Sesampainya di rumah, Somsi segera menaruh piring-piring itu ke rak piring. Sedangkan kain yang ia bawa tadi, ia biarkan dulu tetap di ember itu. Besok ia akan menjemurnya.
Somsi pergi ke kamarnya. Dia ingin memakai pakaiannya. Dari tadi ia sudah menahan hawa dingin yang menyelusup di bagian tubuhnya.
"Kamu sudah pulang nak?" tanya Bu Watu. Bu Wati melihat putrinya itu sudah ada di rumah. Berarti Somsi telah menyelesaikan pekerjaannya.
"Iya ma."
Somsi menjawab sesingkat mungkin. Dia tidak ingin berbicara dengan embel-embel kata yang berlebihan.
Bu Wati yang melihat Somsi menggigil, menyuruh Somsi untuk memakai pakaiannya. "Ya sudah, kamu cepat pakai pakaianmu. Segera datang ke depan. Mama sudah siapkan semua."
Bu Wati kembali ke kamar. Dia sudah sangat lelah sekali. Pekerjaan yang sudah lama siap harus melakukannya lagi. Itu karena ia terlalu berbicara berlebihan atau karena ia sangat menyayangi putrinya.
"Iya ma, Somsi akan cepat memakai pakaian dan segera datang untuk makan."
Somsi lalu meninggalkan ibu nya pergi memasuki kamar. Di dalam kamar, ia menemui adeknya menyelundup di bawah kasur. Dia pura-pura tidak melihatnya.
Hi hi hi hi hi........
Suara dibuat-buat seperti hantu.
Friska yang gak tahu kalau kakaknya dari tadi sudah mengetahui dirinya di bawah kasur. Masih terus mengganggu kakaknya dengan suara yang ia buat mirip seperti suara hantu.
Tolong....
Suara teriakan Somsi lebih keras mengisi ruangan dari pada suara adeknya.
heheheh, rasain kakak. Kakak takut kan.
Friska mengeledek kakaknya dalam hati. Dia berpikir kalau kakaknya berteriak memang karena merasa takut dengan suara yang ia keluarkan.
Somsi melihat adeknya tertawa seorang diri. Mungkin berpikir kalau ia ketakutan dengan suara Friska. "Dek, kamu ngapain disitu sih?" tanya Somsi.
Friska melongo heran. "Kok kakak tahu saya
disini."
"Ya tau lah dek, kau kan sembunyi di tempat kakak biasa sembunyi. Kakak sudah hapal dengan semua isi kamar ini," ucap Somsi menahan tawanya saat melihat wajah adeknya berubah. Sepertinya Friska kesal dengan apa yang ia ucapkan.
"Kakak curang nih."
Friska meninggalkan kakaknya di dalam kamar dengan memasang wajah kesal lalu pergi kedepan. Ruang yang bisa dilakukan untuk makan, untuk belajar, untuk bercerita.
Seperti biasa, selesai makan mereka akan duduk sebentar saling bercerita. Ada yang menjadi pendengar dan ada yang akan bercerita. Setelah itu mereka akan mengambil kesibukan masing-masing. Somsi dan adeknya akan belajar jika mereka memiliki PR. Tempat itu banyak sejarahnya. Tempat yang lumayan lebih besar dari kamar Somsi dan Friska.
Rumah itu lumayan untuk di tempati. Setidaknya mereka tidak perlu di kolom jembatan atau di jalan sekali pun. Keluarga yang tetap bersyukur meski tidak seenak kehidupan orang lain. Mereka tidak pernah menyerah dengan yang namanya hidup. Prinsip mereka selama ini, uang masih bisa dicari dan kebahagiaan yang paling penting. Tanpa kebahagiaan semua tidak akan bisa di lakukan kalau hati terus-menerus bersungut-sungut dan menyerah begitu saja.
"Eh, kamu sudah keluar nak. Kakakmu dimana kok hanya datang sendiri?" tanya bu Wati. Bu Wati melihat putrinya itu seperti wajah yang sedang kesal.
Pak Nius juga memperhatikannya.
"Iya nak, kakak kamu mana? papa sudah sangat lapar," tanya pak Nius heran.
"Gak tau," ketus Friska.
Friska masih merasa kesal. Dia tidak bisa menahan kekesalannya itu sendiri. Paling tidak ia menunjukkan nya pada orang lain agar orang yang melihatnya tau kalau ia sedang kesal.
Pak Nius dan bu Wati melongo heran dengan sikap putrinya itu. Seperti tidak biasanya putri nya menampakkan wajah murung dan cemberut.
Hahahahah hahahahha ....
Mereka tertawa sama sama.
Friska kaget dengan suara tawa orang tuanya. Dia tambah kesal saat melihat mereka tertawa terbahak-bahak.
Bukannya menghibur malah tertawa.
Somsi keluar dari kamar lalu datang ke depan lalu duduk di sebelah Friska.
Hahahahahahah....
Somsi ikut tertawa melanjutkan tawa orang tua nya.
Ini lagi kok ikutan. Orang lagi kesal malah tambah di ketawakan. Bikin tambah kesal orang saja.
"Mama, papa kalau ikutan ngeledek aku. Aku gak mau makan," ancamnya. Friska sedikit mengancam. Alasan agar mereka membelanya.
"Nyundek nya. hahahhaha." Somsi makin menertawakan adeknya itu. Apa lagi ia merasa lucu sekali saat melihat wajah adeknya sedang murung dan cemberut.
Bukan nya menenangkan adek nya malah dia semakin tertawa.
"Sudah,sudah cukup ketawanya. Mari kita lanjut kan makan," ucap pak Nius. Pak Nius ingin semua berhenti, ia sudah lapar sekali. Ingin rasanya makan.
Semua kembali hening. Sebelum mereka makan, mereka berdoa dulu. Usai berdoa mereka melahap makanan mereka masing-masing.
Selesai makan, Somsi dan Friska mengantarkan piring-piring kotor ke dapur. Mereka kembali lagi ke depan. Mereka melihat orang tuanya sudah membaringkan tubuh.
Mereka juga ikut membaringkan tubuh mereka dengan memberi jarak dari orang tuanya.
"Kali ini siapa yang akan bercerita?" tanya pak Nius melihat mereka satu per satu. Pak Nius melihat ke arah mereka yang akan memulai cerita. Pak Nius sudah tidak sabar lagi. Dia ingin cepat tidur. Besok ia akan menguras tenaganya untuk bekerja.
Friska menunjuk kakaknya. "Kakak pa."
Dengan perasaan senang ia menunjuk kakaknya itu. Dia ingin memberi pelajaran pada kakaknya karena sudah membuatnya kesal tadi.
"Lah kok aku sih, lebih baik kau dek." Somsi balek menunjuk Friska.
Ih kakak ini malah menunjuk Friska, Friska kan sengaja menunjuk kakak.
"Gak, kakak yang pertama aku tunjuk," ucap Friska yang tidak ingin bercerita.
Somsi sebenarnya ingin sekali menceritakan kejadian saat ia membatu sang nenek di jalan tadi. Nenek yang telah ditemuinya dan memberikan sebuah doa untuknya.
Papanya juga mendukung apa yang dikatakan oleh Friska. "Iya, papa setuju dengan Friska."
Bu Wati mengacungkan tangan nya keatas dalam posisi terbaring. "Iya mama juga setuju."
"Iya nih, Somsi akan cerita. Lagian dari tadi Somsi juga mau cerita," ucap Somsi.
Somsi tertawa geli melihat tangan ibunya yang mengacung ke atas.
Somsi melempar senyum pada adeknya itu, yang membuat Friska tambah dan tambah lebih kesal lagi.
Friska yang mendengarnya kakaknya ingin bercerita heran. Sebenarnya ia menunjuk kakaknya agar kakaknya dapat pelajaran karena sudah mempermainkannya dan membuat kesal.
"Ihk, kakak mana bisa bercerita. Palingan ceritanya membosankan," ucapnya melirik dengan mata melotot.
Somsi kembali melempar senyumnya pada adeknya itu hingga kekesalan Friska semakin bertambah.
Ihk malah senyum, gak lucu kali.
Somsi memulai ceritanya.
"Pa,ma aku ingin menceritakan pengalaman ku semenjak aku lahir ke dunia dan mendapati kalian adalah mama papa aku. Banyak sekali yang kita hadapi ma,pa dan juga adek saat-saat kita menempuh kehidupan ini.
Aku dan Friska bukan terlahir dari keluarga yang kaya. Dan bukan juga anak yang seberuntung teman-teman aku dan Friska.
Tetapi kami senang dan bangga pa,ma.... kami bisa di didik oleh orang tua seperti kalian," ucapnya melirik pada ayah dan ibunya. Somsi melanjutkan perkataannya lagi.
"Kalian mengajarkan kami untuk tetap bertahan. Meski kehidupan yang kita lalui sangat berat. Kalian juga tidak lupa memberikan kami nasehat yang baik. Bahkan kami tidak pernah melupakan diri kami bahwa kami adalah ciptaan Tuhan yang harus tetap bersyukur. Kalian selalu mengajari kami sopan santun dan cara berdoa kepada Tuhan. Kalian selalu mengingatkan kami untuk beribadah agar kami selalu diberkati.
Kini kami tumbuh besar ma,pa...terimakasih untuk semuanya."
Bu Wati dan pak Nius tidak berkutik sedikit pun. Mereka terharu dengan penuturan putri nya itu.
Friska juga meneteskan air mata. Dia juga terharu dan tersentuh dengan cerita kakaknya itu. Apalagi ceritanya menyangkut kehidupan mereka.
"Nak, kamu tidak perlu berterima kasih. Itu memang sudah kewajiban kami. Kalian menjadi tanggung jawab kami saat kau dan adek mu lahir ke dunia ini," lirih bu Wati menahan air matanya.
Bu Wati sedih mendengar ceritanya. Ingin menyuruh berhenti tapi penasaran dengan kelanjutannya. Ingin menyuruh lanjut tapi ceritanya sangat menyentuh hati. Sangat sulit menentukan apa yang harus di pilih.
"Iya nak, kami sangat terharu dengan ceritamu itu," lanjut pak Nius. Pak Nius juga merasa kalau cerita Somsi sangat menyentuh hatinya. Dia tidak mengira kalau cerita itu akan menyangkut kehidupan mereka.
"Oh ya pak, ma. Tadi kan Somsi bertemu nenek tua di jalan sedang membawa kayu bakar. Terus Somsi bantu nenek itu. Selesai mambantu, nenek itu mengucapkan terimakasih dan kasih doa sama aku pa ma," ucapnya dengan menyunggingkan senyum. Somsi menceritakan apa yang telah ia dengar dari doa si nenek saat ia selesai membantunya.
"Lalu nak?" tanya bu Wati penasaran. Dia ingin putrinya melanjutkan ceritanya lagi.
"Ya baru kali ini loh ma, Somsi dapat doa. Dari sekian banyak yang Somsi bantu. Mereka hanya mengucapkan terimakasih saja tapi nenek ini beda ma," ucapnya senang.
Bu Wati ingin tau apa yang sedang dipikirkan oleh putrinya itu.
"Wah, bagus itu nak. Semoga doa nenek itu terkabulkan. memangnya dari doa nenek itu apa yang akan kamu simpulkan dan apa yang kamu harapkan?"
"Ma,pa. Aku ingin sekali merubah kehidupan keluarga kita. Aku tidak tega melihat kalian selalu bekerja diladang orang. Apalagi usia kalian akan bertambah. Jika kalian tidak kuat lagi, orang-orang tidak akan memakai tenaga papa dan mama lagi," ucapnya dan tetap melanjutkan ceritanya, "Maka dari doa nenek itu, aku ingin doa itu menjadi kenyataan. Aku akan berjuang ma pa. Berjuang merubah nasib kita. Siapa tau Somsi bisa membahagiakan kalian."
Somsi meneteskan air matanya. Air mata tanda bukti dari janjinya, kalau ia akan menepati janjinya itu.
Bu Wati dan pak Nius sangat terharu dengan kegigihan putrinya yang ingin membahagiakan mereka. Mereka selama ini hanya ingin putri mereka bahagia dan tidak mengharapkan imbalan apapun.
Dia melihat kearah adeknya. Dia tersenyum meski diwajahnya menggambarkan kesedihan.
"Aku juga tidak mau adek sampai putus sekolah. Aku akan buat kehidupan adek berbeda dengan kisah pahit hidupku yang pernah aku lalui saat masa masih kecil hingga besar. Saat-saat kalian kesusahan membayar uang sekolahku ma,pa."
Friska kembali meneteskan air matanya. Dia tidak mengira kalau kakaknya begitu menginginkan kehidupannya lebih baik. Dia juga sangat bersyukur bisa memiliki kakak sebaik Somsi.
"Kak, terimakasih. semoga semua mimpi kakak tercapai."
"Ya dek. Doakan kakak. Percaya sama kakak, kakak akan membahagiakan kalian," ucap Somsi. Somsi terus memegang janjinya itu. Dia tidak ingin sedikit pun berubah.
Friska menghapus air mata yang baru menetes di wajah kakaknya.
"Kesimpulan dari nenek itu yang aku ambil. Kita tidak bisa sukses hanya dengan berdoa saja. Tetapi kita harus berusaha sambil berdoa," ucapnya. Somsi dengan semangat mengatakan kalimat yang baru ia katakan.
"Itu betul nak, semangat ya nak. Doa papa dan mama selalu bersamamu."
Pak Nius juga memberikan semangat pada putrinya itu. Dia juga selalu berdoa agar anak mereka tidak seperti yang mereka alami nantinya. Berharap kalau hidup itu bisa berubah. Roda akan tetap berputar dan tidak selamanya mereka hidup di bawah. Ada kalanya mereka akan hidup di atas juga.
Bersambung......
Tbc
Dukung Author dengan vote, like dan juga komen.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Nurmina Sitorus
sukses
2024-02-24
0
Kayuni"
makasih kakak🥺 doainya Somsinya
2022-03-16
0
NUR(V)
semoga di cerita ini gak ada bawang..... semangat terus somsi ayo berjuang demi keluarga.....
2022-03-16
0