Somsi telah menjumpai orang yang akan memasukkan dia. Dengan melakukan segalanya untuk bisa masuk kesana. Somsi pulang, dan memasuki rumah. Disana bu Wati sudah memperhatikan kedatangannya. "Eh, kamu sudah pulang nak?" tanya bu Wati.
"Iya ma. Somsi sudah pulang," jawab Somsi.
Sebenarnya Somsi ingin menghindar tapi tidak bisa ia lakukan. Ia tidak mungkin meninggalkan ibunya pergi begitu saja. Setidaknya ia membalas pertanyaan ibunya itu.
Usai menjawab ia segera pergi.
Ia ingin segera mandi. Dari tadi ia sibuk dengan urusannya. Kakinya juga sudah sangat pegal dan terasa sakit. Setelah pulang ke rumah kakinya masih terasa sakit. Ia meluruskan kakinya sebentar. Mungkin karena seharian berjalan menyusuri tiap-tiap jalan.
Bu Wati melotot melihat Somsi yang ingin pergi. "Hei, kamu langsung pergi sih nak. Gimana kamu dapat kerja yang bagus gak. Terus kerja nya dimana," tanyanya dengan senyum bahagia.
Bu Wati penasaran dengan pekerjaan yang di lamar Somsi. Apa kah putrinya masuk atau tidak.
"Ma, Somsi lelah ma. Dari tadi aku mondar-mandir cari pekerjaan tapi gak ada yang mau menerima," kesal Somsi pura-pura.
"Kok bisa, siapa yang gak mau menerima putri mama. Apa sih kekurangan kamu nak. Kamu itu cantik, pintar, dan mama yakin kamu punya skill dalam bekerja," umpat bu Wati sangat kesal. Dengan perasaan tidak suka dan
ia terus berceloteh. Sampai Somsi tidak bisa melawannya bicara dan terpaksa mendengar suara ibunya terus bergeming di telinganya.
"Mama...... Itu menurut mama sih. Kalau menurut mereka Somsi jelek, dekil, hitam, hidup lagi," lirih Somsi.
Somsi membuat alasan agar ibunya tidak usah membanggakan nya terlalu berlebihan. Dia juga tidak sepandai yang ibunya bilang. Itu lah yang ada di pikirannya saat ini. Kalau ia pintar dan punya skill, mungkin tamat sekolah ia langsung di tawar bekerja di mana pun ia suka. Ini tidak ada, yang pasti Somsi bukan seperti yang bu Wati pikirkan.
Bu Wati melongo heran. " Siapa nih orang yang mengatakan kamu jelek, dekil, hitam apa lagi.... biar mama kasih sambal cabe rawit ke mata nya. Biar dia bisa buka mata lebar-lebar. Berani sekali bilang putri mama begitu," kesalnya ingin berceloteh kesana sini.
Somsi mendelik mendengarnya. "Wah mama ajarin Somsi berbuat jahat ya ma."
"Eh bukan itu kok maksud mama. Mama bukan mau ajarin putri mama yang cantik ini berbuat jahat. Mama hanya ingin memberitahu kamu saja, kalau kau tidak usah kuatir. Toh kau akan dapat pekerjaan nanti," jelas bu Wati. "Mama hanya marah kepada mereka. Meski kita tidak sekaya mereka, bukan berarti kita tidak bisa atau tidak mempunyai skill sama sekali. Mama melihat mereka seperti menghina putri mama yang super cantik ini."
Bu Wati selalu memuji Somsi, dengan perasaan bosan mendengar mamanya terus berceloteh. Ia tidak bisa mengatakan sesuatu. Somsi menahan tawa karena sikap ibunya. Orang yang super rewel dan plus cerewet. Ia juga tidak mengira kalau ibunya akan mengatakan itu.
"Karena mama dari tadi sangat cerewet. Mama harus memasak makanan kesukaan aku hari ini," sergah Somsi.
Bu Wati melongo heran. "memang nya apa salah mama... mama kok seperti dikasih hukuman."
"Hahahaha. Itu memang hukuman buat mama." Somsi tertawa melihat mama nya seperti patung tak bernyawa. Dia mengatakan hal itu, agar ibunya berhenti bicara. Dia sudah capek mendengar ibunya dari tadi asik bicara.Dengan mengatakan itu, dia bisa menutup mulut ibunya tanpa harus membentak apalagi untuk menyakiti hati ibunya. Mendengar perkataan Somsi membuat bu Wati tidak bisa berkutik lagi.
Bu Wati dari tadi sudah siap memasak. Semua makanan sudah dihidangkan di lantai. Mereka tidak punya meja makan untuk mereka duduki bersama saat makan. Merek hanya bisa makan seperti itu. Dia juga kesal kepada putrinya. Dengan menyuruhnya memasak lagi berarti akan ada satu pekerjaan lagi yang harus dia lakukan. Putrinya menyuruhnya lagi untuk memasak. Sebenarnya Bu Wati mengijinkan Somsi untuk mencari pekerjaan bukan karena ia dari dulu ingin putrinya bekerja, tapi karena kepedulian Somsi kepada keluarga lah yang membuat bu Wati bangga.
Huu dari tadi aku sudah siap memasak. Karena anak ini, aku harus memasak lagi. Kalau saja kamu bukan putriku. Akan kupanggabg kau habis-habisan.
Bu Wati berkutat dengan bahan-bahan masakan. Dia tampak fokus dengan setiap pekerjaan yang ia lakukan. Dia akan memasak makanan yang di sukai oleh putrinya. Bilang saja itu kata semangat buat putrinya agar tidak gampang menyerah.
Bu Wati juga membuat secangkir kopi untuk pak Nius dan dua cangkir susu untuk putri kesayangannya. Persediaan untuk satu minggu ini masih ada. Untuk minggu berikutnya bu Wati bingung, dia sudah tidak tau lagi dari mana mereka akan mendapatkan uang nanti. Bu Wati ingin Minggu berikutnya bisa membeli persediaan rumah.
...****************...
Dikamar, Somsi sudah menyiapkan berkas-berkas yang akan dia berikan nanti kepada Ka borusaragih. Dia melihat lembaran nilainya. Ternyata aku pandai juga, ini buktinya nilai aku lumayan bagus.
Somsi memang anak yang pintar. Dia selalu mendapat juara dikelas. Juara olimpiade juga dia dapat. Banyak sertifikat dari hasil juaranya. Tetapi sayangnya ia bukan terlahir dari keluarga yang kaya. Dia tidak bisa mengembangkan skill yang ia punya selama ini. Setelah menyiapkan berkas-berkas itu, ia pergi ke kamar mandi.
Di rumahnya, Mereka hanya punya satu kamar mandi. Dari dulu mereka mandi di sungai. Mereka bisa memiliki kamar mandi itu karena dari bantuan pemerintah. Mereka memberikan bantuan kepada setiap orang yang tergolong sangat rentan miskin. Mereka adalah salah satunya. Dengan bantuan itu, mereka tidak perlu lagi pergi ke sungai untuk mandi, cuci piring dan lain sebagainya.
Tidak lupa Somsi mencuci piring dan mencuci kain mereka semua. Jika dibiarkan beberapa hari, kain itu akan menumpuk.
Somsi melongo heran. Wah...banyak juga nya piring-piring kotor. Mana air mati lagi. Gimana nih.
Somsi merasa bingung harus kemana. Jalan satu-satunya adalah pergi pergi ke sungai untuk mengerjakan semua itu.
"Ma, Somsi pergi ke sungai. Persediaan air sudah sedikit. Kalau papa pulang bekerja, papa bisa memakai air itu," teriak Somsi. Dia tidak ingin ayahnya harus pergi lagi ke sungai untuk mandi. Apa lagi ayahnya pulang saat sudah gelap sekali.
"Iya nak." Ibunya mengijinkannya pergi. Dia juga tidak ingin kalau suaminya pergi ke sungai.
Somsi membawa piring dan juga kain kotor. Dia meletakkan piring kotor di atas baju kotor. Tidak lupa ia memisahkan baju dan piring
Dengan menempatkan dalam ember yang berbeda ukuran.
Dua junjungan ember sudah di kepala dengan di pegang satu tangan Sedangkan tangan yang lain memegang ember sabun.
Beberapa menit perjalanan harus di lalui dari rumah ke sungai.
Somsi akhirnya sampai. Kira-kira jarak nya hanya 10 meter. Bagi orang kota, itu sudah termasuk jauh. Somsi menurunkan junjungan ember ke bawah tempat ia akan mencuci kain dan piring. Meletakkan dibagian kayu yang sudah siap untuk mencuci kain. Tidak lupa ia memberi deterjen untuk baju yang sudah ia rendam. Dia mencuci piring pertama dari pada mencuci kain.
Sup.....
Suara lemparan batu ke sungai. Somsi melihat ke arah sumber air yang bergerak. Ia mulai takut dan cepat-cepat melakukan pekerjaan nya.
Ba............
Somsi terlonjak kaget mendengar seseorang yang memegang punggung nya tiba-tiba. Somsi berbalik dan menjatuhkan orang yang telah berani memegang punggung nya itu.
Sur....
Suara tubuh manusia terjatuh ke sungai.
"Siapa kamu?" Somsi bertanya pada seseorang yang masih tercebur ke sungai.Tiba-tiba orang itu menaikkan kepalanya diatas air. Somsi sudah siap ingin melemparnya dengan semua sisa makanan yang ia kumpulkan saat mencuci piring. Tapi ia terkejut melihat siapa orang itu.
"Kamu, kenapa kamu ada di sini. Buat aku takut saja."
Dasar orang tidak punya pekerjaan. Datang hanya menggangu orang saja. Kalau tadi aku melemparnya pakai air cabe dari sisa makanan ini, sudah pasti matanya akan perih.
"Hahahha maaf, saya buat kamu kaget." Dia adalah Bram. Dari dulu dia suka usil kepada Somsi. Dia selalu melakukan berbagai cara untuk mengusili Somsi.
Kenapa sih dia asik mengganggu aku. Dari dulu sifatnya tidak bisa hilang. Sudah besar masih saja punya sifat seperti anak-anak.
"Kamu kenapa diam. kamu suka ya sama aku?" Bram melempar pertanyaan konyol yang membuat Somsi merasa jijik.
Ini anak tingkat kepedean ya tinggi juga.
"Suka samamu, ogah banget. Jangan geer. Aku diam bukan berarti tanda suka samamu!" bentak Somsi.
"Hahahah muka kamu merona tuh." Bram selalu saja punya akal dalam berbicara. Dia tetap tidak mau berhenti mengusili Somsi sebelum Somsi sendiri menyerah.
Somsi yang mendengarnya mulai panas. Dia kehilangan kendali. Dia membentak Bram lagi.
"Kalau kamu gak punya kerjaan, pulang saja. Jangan suka usilin orang!"
"hehehhe kamu kok marah sih, aku mau bantu kamu saja. Sini berikan aku sabun mu. Kamu cuci kain itu," ucap Bram lalu menarik piring itu dari tangan Somsi.
Bram sendiri kaget dengan Somsi yang sudah membentaknya. Dia mengira kalau Somsi masih seperti dulu, yang hanya diam tanpa melawan. Tanpa berpikir panjang Somsi langsung memberikan sabun itu. Hal itu tidak merugikannya sama sekali. Malahan itu adalah keberuntungan baginya.
"Kamu tambah hitam, hehehhe." Bram masih sempat-sempatnya berbicara. Dia tidak takut apa kalau dia sudah membangkitkan harimau yang sedang tidur.
"Masalah mu apa?" Somsi ingin melayangkan tinju nya pada orang yang bersama nya saat itu. Tetapi dia mengurungkan niat nya.
"Gak, tapi kamu tambah cantik," ucap Bram menggoda Somsi. Bram dari tadi tidak mau diam. Dia selalu saja buat cara untuk membuat Somsi tidak diam saja.
Somsi melongo heran. "Apaan sih dari tadi gombal. Gak lucu tahu."
Somsi sangat kesal dan ingin segera pergi meninggalkan orang yang sudah mengganggunya dari tadi.
Di tengah keasikan mereka dalam berbicara, Siti teman Somsi datang menghampiri mereka. "Hei, kalian sedang apa? romantis bangat," ucapnya. Sama halnya dengan Bram. Siti juga suka usil pada Somsi. Siti mengeledek dua orang yang ia hampiri, Bram dan Somsi.
"Iya, aku kan pacar nya," ucap Bram. Tanpa rasa malu ia mengatakannya.
Somsi yang mendengar ucapan Bram melemparkan baju yang ia cuci tepat pada wajahnya. "Kamu bisa jaga omongan mu gak? kalau gak bisa jaga mulutmu lebih baik pulang saja atau kau mau mulutmu itu dilem. Supaya tidak ribut."
Apakah dia sudah punya kebiasaan buruk ya... dari tadi gak mau diam atau jangan-jangan dia kurang kasih sayang dari orang tuanya lagi.
"Hahahaha, kamu dari tadi marah saja. Gak bagus loh, nanti cepat tua," ngeledek Bram. Bram masih lagi dan lagi mengeledek Somsi.
Somsi tidak menjawab. Dia fokus pada kain yang sedang ia brush. Dia ingin segera pergi meninggalkan teman masa kecil nya yang super usil itu.
"Aku bantu yah Som. Bosan gak ada kerjaan. Masa hanya lihat kalian adu mulut gitu," lirih Siti menawarkan bantuannya. Dari tadi memang ia sudah ingin sekali membantu Somsi. Apa lagi ini adalah pertama kalinya ia mencuci kain. Di rumahnya sendiri mereka punya pembantu.
Siti membantu Somsi mencuci kain. Dia mengucek kain itu seperti yang di lakukan oleh Somsi.
Semenjak kedatangan mereka. Pekerjaan itu sudah mulai terasa ringan baginya dan akan cepat selesai. Bram selalu melirik ke arah Somsi diam diam.
Somsi yang melihatnya pura-pura tidak tahu saha. Dia tidak ingin mencari masalah lagi. Dia ingin pekerjaannya cepat selesai lalu meninggalkan mereka disana.
Piring dan baju Somsi yang ia bawa semua sudah bersih. Kemudian ia menyuruh Bram untuk mengangkat ember itu pada kepalanya. Junjungan baju dan piring itu sudah bertambah berat dari sebelumnya.
Somsi mengucap terimakasih kepada Bram dan juga Siti. Siti juga ikut pulang bersama dengan Somsi. Lain dengan Bram yang masih tinggal di pinggiran sungai memperhatikan Somsi dari belakang.
Dia tambah cantik.
Di tengah perjalanan Somsi dan Siti berjalan bersama ke rumah masing-masing. Ada nenek tua yang sedang berjalan membawa kayu bakar. Somsi yang melihat nya merasa kasihan lalu menurunkan junjungan ember diatas kepala nya dibantu oleh Siti.
"Sit, aku minta tolong samamu. Tolong tunggu disini. Jaga baju dan piring ku agar tidak kotor. Aku mau membantu nenek itu membawa kayu bakar nya," jelasnya.
Siti menganguk. Iya Som."
Somsi menghampiri nenek tua itu dan membawa kayu bakar milik nenek, kerumah nenek tua itu. Sebuah gubuk yang sangat kecil tempat dimana nenek itu tinggal.
"Makasih ya cucuku. kamu sangat baik. Semoga suatu hari nanti kau menjadi orang yang sukses dan jika kau sudah sukses jangan pernah sombong," ucap Nenek tua itu. Nenek tua itu hanya memberikan doa saja. Da tidak punya uang atau yang lain yang bisa ia berikan selain doa.
Kata-kata yang di ucapkan oleh nenek tua itu sangat menyentuh hati Somsi. Somsi sangat senang sekali bisa mendapatkan doa dari sang nenek.
"Terimakasih banyak nek. Doa nenek selalu yang terbaik buat aku."
Somsi menyunggingkan senyum tulusnya. Kemudian meninggalkan nenek tua itu lalu pergi. Dia melihat Siti masih menunggunya. Siti membantu Somsi mengangkat ember itu keatas kepalanya. Somsi menceritakan apa yang di ucapkan oleh nenek padanya.
"Sit, aku senang sekali. Baru kali ini aku mendapat doa dari sekian banyak orang-orang yang aku temui. Biasanya orang-orang hanya mengucapkan terimakasih. Tapi nenek ini bukan hanya mengucapkan terimakasih saja, dia juga memberikan aku sebuah doa yang tulus," ucapnya senang.
"Wah bagus dong. Semoga doa nenek itu terkabulkan. Amin." Siti senang mendengarnya. Dia juga berharap semoga Somsi mendapat perubahan nanti.
Somsi dan Siti melanjutkan perjalanan mereka ke rumah masing-masing. Somsi belum lupa dengan apa yang sudah ia dengar dari mulut si nenek yang telah ia bantu. Dia berharap semoga doa si nenek suatu hari nanti memang kenyataan. Dia juga ingin sukses dalam karir, membahagiakan orang tuanya dan memenuhi kebutuhan adeknya.
Bersambung......
Tbc
Dukung Author dengan vote, like dan juga komen.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Nurmina Sitorus
sangat menarik
2024-02-24
0
Rahma AR
🥰
2022-03-24
0
NUR(V)
amiin semoga terkabulkan ya somsi...
2022-03-16
0