Ega merasakan dunianya berputar. Perasaan baru semalam dia pulang dalam kondisi mabuk. Bangun tidur kedapatan pintu kamar jebol. Dan apalagi ini, menikah. Sungguh dia mendapatkan jackpot banyak sekali pagi ini.
Mengesampingkan kebingungannya. Ega beranjak masuk kamar untuk membersihkan diri dan kemudian bersiap-siap menemui orang tuanya. Meminta penjelasan. Mengabaikan sisi kamar yang berantakan.
Baru saja dia akan menarik tuas pintu, dia dikejutkan dengan kedua orang tuanya yang hendak masuk rumah.
"Mau kemana kamu sepagi ini, Ga?"
"Eh, Ibu. Baru aja aku mau nyusul kalian ke kantor."
Ibu Ve memicing curiga. Tumben sekali anak laki-lakinya ini mencarinya. Tidak biasanya seperti ini. Pak Malik hanya melirik anaknya dengan gelengan kepala. Dia harus segera berangkat kantor pagi ini. Setelah bu Ve menjawab salam suaminya yang akan berangkat ke kantor, dia kemudian mengajak anaknya untuk masuk kembali.
"Memangnya ada apa nyari Bapak sama Ibu? Hem?"
Ega menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa ruang tamu. Melirik keadaan sekitar. Mengamati meja tv yang sekarang kosong juga beberapa guci dan lukisan antik yang raib dibawa rampok. "Kata Gita cuma tv doang yang ilang. Nyatanya ilang semua," batin Ega.
Ega menarik napas dalam sebelum bertanya kepada ibunya.
"Bu, tadi Gita bilang aku mau di nikahin, ya? Kok, nggak bilang ke aku dulu, sih, Bu. 'Kan aku yang mau dinikahin? Main ambil keputusan aja," sungutnya kesal.
"Memang selama ini kamu denger kalo Bapak sama Ibu ngomong? Heh?"
Ega menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal. "Ya, ya kalo ini 'kan beda, Bu. Ini masalah masa depan. Aku nggak mau sembarangan nyari istri. Apalagi sama orang yang nggak kenal."
"Ibu baru tahu, kalo selama ini ternyata kamu juga mikirin masa depan. Kirain cuma mikirin seneng-seneng aja. Pergi pagi pulang pagi," sindir bu Ve dengan santainya.
"Ibu udah capek, loh, Ga. Kamu itu jadi anak nggak sembuh-sembuh bandelnya. Bukannya beresin kuliah, nyari kerja, kek. Ini malah dikasih kebebasan kamu seenaknya sendiri aja."
"Kali ini kamu nggak bakal bisa protes, ya! Ibu sama Bapak sudah melamar langsung tadi pagi. Dan diterima. Ingat, diterima!" tegas bu Ve sambil memalingkan wajah tertawa ringan tanpa suara.
Ega hanya melongo dibuatnya. Sekali lagi dia mendapatkan kejutan luar biasa. Disuruh menikah tiba-tiba. Memang apa salahnya sampai harus dipaksa menikah begini. Perasaan dia semalam hanya pulang mabuk terus tidur. Tunggu, dia harus tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Melihat ibunya yang beranjak berdiri, Ega menghentikannya. "Emang ada apa sih, Bu? Ega nggak tahu, loh, ada salah apa. Perasaan kalo Ega pulang malam ataupun pagi, semua biasa aja. Ini kenapa jadi gini, sih?" tanyanya hampir frustasi.
"Kamu beneran lupa, Ga? Atau pura-pura lupa?" tanya balik bu Ve dengan bersedekap dada.
"Ck, ayolah, Bu. Jelasin aja kenapa, sih! Barangkali kalian semua memang sekongkol buat maksa aku nikah, ya?" selidiknya.
"Enak aja main nuduh orang tua. Kamu itu udah bandel minta ampun. Sekarang mau jadi anak durhaka? Ha?"
"Coba, deh, kamu ingat-ingat lagi. Apa yang semalam kamu perbuat sama Nana?"
Ega yang saat itu masih berselonjoran di sofa langsung menegakkan tubuhnya. Dia mencoba mengingat kembali apa yang sebenarnya terjadi semalam. Sekian detik, nihil, dia tidak ingat sama sekali. Kecuali dia berusaha mendobrak pintu kamarnya yang saat itu dirasanya ada seseorang yang menguncinya dari dalam.
Terlintas sedikit ingatan di otak Ega. "Tunggu! Jadi yang semalam ada di dalam kamar gue itu Nana? Ya Ampun. Mereka semua salah paham," batin Ega.
Dia sudah tahu sedikit hal, kenapa sampai orang tuanya mau menikahkannya. Bahkan melamar anak orang tanpa persetujuan darinya.
"Ibu, ah! Mangkanya tanya dulu," jawab Ega setelah terdiam beberapa saat.
"Jadi semalam, tuh, aku pusing banget, Bu. Trus, pas mau buka pintu kamar ke kunci dari dalem. Karena aku udah teriak nggak ada yang jawab akhirnya aku dobrak 'lah. Mangkanya pintu kamar jebol."
"Ibu jangan berpikir macam-macam, deh. Aku memang suka minum dan dugem. Tapi aku masih perjaka, Bu. Sumpah!" jelasnya dengan mengacungkan dua jarinya membentuk huruf V.
Bu Ve yang mendengar penuturan putranya hanya memutar bola matanya jengah. Punya anak laki satu keras kepala sekali. Walaupun bu Ve mengakui bahwa anaknya telah jujur, namun itu tidak serta merta membuatnya membatalkan rencana pernikahan dadakan anaknya. Hanya ini satu-satunya cara agar Ega bisa menjadi anak yang lebih baik lagi. Dan ya, itu telah menjadi kesepakatannya dengan sang suami.
Bu Ve kemudian berjalan mendekati putranya dan duduk disampingnya. Menatap dalam manik mata Ega yang saat itu tengah menatapnya.
"Ga, apapun alasan kamu, ibu sama bapak tidak akan mengubahnya. Hanya ini satu-satunya cara biar kamu bisa kembali ke jalan yang benar. Dengan kamu menikah, kamu akan semakin memiliki tanggungjawab. Kamu bisa memiliki kesibukan baru. Dan meninggalkan kebiasaan burukmu."
"Ayolah, sekali saja. Turuti kemauan kami. Sampai kapan kamu akan seperti ini?" Helaan napas dan tatapan sendu bu Ve seolah meredupkan emosi Ega yang hampir saja memuncak.
"Tapi Bu, masih ada cara lain 'kan? Aku janji, deh, lanjutin kuliah lagi dan ninggalin kebiasaan burukku lagi. Please!" jawabnya memohon dengan sedih.
"Halah, udah berapa kali kamu bilang gitu? Kamu kira ibu sama bapak masih bisa kamu kibulin. Enggak, ya!" hardik bu Ve tegas. Meninggalkan Ega yang saat itu hanya membalas ucapan ibunya dengan menyengir kuda.
Belum juga selesai bicara ibunya sudah melenggang pergi begitu saja. Dia hanya menghela napas pasrah. Kalau ibunya saja susah sekali dibujuk. Apalagi dengan bapaknya. Memikirkan hal ini semakin membuatnya pusing.
Tiba-tiba Ega mendapatkan ide. Dia harus menemui Nana. Dia harus bisa membujuknya supaya bisa diajak kompromi. Siapa tahu setelah bertemu nanti mereka mendapatkan ide bagus.
Walaupun nanti harus tetap menikah. Setidaknya mereka harus punya seribu satu alasan untuk sekedar menundanya. Begitu pikirnya.
Melupakan perutnya yang sekarang meronta karena lapar. Ega bergegas pergi ke rumah Nana. Hari ini dia harus sudah mendapatkan satu alasan saja untuk menghindari pernikahan konyol ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
dede
hhhhh.. kok ada orangtua kayak begini
2021-06-23
1
Wulan Sari
makanya jangan mabuk mabukan jadinya rugi sendiri kan? ingat kata bang roma klo mabuk itu haram.
2021-04-08
1