“Ini bagus ya, Agika? Lihat!”
Reiko menyodorkan majalah dengan gambar artis terkenal yang berpose memamerkan wajah cantiknya dengan make-up yang trend baru-baru ini. Reiko mulai kesal. Aku mengabaikannya. Aku sadar sejak tadi perhatianku tertuju pada Hideki. Laki-laki ini sibuk dengan handphone-nya, sedangkan ada banyak wanita berkumpul di luar kelas kami hanya untuk mencuri-curi pandang. Mungkin mereka ingin mendekati pria berwajah tampan itu tapi melihat sikap dinginnya sepertinya perempuan-perempuan itu menyerah. Mereka hanya pasrah memandanginya dari jauh. Tapi bagaimanapun kelihatan sekali kalau Hideki tetap tak nyaman dengan sikap mereka. Bagaimana kamu bisa tenang bersekolah jika ada banyak wanita memata-mataimu sepanjang waktu?
“Ah iya, bagus!” Kataku penuh semangat. Tapi sayangnya sudah tidak mempan untuk merayu Reiko yang terlanjur kesal aku mengabaikannya. Ia mendengus keras.
“Kamu sejak tadi memperhatikan siapa sih, Agika?!” Serunya. Ia bicara agak keras. Aku sampai takut yang lain akan mendengarnya. “Ah, kau sejak tadi melihat ke arah anak baru itu. Kau menyukainya?” Lanjutnya sambil berbisik.
“Ti ... tidak! Aku hanya ...” Aku gelagapan.
Reiko tersenyum penuh curiga padaku. Ia akhirnya menutup buku majalahnya lalu menarik kursinya makin mendekat ke arahku. Ia mendapat pembahasan yang lebih menarik dibanding trend make-up sekarang ini.
“Katakan padaku, kau menyukai Hideki?” Tanya Reiko lagi. Matanya mulai berbinar-binar. Sesekali ia juga melirik pria dingin itu lalu melihat ke arahku.
“Apa? Tidak! Aku hanya sedikit penasaran padanya.”
“Penasaran artinya tertarik. Lama-lama jadi suka.”
“Tidak mungkin.” Aku mencoba tersenyum datar saat Reiko mulai menyimpulkan seenaknya.
“Hideki memang menarik sih. Wajahnya juga tampan. Tapi dia tidak ramah sama sekali! Aku pernah beberapa kali berpapasan dengannya, dia bahkan tak menyapaku. Aku tak akan tertarik dengan pria semacam itu.” Jelas Reiko padaku. Ia melipat lengannya dan bersandar pada kursi. Bicara seadanya soal Hideki. Reiko memang suka bicara blak-blakan entah itu teman, guru atau siapapun.
“Begitu...” Kataku bingung.
“Jika kau menyukainya, kau harus siap-siap berhadapan dengan perempuan-perempuan itu.”
Reiko melirik ke arah jendela. Masih ada beberapa perempuan yang mengintai Hideki. Sebenarnya seluruh kelas sudah tahu keanehan yang terjadi di luar kelas kami. Kelas kami mendadak jadi kelas populer di kalangan kakak tingkat. Terutama yang perempuan. Tapi entah kenapa kelas kami tak mempedulikan mereka. Mungkin karena Hideki juga tidak mau tebar pesona dan selalu mencoba bersikap biasa saja.
“Reiko, sudah ku bilang aku tidak menyukainya.” Tegasku.
“Dia mungkin akan jadi idola sekolah selanjutnya setelah kak Matsu lulus.”
“Eh?”
Benar. Pikiranku jadi tertuju pada kak Matsu. Matsu Yama. Pria berambut coklat dengan senyum yang menawan. Kakak kelas kami sekaligus kapten tim sepak bola di sekolah. Dia juga jadi primadona di sekolah. Punya banyak teman dan pandai bergaul. Selain mahir bermain sepak bola, ia juga pintar dalam hal akademik. Aku sangat kagum padanya.
“Tapi sayangnya, Hideki sama sekali tidak ramah! Ia super dingin dan jutek. Jadi pesonanya masih kalah dengan kak Matsu.” Reiko mendadak kesal lagi .
“Haha apaan sih? Jangan membanding-bandingkan begitu.” Cegahku.
“Lihat tuh! Sejak tadi dia hanya sibuk dengan handphone-nya. Ia bahkan tak mau bergabung dengan teman-temannya.”
“Itu karena perempuan-perempuan itu terus meliriknya dari jendela. Hideki jadi tak punya ruang untuk bergaul. Dia tak nyaman.”
“Tahu dari mana?” Tanya Reiko heran.
Aku hanya tersenyum pada Reiko. Ia tak tahu kalau aku sudah sedikit mengobrol dengannya saat makan siang beberapa waktu yang lalu. Sebenarnya itulah hal yang membuatku penasaran sejak tadi. Hideki belum berteman dengan siapapun di kelas ini. Aku takut ia tak bisa beradaptasi sebagai murid baru. Ia juga kelihatannya tidak peduli dan tak mencoba mendekat. Padahal Hideki bukan orang yang susah diajak bicara. Ia hanya dingin saja. Ku pikir ia bukan tak mau, tapi tak bisa bergaul karena perempuan-perempuan itu terus membuatnya tak nyaman.
“Ngomong-ngomong Agika, bukankah kau sejak dulu melirik kak Matsu? Jangan-jangan kau berubah pikiran setelah melihat Hideki.” Tanya Reiko. Ia mulai menggodaku.
“Aku tidak... Apa maksudmu, Reiko? Aku tidak menyukai siapa pun! Lagi pula kak Matsu berpacaran dengan Ayumi, mana mungkin aku menyukainya.” Jelasku.
“Itu kan hanya rumor. Kau belum tahu kebenarannya. Ah! atau kau sudah menyerah sekarang?”
“Bu ... bukan begitu ... Ah Reiko!”
Aku mencoba menangkapnya yang terus menghindar sambil tertawa-tertawa kecil menggodaku. Ingin sekali aku memukulnya. Tapi memang benar, sejak SMP aku menyukai kak Matsu. Bahkan aku masuk SMA ini pun karena dia. Tapi kini aku sedang berusaha melupakannya. Gosip di sekolah bilang kalau kak Matsu sudah berpacaran dengan Ayumi. Perempuan imut dan manis anggota ekskul cheersleader. Teman seangkatanku tapi kami beda kelas. Sejak masuk semester ini aku juga sudah jarang melihat kak Matsu karena ia juga harus fokus ujian kelulusan sekolah. Kini pelan-pelan aku memang sedang membuang perasaan itu.
“Kita butuh satu anggota lagi.”
Perkataan seseorang menarik perhatianku yang sejak tadi bercanda dengan Reiko. Aku menoleh ke belakang. Ada sekumpulan teman-teman laki-laki ku yang sedang asyik berbincang-bincang. Ada satu orang yang memegang pamflet yang pernah Reiko tunjukkan padaku beberapa hari yang lalu. Sepertinya mereka membicarakan lomba itu.
“Kita harus mengumpulkan namanya ke panitia sebelum pulang sekolah. Cepat cari orang yang bisa bermain sepak bola atau kita akan didiskualifikasi sebelum bertanding.” Kata Tetsuya, salah satu teman sekelasku yang ikut dalam obrolan itu.
Ah rupanya mereka adalah tim yang akan mewakili kelas kami di pertandingan sepak bola antar kelas. Aku bisa menebak mereka kekurangan pemain. Kelihatan sekali wajah-wajah cemas mereka. Aku berbalik ke belakang hingga membuat Reiko yang ikutan heran.
“Kalian ... Ada apa?” Tanyaku.
“Agika, ah ini. Kami butuh seorang pemain lagi untuk pertandingan sepak bola kelas kita. Tapi belum ada yang mau mengajukan diri.” Jelas Tetsuya.
“Sepak bola?”
“Ya. Kami harus segera mengumpulkan daftar namanya.”
Aku tiba-tiba ingat seseorang yang katanya senang bermain sepak bola saat perkenalan. Meskipun ia belum menunjukkan kebolehannya tapi tidak ada salahnya aku mengajukan dia untuk masuk. Sekaligus aku ingin Hideki mencoba bergaul dan berteman. Aku yakin teman-teman disini juga akan menyukainya.
“Bagaimana dengan Hideki? Bukankah ia pernah bilang suka bermain sepak bola?” Saranku.
Tetsuya dan yang lainnya saling bertatapan. Aku tersenyum untuk meyakinkan mereka agar memasukkan Hideki menjadi tim sepak bola kelas. Akhirnya setelah pertimbangan matang, mereka langsung beranjak dari tempat duduknya dan menemui Hideki. Aku masih memantaunya.
“Hai, Hideki.” Sapa Tetsuya.
Hideki berhenti memainkan handphone-nya. Ia menatap datar teman-teman yang menghampirinya.
“A .... Aku Tetsuya. Boleh kami bicara denganmu?”
“Ya.”
Tetsuya dan yang lainnya menarik kursi dan duduk dekat Hideki. Aku penasaran dengan apa yang mereka bicarakan. Aku sengaja menguping meskipun tak terdengar jelas karena riuh suara yang lainnya.
“Kau sudah lihat pamflet lomba antar kelas?” Tanya yang lainnya pada Hideki.
“Ya. Ada apa?”
“Waktu itu kami dengar kau menyukai sepak bola. Kebetulan di lomba ini ada pertandingan sepak bola antar kelas juga. Bisakah kau ikut bergabung?”
Hideki diam sebentar. Sepertinya ia sedang berpikir. Tapi aku senang mendengarnya. Akhirnya ada yang mau mengajaknya berteman bahkan mengikuti pertandingan. Ini bisa jadi awal yang baik agar Hideki bisa beradaptasi dengan teman-temannya.
“Aku?” Tanya Hideki.
“Kami butuh satu orang lagi. Yang lain sudah dapat bagian lomba sendiri. Kau bagian dari kelas ini, Hideki. Jadi bergabunglah bersama kami.” Jelas Tetsuya.
“Ya! Kita akan menangkan lombanya. Bagaimana? Kau mau?” Sahut yang lain.
Mereka kelihatannya bersemangat. Tapi aku fokus pada raut wajah pria bermata biru itu. Ia sepertinya sangat terkejut ada yang mengajaknya bergabung. Seperti baru mendapat teman saja. Sekian lama mereka menunggu jawaban Hideki. Wajah penuh harap mereka sepertinya membuat Hideki terbuka.
“Baiklah.” Jawab Hideki pendek.
“Yes! Kalau begitu kita akan sering latihan setiap pulang sekolah. Aku akan kenalkan kau dengan mereka ....” Kata Tetsuya sambil menunjukkan teman-temannya satu persatu.
Aku sudah tak menguping lagi setelah Hideki memberikan jawaban setuju. Aku biarkan mereka berkenalan satu sama lain. Beberapa di antaranya saling bercanda hingga membuat tempat yang tadinya sepi menjadi ramai. Hideki kelihatannya juga menyukainya. Wajahnya terlihat berbeda dari pertama kali aku melihatnya. Kali ini lebih hangat. Aku juga senang melihatnya.
Sepertinya Hideki menyadari kalau aku terus memperhatikannya. Tiba-tiba ia menatapku. Aku tak mengerti apa yang ia perhatikan dariku tapi aku mencoba memberi senyum terbaikku untuknya karena ia sudah membuat langkah baru. Melihatku tersenyum, Hideki langsung memalingkan mukanya. Aku tak bisa menebak bagaimana ekspresi di wajah tampannya. Jangan-jangan dia pikir aku gadis yang aneh. Ah bodohnya aku! Apa yang baru saja aku lakukan? Aku bahkan memikirkan bagaimana ia bergaul dengan teman-teman sekelasnya. Aku kan bukan orang tuanya! Ada apa dengan diriku ini?
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Dara Zulfa
perempuannya lebay
2020-09-20
1