Viceroy menimbang-nimbang, apakah keputusannya untuk mencari jodoh melalui grup alumni sekolah adalah hal yang benar. Ia tentu tidak tertarik mencari calon istri dari biro jodoh atau aplikasi di sosial media yang resikonya terlalu tinggi. Lagipula kebanyakan portofolio yang muncul dari aplikasi perjodohan daring biasanya meminta standar yang tinggi, misalnya seperti pendidikan minimal sarjana. Sebagai orang yang belum sempat merasakan bangku kuliah, Viceroy tentu merasa minder jika latar belakang pendidikannya dipertanyakan, apalagi ia hanya memiliki ijazah SMA. Ia merasa sudah terlalu tua untuk mengenyam bangku kuliah, lagipula ia sudah tidak memiliki banyak waktu yang tersisa. Baginya dua puluh empat jam dalam sehari terlalu sedikit.
Ia berharap akan ada wanita yang bisa diajak untuk bekerja sama dalam sebuah pernikahan formalitas yang telah ia rencanakan. Tadinya ia sudah berencana benar-benar akan menikah dengan Regina, wanita cantik dengan latar belakang sempurna.
Ia bahkan sudah begitu sesumbar di depan keluarganya bahwa ia akan menikah dalam waktu dekat. Ia bahkan sudah bertaruh dengan kakak laki-lakinya yang tidak percaya bahwa Viceroy akan menikah. Sebagai pria yang tidak pernah terlihat berkencan secara resmi dengan seorang wanita, tentu saja berita pernikahannya begitu mengejutkan keluarganya. Padahal ibu Viceroy sudah berencana menjodohkan anaknya itu kepada karib kerabatnya.
"Aku akan menikah dengan wanita pilihanku sendiri, wanita yang tentu tidak sekedar cantik tapi juga berpendidikan dan berlatar belakang istimewa," kata Viceroy kepada ibu dan kakaknya.
"Tapi Roy, lebih baik kau menikahi anaknya Pak Haji Bahra, keluarga lebih baik daripada orang lain yang tidak Ibu kenal," kata ibu Viceroy membantah keinginan Viceroy.
"Ibu, mereka mengakui kita adalah keluarga mereka karena kita sekarang sudah berharta! Apa Ibu tidak ingat waktu kita masih susah dulu? Tidak ada yang mengakui kita sebagai keluarga!" kata Viceroy seraya tertawa.
Air muka ibu Viceroy nampak berubah masam. Wanita paruh baya itu memang mau tidak mau harus mengakui bahwa perkataan anak bungsunya itu benar. Kakak Viceroy hanya tersenyum, rupanya adiknya itu masih menyimpan kekecewaan lantaran perjodohan yang gagal. Dua belas tahun yang lalu, Viceroy pernah dijodohkan dengan sepupu tiga kali dari pihak ibunya. Gadis cantik yang baru menamatkan bangku SMP. Orang tua gadis itu membatalkan perjodohan tersebut dengan alasan bahwa anak gadis mereka masih mau melanjutkan sekolah. Namun, tiga bulan kemudian gadis cantik itu justru menikah dengan pria lain yang lebih mapan secara finansial. Sejak saat itu Viceroy jadi kapok jika ibunya berencana menjodohkan lagi dengan sepupu-sepupu lainnya.
"Secara pribadi, aku ragu kau akan menikah, Roy," kata kakaknya.
"Kau meragukanku?" kata Viceroy dengan nada menantang.
"Bagaimana kalau kita bertaruh, siapa yang lebih dulu menikah, kau atau aku?!" tantang kakak Viceroy.
"Apa yang akan kau jadikan bahan taruhan?" tanya Viceroy.
"Kau bisa akuisisi perusahaanku! Jika kau kalah, berikan aku lahan pribadimu!" jawab kakaknya.
"Kenapa kau mengincar lahan pribadiku?" tanya Viceroy.
"Aku berencana membuka resort mewah jika kau kalah," kakak Viceroy terlihat antusias.
"Tidak semudah itu, Tuan!" sahut Viceroy.
"Sepakat, ya! Pria sejati tak akan ingkar janji!" kata kakaknya sambil tersenyum.
Lamunan Viceroy buyar saat seorang wanita menghampirinya. Wanita berperawakan gemuk yang harus ditemuinya untuk memilih langsung wanita yang akan diajaknya bekerja sama.
"Permisi?" wanita gemuk dan nampak sudah berumur itu memperlihatkan undangan di layar ponselnya kepada Viceroy.
Wanita kesepuluh yang harus ditemuinya dalam satu jam ia duduk di kafe. Viceroy menatap tajam wanita itu membuat wanita itu salah tingkah. Viceroy tentu saja tidak menyebutkan maksud dan tujuannya kepada setiap wanita yang ditemuinya hasil menjaring di grup pesan sekolah. Ia hanya menuliskan pesan.
"Minat bertemu? Kafe Xyz, jam empat sore, meja no. 10, tunjukkan undangan ini."
"Apa ini wawancara kerja?" tanya wanita itu.
"Mengapa Anda berpikir begitu?" tanya Viceroy.
"Saya butuh pekerjaan. Nama saya Devi, anak saya dua, suami saya sudah tiga bulan menganggur," kata wanita itu memperkenalkan dirinya.
Viceroy menghela nafas berat, mengapa semua kandidatnya seperti ini?
Kebanyakan dari teman seangkatannya memang sudah menikah, tak heran yang datang untuk wawancara adalah ibu-ibu.
"Terima kasih sudah datang menemui saya. Jika berminat, kirimkan lamaran pekerjaan suami anda ke alamat ini," Viceroy mengeluarkan selembar kartu nama perusahaannya.
"Anda boleh pergi," kata Viceroy.
"Terima kasih, Pak," kata Devi nampak senang menerima kartu nama perusahaan tersebut.
Vara sudah tiba di Kafe Xyz, matanya mencari meja nomor 10, sesuai undangan yang ia terima. Vara segera duduk di meja kosong tersebut. Baginya ini pertama kalinya ia mengikuti kencan buta. Apa seharusnya ia mengajak Santika untuk menemaninya menemui seseorang yang begitu misterius? Ia menatap berkeliling kafe untuk mencari orang yang kira-kira akan ditemuinya.
Tiba-tiba saja matanya menangkap seorang pria yang sepertinya ia kenal. Pria itu baru saja keluar dari toilet. Vara mengenali pria itu. Pria yang dulu menuduhnya mencuri pelembab bibir miliknya. Pria yang membuat kehebohan di kelas lantaran merasa kehilangan barang berharganya.
Vara masih ingat dengan jelas saat pria itu mengadu pada guru bahwa ia kehilangan barang pribadinya yang begitu berharga.
"Anak-anak, tolong maju satu persatu ke depan kelas dengan membawa tas masing-masing!" perintah Bu Eka.
Satu persatu murid maju ke depan kelas, mengeluarkan isi tas mereka di hadapan Bu Eka dan juga pria itu.
Semua murid bertanya-tanya, pria itu kehilangan barang macam apa yang sampai membuatnya harus menggeledah satu persatu tas para murid.
Begitu tiba giliran Vara, ekspresi pria itu mengerut. Ia hanya diam tanpa bicara sepatah katapun. Namun begitu kelas berakhir, pria itu langsung merampas paksa tas Vara.
"Jadi kau ya, yang mencuri lip balmku?!" kata pria itu.
"Apa?!" seru Vara tak percaya.
"Aku lihat sendiri di dalam tasmu ada lip balm merek N! Apa kau tahu, aku kehilangan lip balm yang baru saja kubeli?!" cecar pria itu.
"Halo? Atas dasar apa kau menuduhku mencuri lip balmmu?! Dan mengapa seorang laki-laki sepertimu memakai lip balm?!" balas Vara.
Pria itu membuka paksa tas Vara dan mengambil lip balm bertutup biru itu.
"Lihat! Ada tanda V di tutupnya! Ini kutandai karena ini milikku!" kata pria itu.
"Hei, pemuda lip balm! Memangnya kau pikir hanya kau yang memakai lip balm dengan tanda V di tutupnya?! Memangnya hanya kau yang bernama depan V?" cecar Vara menatap tajam pria itu.
"Varadisa?!".
Pria itu memanggil nama Vara, membuat lamunan Vara buyar.
"Viceroy?!" Vara menatap tak percaya pemuda lip balm di hadapannya.
"Sungguh kebetulan bertemu denganmu di sini, pemuda lip balm," kata Vara ke arah pria itu.
Vara menatap tak percaya sosok Viceroy yang terlihat berbeda dari terakhir kali mereka bertemu. Vara terfokus pada bibir merona merah milik pria itu.
"Apa kau sekarang memakai lipstik?" sindir Vara yang masih kesal karena pria itu menganggapnya sebagai pencuri lip balm.
Viceroy masih berdiri di posisinya, alisnya mengerut. Ia benar-benar tidak percaya harus bertemu dengan wanita yang membuatnya malu lantaran memanggilnya pemuda lip balm. Ia benar-benar menyesal sudah menuduh wanita ini mencuri lip balm miliknya, padahal saat itu lip balm miliknya rupanya diambil oleh kakaknya.
Namun, ia sudah terlanjur gengsi untuk meminta maaf pada wanita ini karena wanita ini sudah membuatnya dikenal sebagai pria pemakai lip balm seantero sekolah. Hal itu benar- benar membuatnya malu. Seorang pemuda yang dikenal berwajah sangar ternyata adalah seorang pemakai lip balm, sungguh melukai harga diri seorang Viceroy.
"Apa yang sedang kau lakukan di sini?" tanya Vara lagi.
"Aku menunggu di sini," jawab Viceroy segera duduk di kursinya.
Vara menegang, tidak mungkin pria ini yang menjadi kencan butanya. Vara menatap ponselnya, memastikan bahwa ia tidak salah meja.
"Ini benar-benar meja nomor 10? Apa bukan 01?," Vara memastikan nomor meja itu.
Viceroy memijat keningnya, bagaimana mungkin wanita yang dulu sudah melukai harga dirinya menjadi wanita yang harus ia temui?
"Apa kau juga mencari pekerjaan untuk suamimu?" tebak Viceroy.
Viceroy melipat tangannya di depan dada, ia menatap ke arah Vara. Vara benar-benar tidak menyangka bahwa kencan butanya adalah pria ini. Rasanya, Vara merasa akan ada hal buruk yang akan terjadi jika berurusan dengan pria ini.
"Kalau aku sudah bersuami, untuk apa aku repot-repot datang ke kencan buta konyol ini dan ternyata harus menemuimu! Mimpi apa aku semalam?!" cibir Vara.
"Ini bukan kencan buta konyol," sergah Viceroy. "Aku serius mencari wanita yang bersedia membuat kesepakatan denganku."
"Kesepakatan apa?" tanya Vara penuh selidik.
"Tidak bisa kukatakan jika tidak ada kesepakatan," jawab Viceroy.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
dzafara dza
🤣🤣🤣
2024-06-04
0
Ni.Mar
namanya susah di inget ada bulenya
2022-09-25
0
Desak Reni
namany aku bingung
2021-08-29
0