"Ngapain sama Farrel?" tanya Roy dengan posisi membelakangi Lily.
Tubuh Lily seakan lemas seketika. Suara cowok itu dingin tetapi mampu menusuk hingga ulu hatinya.
Lily diam tanpa menjawab pertanyaan Roy. Dia masih bingung dengan apa yang harus dia katakan. Meskipun cewek itu menjawab dengan sejujurnya pasti cowok itu juga tidak akan langsung percaya begitu saja.
"Jawab!" ucap Roy sedikit membentak. Ini pertama kalinya sejak dia pacaran dengannya.
Lily menunduk. Tidak berani menatap ke arah Roy yang sudah menghadap padanya.
"Punya mulut kan?"
Lily mengangguk dengan ragu masih dengan kepala yang menunduk. Hingga sebuah tangan menyentuh dagunya dan menariknya ke atas hingga mata Lily menatap wajah Roy yang memerah.
"Kenapa nunduk? Takut, hm?" tanya Roy dengan nada sedikit melembut.
Lily tetap diam membisu membuat Roy kesal sendiri dengan sikap pacarnya ini.
"Jawab Lily jangan diem aja kayak orang gak punya mulut!" kata Roy dengan nada meninggi.
"A--aku g-gak se-sengaja nab-nabrak dia. Itu aja," jawab Lily dengan gelagapan dan menahan tangisnya.
Brakk...
Roy menendang tempat sampah yang ada di dekatnya hingga isi sampah itu keluar berceceran kemana-mana.
Lily meringis. Kepalanya kembali dia tundukkan. Roy seperti marah mendengar penuturannya barusan. Tapi sudah terlanjur juga buat mengubah alasan itu.
"Dimana mata kamu sampe gak liat ada Farrel di depan?" tanya Roy marah.
Baru kali ini Roy begitu marah padanya cuma karena Farrel. Seminggu lalu Roy tak begitu marah kalau mengenai cowok manapun cuma menatap tajam, bersikap dingin dan mengatakan jangan di ulangi lagi.
"I-iya aku gak sengaja nunduk supaya gak liat cowok lain. Tapi tiba-tiba ada Farrel di depan."
"Itu tandanya kamu emang sengaja nyentuhin kulit kamu ke cowok brengsek itu," ucap Roy sarkastik seolah menyudutkan Lily agar merasa bersalah.
Diam. Lagi lagi Lily di buat tak berkutik sama sekali oleh Roy. Dia takut salah jawab lagi kali ini. Takut kalau Roy semakin marah dan tak mau mendengar jawabannya lagi.
"M-maaf."
"Maaf? Kalau udah kayak gini kamu cuma minta maaf?" cetus Roy dengan nada marahnya.
"Kamu bisa gak sih, jaga diri kamu dan jauhin apapun yang aku larang termasuk dekat sama Farrel apalagi nabrak dia kayak tadi!"
"I-iya, Roy."
"Puas kamu sekarang?" tanya Roy sedikit kelembut. Tapi tetap dengan nada dingin dan menusuk.
Lily diam. "Mau kamu apa sekarang?"
Roy menatap lekat pada Lily yang tetap menunduk. "Jangan nunduk. Aku lagi ngomong sama kamu."
Seketika Lily mendongakkan kepalanya menatap Roy yang menampakkan wajah datar dan dingin.
Lily menggeleng. "Sekarang aku yang nanya sama kamu, kenapa kamu cuma read chat aku?" tanya Lily sekarang.
"Karena kamu."
Lily mengernyit. Kenapa dirinya lagi yang disalahkan? Dia merasa sudah menjalani perintah Roy dan tidak dekat dengan siapapun selama bel masuk.
"Kok aku?"
Ah, hampir saja Roy melupakan kekesalan itu pada Lily. Dia masih marah pada Lily yang berhadapan dan berkontak mata langsung dengan Andi yang berada di depannya.
"Kenapa kamu kontak mata sama Andi? Kamu gak baca pesan aku apa? Butuh kacamata biar liat dengan jelas?!" sentak Roy kembali ke arah Lily.
Lily salah sekarang. Tidak seharusnya dia menanyakan hal ini sekarang karena emosi Roy masih belum stabil.
Lily menggeleng. "Aku kan udah pindah tempat. Aku udah nurutin semua mau kamu."
Roy meninju tembok gudang belakang dengan keras hingga tangannya memerah. Dengan reflek Lily mengambil tangan itu dan melihatnya.
"Tangan kamu merah," ujar Lily dan meringis sendiri. "Sakit gak?"
Roy diam melihat Lily yang memegang tangannya dengan khawatir. Dia bergeming hanya meringis ketika kena tekan oleh tangan Lily.
"Aku obatin ya?" tawar Lily lagi. Sebenarnya kalau ditanya seperti ini pastinya cowok itu tidak mau.
"Gak usah," ucap Roy dan menarik tangannya.
Lily tidak mengambil tangan itu lagi. Malah tangannya merogoh ponsel yang ada di Almamaternya dan menghubungi seseorang.
Beberapa detik kemudian, panggilan itu terhubung dan detik berikutnya akhirnya terputus.
"Kamu tunggu sini," ucap Lily sebelum melangkah pergi.
Sesaat kemudian, cewek itu kembali dengan membawa kotak P3K di tangannya. Entah siapa yang cewek itu hubungi dan siapa yang memberikan kotak itu pada Lily.
"Siapa?" tanya Roy dingin.
Lily mengernyit. "Apanya siapa?"
Roy mendengus, "orang yang kamu temuin."
"Oh."
"Siapa? Aku nanya! Jawab!!" kata Roy mulai emosi kembali.
Lily terkejut. "Varsha."
Roy melunak kembali. Roy tahu siapa Varsha. Dia adalah teman Lily anak sahabat mamanya. Dan Roy juga tahu semua sahabat-sahabat Lily tahu hubungan antar mereka. Tinggal Roy saja yang harus cari cara bergaul pada mereka. Mengingat, kedua orangtuanya yang sudah meninggal membuat dirinya harus memutar otak untuk cari cara lain yang bisa bikin dirinya dekat dengan mama-mama sahabat Lily.
Lily anak semata wayang. Dan mereka semua juga sama. Anak semata wayang dan anak kesayangan semua sahabat-sahabat orangtua mereka.
Lily masih mengobati luka Roy dengan telaten. Meskipun banyak kesalahan dan kebingungan, tetapi Roy memahami itu. Roy anak konglomerat. Sering tidak tahu apa-apa masalah seperti ini. Masak pun Lily baru belajar meski tak sesempurna yang Roy bayangkan.
"Udah."
Lily tersenyum. "Meskipun aku bukan dokter, tapi aku yakin ini bisa membantu."
°°°
"Dateng darimana lo?" tanya Itto ketika Lily baru saja duduk diantara mereka.
Setelah pertemuan mereka di belakang gudang sekolah, Lily kembali ke kantin dan menghampiri semua sahabatnya yang kebetulan sedang ngumpul.
"Biasa."
"Weh si Lily bisa bucin juga ya ternyata," celetuk Refan yang duduk di dekat Nasya, pacarnya. Sedangkan Varsha berada di seberang mereka berdua. Sedikit risih memang ketika Varsha harus melihat pemandangan ini di depan matanya sendiri. Mantan pacar dan sahabatnya yang bermesraan di depannya.
"Sembarangan aja lo ngomong," ucap Lily sambil melempar cemilan milik Asley yang ada di sampingnya.
Asley melotot. "Gak apa-apa sih marah ke Refan. Tapi jangan kentang goreng gue juga kali yang jadi korban."
"Hehe maaf Ley," cengir Lily sambil menunjukkan kedua jarinya ke depan berbentuk V.
Asley mendengus.
"Kemana aja lo, Ly?" tanya lagi yang kali ini adalah Natasha.
"Iya ketemu sama dia, Nat. Biasa. Salah paham lagi," jawab Lily lagi.
"Jangan sering-sering bikin dia marah, Ly. Gue takut dia benar-benar kalap dan bakal bikin dia melakukan sesuatu yang belum pernah lo bayangin sebelumnya," kata Natasha menasihati.
Lily mengangguk. "Iya paham kok."
---
TBC.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Eka Rahmadani
Woy masih sma, begitu amat pacarannya. Namanya sekolah umum interaksi cewek cowok ya ga bisa dihindari
2021-02-22
0
RN
next
2020-11-16
1
Kenzi Juan
lanjut donk...penasaran...
2020-02-17
1