapku adalah semata-mata karena dia menoreh cinta kepada pembantunya ini. Mustahil! Mana mungkin ada majikan yang mencintai jongosnya sendiri. Harusnya bu Farah peka terhadap itu.
Ah sudahlah. Aku tak perlu memikirkan semua bentuk KDRT di rumah ini. Toh, walaupun aku selalu dijadikan squishy oleh betina ganas itu aku juga masih hidup sampai detik ini. Karena walau bagaimanapun dari mereka lah aku mendapatkan sumber penghasilan yang dapat kugunakan untuk kelangsungan hidup. Aku yakin bahwa Sang Pencipta telah menyiapkan yang terbaik untukku dan juga Pricil.
“Chevani.” Suara besar khas lelaki mengagetkanku dari arah belakang.
...***...
*Bersambung
Comment & vote guys
Dukungan kalian semangat buat aku
Sehat selalu yaa🤗
Ohiya baca cerita aku yang judulnya "AKU KAU DAN ISLAM" yuk
Ceritanya ga kalah menarik loh 😍*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Novie Louretta
namanya...Chevany, artinya apa thor..?
2022-01-30
0
Dhina ♑
sad bangetlah
2021-05-17
1
Aninda Peto
aku hadir Thor
2021-05-14
1