Ashqar tertegun. Tanpa dikehendaki, bayangan empat tahun yang lalu berkelebat di benaknya. Bayi laki-laki mungil berumur hampir satu tahun yang sempat ia gendong dalam buaiannya, berpipi tembam dengan sorot mata menggemaskan.
Ashqar masih sulit mempercayai bahwa putra tunggalnya kini tidak bisa lagi ia jumpai. Dia masih sulit percaya bahwa Nita membawa putra mereka pergi dan tidak membiarkannya untuk bertemu bahkan satu kalipun setelah mereka bercerai.
“Ashqar?” suara Rahma terdengar khawatir dari ujung sambungan telefon.
“Iya, Mbak,” jawab Ashqar lirih. “Aku … sebenarnya nggak tahu kabar Zaini, Mbak. Terakhir Nita mengirim foto Zain dua tahun yang lalu.”
“Sudah lama sekali, terus? Kamu lost contact dengan Zain?”
Ashqar membenarkan pertanyaan Rahma dengan suara yang hampir tidak bisa didengar. Ia memalingkan muka pada pigura berisi wajah tersenyum Nita yang sedang menggendong Zaini saat putranya itu berusia satu tahun tiga bulan.
Ingatannya masih menyimpan wajah Zain kecil dengan jelas. Bagaimana wajah mungil itu tersenyum dan tertawa saat Ashqar menggodanya dengan menggesekan hidung ke perut buncit Zain, bagaimana bayi mungilnya itu menangis di malam hari, serta wajah malaikatnya saat tertidur pulas.
“Mbak, tolong bantu aku mencari Zain,” pinta Ashqar, masih menatap foto Zaini.
Rahma terdengar ragu-ragu, tapi akhirnya melontarkan sebuah pertanyaan. “Kamu selama ini sudah mencari Zain, ‘kan?”
“Aku nggak pernah lelah mencari Zain sejak Nita nggak bisa dihubungi, Mbak. Tapi aku benar-benar nggak tahu ke mana Nita membawa Zain pergi.”
Suara Rahma terdengar kesal, menyumpahi Nita dengan satu-dua bahasa kasar. Sejak pertama Ashqar menunjukan foto Nita, Rahma sudah tidak menyukai perempuan itu. Menurut Rahma, ada sesuatu dari Nita dan hal itu bukanlah sesuatu yang baik. Terlebih ketika Ashqar benar-benar memperkenalkan Nita dengannya, Rahma sudah mengetahui jika perempuan itu tidak benar-benar menyukai adiknya.
“Sebenarnya mbak sudah minta Mas Dani untuk mencari keberadaan Zain lewat teman-temannya, mbak takut kalau Zain ternyata bersama perempuan itu sementara dia bekerja seperti …,” Rahma tidak sanggup melanjutkan ucapannya, terlalu mengerikan membayangkan Zaini harus hidup dengan melihat hal-hal yang tidak pantas.
“Mudah-mudahan saja kita akan mendengar kabar baik dalam beberapa hari kedepan,” sambung Rahma
mengalihkan pembicaraan.
“Terimakasih, Mbak. Tolong hubungi aku kalau sudah ada kabar ya, Mbak?”
“Iya, Dek. Mbak tutup dulu, kamu jangan terlalu capek. Cepat istirahat kalau laporanmu sudah selesai.”
“Iya, Mbak.” Ashqar terdengar lelah. “Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikummussalam.”
Begitu sambungan telfon terputus, Ashqar melempar ponsel ke atas meja, membanting punggung ke kepala kursi lalu mengusap wajah dengan kedua telapak tangann. Perasaannya begitu kacau, antara terluka melihat bagaimana Nita sekarang dan khawatir memikirkan putranya, Zaini.
Lalu, saat Ashqar menutup wajahnya dengan lengan, sekelebat ingatan kejadian itu bersama Nita terlintas bagaikan kilasan film pendek.
Ashqar tidak yakin, saat itu apa yang membuatnya terdorong untuk berhubungan badan dengan Nita. Hari itu selepas jam makan siang, langit sedikit mendung dan gerimis sudah hampir turun. Nita mengajaknya untuk beristirahat sebentar di kostan setelah mereka makan di Warkop Laris, tak jauh dari kampus.
Keadaan kost tempat Nita begitu sepi, mungkin karena saat itu banyak penghuni kost yang juga mahasiswi masih ada kelas atau terjebak hujan yang mulai deras. Ashqar merasa ragu saat Nita mempersilahkannya masuk ke dalam kamar, tapi ia akhirnya masuk ke dalam dengan sedikit paksaan Nita yang menarik pergelangan tangannya.
Ashqar ingat dengan jelas bagaimana rapihnya kamar Nita. Kasur busa dengan karpet merah muda dibawahnya, rak buku kecil yang isinya penuh oleh barang-barang perempuan ketimbang buku, dan yang tidak bisa Ashqar lupakan adalah wangi kamar itu yang penuh oleh wangi Nita. Harum bunga dari sabun mandi dan parfumnya yang manis.
Keadaan kost yang sepi, hujan deras disertai angin, harum Nita yang memenuhi ruangan, dan kenyataan bahwa ia dan Nita hanya berdua saja membuat Ashqar terdorong untuk berada lebih dekat dengan Nita.
Ashqar tidak yakin siapa yang harus disalahkan, keadaan yang mendukung, Nita yang pasrah dalam kendalinya atau dirinya sendiri yang berhasil memanfaatkan keduanya. Ketika dia sadar, Nita sudah berada di bawah kungkungannya, dengan wajah merah padam dan mata yang menatapnya sayu.
Ashqar sejenak merasa ragu, tapi ketika Nita mengalungkan lengannya di leher Ashqar, keraguan itu mendadak sirna. Kemudian Ashqar menarik Nita ke pelukannya dan mengulum bibirnya.
Ashqar merasakan sensasi yang tak biasa, tapi bukan berarti ia tidak mengerti artinya. Debaran jantungnya menggila dan kepalanya terasa pening. Ciuman itu semakin menuntut ketika Nita juga membalasnya.
Kemudian kehangatan lembut merayapi tubuh Nita ketika ciuman mereka berubah semakin panas. Gadis itu tidak pernah menduga jika dibalik sikap kalem dan menyenangkan Ashqar tersimpan sisinya yang mampu membuat Nita meleleh. Terutama ketika tangan Ashqar bergerak lembut naik-turun membelai tulang rusuknya, membuat Nita mendamba untuk merasakannya di tempat-tempat yang lebih intim. Namun, tiba-tiba Ashqar berhenti. Meninggalkan Nita yang gemetar oleh dorongan yang tak terpuaskan.
“Yang, kenapa berhenti?” tanya Nita dengan suaranya yang serak.
Ashqar terdiam, manik matanya mengamati keadaan Nita di bawahnya. Kaos Nita hampir tersingkap hingga memperlihatkan perutnya yang sedikit buncit. “Aku nggak yakin, apa ….”
“Tapi aku yakin kok,” potong Nita, lengannya yang masih menggantung di leher Ashqar ia tarik agar lelaki itu kian mendekat. “Kepalang tanggung, Sayang. Ayo lanjut aja,” bujuk Nita di depan wajah Ashqar.
Ashqar yang semula ragu tak berkutik ketika Nita memulainya lebih dulu, dengan sebuah ciuman hingga berlanjut pada hal yang tidak seharusnya terjadi. Dan bahkan menimbulkan pertanggungjawaban yang besar setelahnya.
♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪
Hi, semuanya. Salam kenal dari aku, hehee
Ini karya comeback aku setelah sekian lama bersemedi, nggak tau bakal dapet respon gimana. Degdegan weh ( / o \ )
Bab ini dan bab sebelumnya kebanyakan flash back, menggunakan alur maju-mundur. Mudah-mudahan kalian yang baca gak kebingungan yaa...
Kalau kalian suka cerita ini jangan lupa tinggalin komen di setiap bab dan like-nya juga, makasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 257 Episodes
Comments
Massunamiyatha
baru mampir thor....
2023-03-09
0
Uti Gaol
lanjuut baru baca tp kayaknya seru thor
2022-06-19
0
Liana Rismawati
tak kira zaini itu cewek🤔
2022-01-03
0