Chapter 3

Orang yang tertindas ini berseru, dan Tuhan mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya. Malaikat Tuhan berkemah di sekeliling orang-orang yang takut akan Dia, lalu meluputkan mereka.

Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya Tuhan itu!

Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya!

Takutlah akan Tuhan, hai orang-orang-Nya yang kudus, sebab tidak berkekurangan orang yang takut akan Dia!

Singa-singa muda merana kelaparan, tetapi orang-orang yang mencari Tuhan, tidak kekurangan sesuatu pun yang baik.

Marilah anak-anak, dengarkanlah aku, takut akan Tuhan akan kuajarkan kepadamu!

Siapakah orang yang menyukai hidup, yang mengingini umur panjang untuk menikmati yang baik?

Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu; jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, carilah perdamaian dan berusahalah mendapatkannya!

Mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada teriak mereka minta tolong; wajah Tuhan menentang orang-orang yang berbuat jahat untuk melenyapkan ingatan kepada mereka dari muka bumi.

Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka Tuhan mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya.

Tuhan itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya.

Kemalangan orang benar banyak, tetapi Tuhan melepaskan dia dari semuanya itu; Ia melindungi segala tulangnya, tidak satu pun yang patah. Kemalangan akan mematikan orang fasik, dan siapa yang membenci orang benar akan menanggung hukuman.

Tuhan membebaskan jiwa hamba-hamba-Nya, dan semua orang yang berlindung pada-Nya tidak akan menanggung hukuman.

...🕊️🕊️🕊️...

Sesaat setelah pria itu lenyap, sengatan hawa panas tiba-tiba menyergapnya. Sekujur tubuhnya serasa terbakar, serata kulit pada tubuhnya seolah dicabut dari dagingnya. Seketika ia merasa dunia di sekelilingnya seperti mimpi. Kepalanya merayang, jantungnya berdegup kencang, otot perutnya mendadak kram, napasnya memburu tak beraturan---tiba-tiba ia merasa ketakutan.

Gabrielle menghambur kembali ke dalam kamar yang telah dikuncinya namun kini terbuka tanpa sentuhan tangan manusia.

Semuanya terjadi begitu cepat---di luar batas nalar. Tidak seorang pun akan percaya ini terjadi, pikirnya gamang. Aku juga tidak!

Gabrielle membanting pintu kamarnya hingga menutup, kemudian menempelkan punggungnya pada pintu itu dan merosot.

Ini cuma mimpi, katanya dalam hati. Hanya itu penjelasan yang paling masuk akal.

Ia kemudian bergelung di balik pintu dengan tubuh menggigil, sementara keringat dingin membanjir di sekujur tubuhnya. Hatinya betul-betul gentar.

Seluruh emosi negatif dari seluruh penjuru dunia seperti terserap ke dalam dirinya. Ketakutan, kesedihan, keputusasaan, menyergap dirinya tanpa dapat dikendalikan---rasanya seperti mau mati.

Siapa sebenarnya pria itu?

Kenapa aku tiba-tiba takut?

Tidak, batinnya. Aku tidak takut padanya---dia tampan, ramping dan berambut panjang, itu kriteria pria idamanku. Bukan dia yang membuatku takut, tapi sesuatu yang dibawanya---sebuah kuasa besar yang tak terlihat yang menyelubunginya. Sesuatu yang membawa pria itu ke tempat ini dan mendatangiku.

Lebih tepatnya, dari mana pria itu datang---itulah yang membuat kesadaran dan akal sehatnya seperti terhempas ke suatu tempat di mana tak seorang pun dapat menemukannya.

Ia merasa betul-betul sendirian sekarang. Seperti terdampar di suatu tempat yang jauh dari kenyataan dan terjebak di dalamnya tanpa pertolongan. Seakan-akan dunia di sekelilingnya tak pernah ada dan tidak nyata. Dan ia hanya ingin berteriak sekencang-kencangnya. Tapi ia bahkan tak mampu membuka mulutnya.

Mulutnya mendadak terkunci. Rahangnya mengetat dan menegang. Otot-otot pada leher dan pundaknya mengejang. Penglihatannya seketika memburam sekaligus memburai. Pemandangan di sekelilingnya berputar-putar dan bergoyang ke sana kemari seperti perahu karet yang terombang-ambing di tengah pusaran air. Kesadarannya masih terhempas jauh ke suatu tempat yang tak dikenalinya---gelap dan hampa.

...~...

"Tsunami! Tsunami!" Teriakan-teriakan itu keluar dari mulut Gabrielle pada tengah malam buta. Memecah kesunyian, menggema di dinding-dinding, dari rumah ke rumah di sepanjang gang sempit.

"Tsunami!" katanya pada seseorang yang melintas di gang itu dan berpapasan dengan Gabrielle, seorang pemuda kurus berambut ikal, berkulit gelap.

Pemuda itu mengernyit seraya menaikan sebelah alisnya. Ekspresi wajahnya seolah mengatakan, "Dasar sinting!"

"Lihat itu!" Gabrielle berusaha meyakinkan pemuda itu seraya menunjuk langit di sebelah timur. Ia melihat ujung lidah air laut bangkit setinggi langit. Ia bahkan mendengar suara gemuruhnya.

Tapi pemuda itu bahkan tak mau repot-repot menoleh ke arah yang ditunjukkan Gabrielle. Ia hanya mengedikkan bahunya, menyingkirkan tangan gadis itu dan bergegas meninggalkannya.

Dia tidak percaya padaku! batin Gabrielle getir.

"Tsunami! Tsunami!" ia berlari secepat ia dapat dan kembali berteriak, berulang-ulang, menggedor setiap pintu rumah yang ia lewati, berusaha memperingatkan semua orang.

Tapi tak seorang pun menanggapinya.

Ia menyeruak masuk ke dalam gerbang yang di dalamnya terdapat kamar-kamar petak---seperti rumah susun---yang disewakan. Di sana ia melihat banyak orang masih berkerumun, berbincang-bincang dengan orang-orang yang lainnya yang mengikuti pembicaraan mereka dari depan kamarnya masing-masing. Mereka semua menatap Gabrielle dengan ekspresi yang sama dengan pemuda tadi ketika Gabrielle mengatakan bahwa air laut telah bangkit setinggi langit.

"Dia sinting!" seperti itulah ekspresi yang digambarkan wajah semua orang.

Gabrielle tidak ingin buang waktu, mengetahui peringatannya tidak ditanggapi, ia segera berlalu pergi dan berlari kembali keluar. Orang-orang itu menggelegar tertawa.

Gabrielle tidak menggubrisnya, ia terus saja berlari ke jalan raya sambil terus berteriak, "Tsunami! Tsunami!"

Tapi seluruh tempat di sekitarnya terlihat begitu sepi. Meski nampak satu atau dua orang melongok dari pintu atau jendela, pandangan mereka juga terlihat sama.

Tak satu pun mempercayaiku! pikirnya pahit.

Di depan sebuah bangunan sekolah bernama Kanaan, Gabrielle berpapasan dengan dua orang wanita berpakaian kantor lengkap dengan blazer, tampak anggun dan bijaksana, yang langsung mengernyit jijik ketika Gabrielle menghampirinya---Mereka juga tidak percaya!

Gabrielle melihat ujung lidah air laut sudah berjarak lima meter dari tempatnya.

Tidak ada waktu lagi, pikirnya. Ia segera menyisi dari jalan raya, kemudian mendaki sebuah tebing yang tidak terlalu tinggi di tepi jalan. Ia tak yakin apakah tebing itu cukup tinggi untuk menyelamatkan diri dari terjangan tsunami, tapi tak ada lagi yang lebih tinggi dari tempat itu. Jadi ia tetap memanjatnya.

Begitu sampai di puncak tebing yang ia kira seperti pengunungan, ternyata di baliknya terdapat sebuah kolam besar sedalam tiga meter yang dipenuhi orang-orang sedang bermandi lumpur. Ia tidak tahu kolam apa. Ia juga tidak tahu apa yang dilakukan orang-orang di dalamnya. Yang ia tahu mereka terlihat bahagia dan terbuai.

Tidak ada waktu untuk memikirkannya. Tidak ada waktu untuk pergi ke tempat lain. Tapi puncak bukit itu hanya selebar jalan setapak, jika air itu datang, aku bakal terhempas ke dalam kolam lumpur itu, pikirnya.

Sesaat ia juga sempat mencoba memperingatkan orang-orang di dalam kolam lumpur itu, tapi seperti biasa, ia hanya dipandang gila.

Ia berbalik untuk melihat luapan air laut itu sudah sampai di mana, dan terhenyak menyaksikan sejumlah rumah di bawah kakinya ternyata sudah tenggelam.

Air laut itu sudah berada tepat di atas kepalanya, dan...

Bruuuuussshhh!

Air itu menghempas dan menerjangnya.

Bersamaan dengan terjangan badai besar itu, Gabrielle merasakan sepasang tangan melingkar di bahunya.

Byuuurrr!

Air laut turun ke kakinya dan ia tidak terseret sedikit pun. Ia melihat sekilas seorang pria yang memeluknya berambut ikal gelombang sebatas bahu dan berwarna cokelat madu. Ia mengenakan pakaian seperti jubah berwarna putih bersinar. Tapi ia tak dapat melihat wajah pria itu karena ia merunduk untuk melindungi kepala Gabrielle dari terjangan badai.

Begitu pria itu melepaskannya, Gabrielle segera mengangkat wajahnya untuk melihat pria itu. Tapi pria itu telah menghilang. Begitu juga semua orang dan seluruh tempat di sekitarnya. Semuanya telah berubah menjadi lautan---samudera raya yang tak berbatas.

Dan ia hanya sendirian di tengah lautan itu dengan hanya bertumpu pada puncak bukit selebar jalan setapak.

Semuanya lenyap!

Terpopuler

Comments

Kirana Pramudya

Kirana Pramudya

praise to our Lord!

2021-10-16

2

Marina Mare

Marina Mare

gangguan kecemasan tuh

2021-10-02

0

Senja Terakhir

Senja Terakhir

yailahhhh mimpi ini lagi 😩

2021-09-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!