...“Wajah-wajah dilapisi kebahagiaan, tak bsia mengelak kalau aku tetap ingin seperti ini, ukhuwah indahku.”...
🥇🥇🥇
Cantika ternyata tidak menarik diri dari mereka, saat ini sedang makan bakso di sekitar kawasan sekolah.
“Can, sebentar habis dari sini, mau ke mana?” Wardah bertanya, penasaran.
“Langsung balik sih ke rumah, kenapa?” Justru Cantika balik bertanya.
“Sebentar sore teman cowok pada mau lomba sepak bola. Mau ikut nggak?” Tawar perempuan itu.
“Boleh..boleh, jam berapa?” Menimpali sangat antusias.
Tidak tahu kenapa sangat bahagia, diajak dan di perhatikan oleh teman sendiri walau dengan sikap cuek di berikan oleh Cantika.
“Sore, jam empat. Nanti kita datang jemput eh?” Kali ini Nila yang berseru senang.
Tahu temannya mau berbicara dan ikut mereka nanti sore, sangat senang. Sudah lama merindukan sosok Cantika yang berbaur dengan mereka, bukan mengurung diri dalam sepi dalam kelas atau duduk melamun di tangga.
Dia memberikan kode jempol, ok. Setelah selesai makan, mereka duduk santai dulu di rumah Nining ditemani obrolan kecil serta tawa-tawa menghiasi.
Tidak dengan Cantika, hanya menimpali dengan senyum tipis sambil melihat keasikan teman-temannya itu. Lagi, tidak pernah di permasalahkan, kenapa selalu menjadi pribadi sangat tertutup.
Oh, iya, saling mengingatkan, tadi dalam kelas, sebelum datang ke tempat bakso, sambil jalan kaki ke sana .. “Eh, nanti sebentar kerja PR tadi kah?” Kata Nining mengingatkan yang diangguki cepat oleh mereka terkecuali gadis itu, hanya menimpali senyum tipis.
Dan, sekarang mereka lagi mengerjakan tugas dari guur tadi di sekolah dengan wajah serius.
Tidak bisa terbayangkan, telah mendapatkan ukhuwah sweet dari teman-temannya yang berwajah tulus mengaromakan kekeluargaan berada dalam kelas multimedia.
Terharu.
Kali pertama mendapati pertemanan tulus selain Elvira.
Tapi kenapa selalu memberikan sikap dingin, datar pun irit bicara dengan mereka?
“Ning, kita pamit eh? Ingat, sebentar sore harus ikut!” Kata Neli, pamit dengan nada ngacam tapi sedikit ada canda.
“Haha, apaan sih kau Nel. Iya..nanti saya ikut kok, asal kalian ingat jemput.” Nining membalas dengan terkekeh.
Pulang ke rumah tak henti mengucap syukur dalam batin, bisa mendapati pertemanan dengan mereka sangat tulus, ikhlas juga harmonis.
Kalau berkumpul dengan mereka, Elvira bisa memahami hal itu, tidak bisa datang ke rumah sekedar main beberapa menit doang. Kadang sahabatnya yang mendatangi rumahnya Cantika, kalau ada keperluan belanja di pasar buat kebutuhan warung di rumahnya.
Cantika tidak bisa banyak istirahat, kalau ketiduran bakal gagal ikut nonton pertandingan tersebut. Jauh lebih menyibukkan diri dengan benda pipih, menggulir beranda facebook.
Tidak terasa sudah sore dan mereka sudah pada menunggu depan rumah, sesuai janji, di jemput di rumah. Gadis itu pun mengeluarkan motor dari dalam pagar rumah.
“Tan, pamit dulu. Anaknya pinjam bentar, tidak lama-lama kok, assalamualaikum.” Ucap Nila lalu mencium punggung tangan beliau yang diikuti oleh lainnya.
Kebetulan Nining rumahnya berdekatan dengan lapangan, jadi orang paling terkahir di jemput. Setelah merasa komplit, langsung menuju lapangan.
Eh, kok sudah ada Randy di sana? Tiba-tiba saja teman curhatnya itu melempar senyum samar, apa takut ketahuan teman cowok makanya langsung mengalihkan pandangannya ke tempat lain?
Cantika gemas sendiri, tanpa sadar senyam-senyum, salah tingkah.
Serius tanya, cowok itu kok bisa buat hati Cantika salah mengartikan dengan segala bentuk perhatian juga senyum sulit dijabarkan. Karena tahu porsi buat jatuh cinta bagi Randy bukan semasa sekolah, lantas kenapa ada dentum-dentum aneh itu sih.
Yang lain sudah pada sibuk ngambil tempat duduk, di sediakan oleh panitia lomba.
“Eh, kita duduk di sana sudah? Dekat tuh sama teman cowok.” Kata Nining.
Ada guru bahasa inggris juga ikut menonton pertandingan itu. Sesekali ngobrol ringan dan tak lupa selfie.
Oh iya, penasaran, kenapa Randy tidak ikut serta dalam perlombaan futsal? Apa memang bukan tim sparta yah?
Ini pengalaman pertama Cantika, datang nonton pertandingan futsal. Biasanya saja hanya jalan ke suatu tempat hits jayapura dengan teman SMP tapi untuk kali ini berbeda.
Sejak kembali berbaur dengan mereka, ada banyak hal-hal manis di tawari tanpa sengaja yang tidak lagi mengurung diri dengan sepi.
“Tik, mereka itu sudah tulus sama kamu, kenapa masih dingin sih?” Sempat Elvira menegurnya dengan ekspresi greget pengen sentil jantung sahabatnya sendiri itu.
“Loh, kamu tahu dari mana?” Yang dibalas bingung dari gadis itu sendiri.
“Tahu toh! Waktu mau jemput kamu di kelas, tidak sengaja lihat kamu lagi sibuk dengan duniamu, padahal mereka sudah berusaha masuk ke pintumu, tapi selalu saja tertutup dengan sikap cuek dan datarmu itu.” Cetus Elvira, berdecak.
Cantika langsung meringis. Ternyata selama ini sahabatnya diam-diam memerhatikan kah?
“Can, tidak mau minum kah?” Tawar Wardah, membangunkan dia dari lamunan.
“Hm, nanti saja, thanks?”
Lalu kedua bola mata itu melihat ke arah minuman yang ada dalam kardus, sekilas lalu kembali melihat ke arah lapangan dengan pikiran yang bertumpuk persoalan penilaian Elvira soal sikapnya yang sangat tertutup itu.
🧭🧭🧭
Pertandingan yang berlangsung itu tidak buat arah bola mata Randy fokus ke lapangan melainkan curi-curi pandang ke gadis itu yang lagi sibuk ngobrol bersama teman-teman ceweknya.
Sebentar, ada irama bersiul beda dalam hati, saat tak sengaja melihat ke arah wajah yang tertawa tipis itu. Lalu dengan kuat menggeleng, membuang semuanya begitu tegas.
Tidak! Harus fokus belajar. Gumam Randy.
Fandy yang sadar akan hal ganjal itu, “Ran, kayaknya kamu cocok pacaran sama Cantika.” Mengusulkan dengan asal.
“Ah, sembarang saja.” Yang di tolak mentah oleh Randy.
Hanya terdengar kekehan geli dari Fandy. Tidak mau bertanya apa yang lucu? Cowok itu memilih buat buang muka dan pura-pura fokus nonton pertandingan, padahal pikiran tidak lagi di sana melainkan perkataan juga perasaan sedang berkecamuk.
Benar kah saya jatuh hati dengan sahabat sendiri? Pikir Randy lagi, sangat kalut.
Kalau tidak, kenapa bisa menjawab pertanyaan Fandy dengan perasaan gugup?
“Buktinya, Cantika dari tadi lihat kamu trus dari sana.” Fandy menunjuk ke arah gadis itu menggunakan dagu.
“Mana? Serius kah?” Sedangkan Randy tidak percaya.
Jujur, sangat gusar tahu ada perasaan aneh selalu mengusik hati, akan tetapi sebisa mungki buat menghiraukan hal tersebut.
Cowok itu juga tidak pernah merasakan jatuh cinta, karena semasa SMP masuk sekolah pesantren hanya di kelilingi sahabat cewek, tidak melebihi dari kata sahabat, titik.
Tapi, untuk kali ini, bersama dengan Cantika lewat curhat-curhat di balik SMS juga ditarik tiba-tiba oleh Nila untuk menghibur gadis itu karena baru putus dari sang kekasih, kok sekarang Randy merasakan ada yang beda?
Apa yang sudah gadis itu berikan, sampai tidak bisa mengartikan irama-irama aneh berada dalam hati? Padahal sekedar teman curhat, kenapa bisa melampaui kalimat sahabat?
Harus bisa kasih nilai terbaik adalah prinsip utama Randy saat masuk smk. Seriusan, tidak bohong dan buat pacaran, tidak ada pemikiran ke sana.
Tapi, bertemu dengan Cantika, berubah secara pelan-pelan. Pikirannya terganggu dengan kehadiran gadis itu.
Pun, teringat dengan saudara yang jauh lebih unggul, kebanggaan keluarga, memicu Randy buat tidak boleh gagal bawakan nilai bagus di rumah.
Jadi, tolong Cantika kenapa tidak mau pergi dari pikirannya agar keinginannya yang juga mau berada di posisi saudaranya itu? Di akui oleh keluarga, kalau ia bisa jadi anak yang dibanggakan selain abangnya.
Kalau seperti ini terus, bisa-bisa tidak fokus buat mengejar mimpinya, diakui oleh keluarga sendiri.
Tidak ada yang salah dari jatuh cinta, tapi harus bisa jaga porsi rasa itu. Tiba-tiba ada kalimat yang membisik dalam batin Randy, sedikit menenangkan kegusaran diri.
Boleh saja tidak berada dalam ikatan pacaran, sebisa mungkin cowok itu menahan perasaan aneh yang pertama kali hadir dalam hati.
Pun, harus tetap berdiri pada prinsip utama, membahagiakan orangtua dengan nilai-nilai terbaik di sekolah.
Setelah melewati pertandingan, Randy tidak begitu menikmati selain gusar sendiri, bertengkar dnegan hati seorang diri. Melihat mereka pada bersorak riang, untuk singgah di salah satu tempat makan dekat sekolah, tim sparta menang.
“Pertandingannya kalian tadi bagus sekali! Berarti besok final nih?” Seru Nila.
Memang, baru masuk final dan uang buat traktir mereka dari tim sparta, pribadi. Solidaritas.
Diam-diam Cantika begitu senang, bisa menatap bola mata teman curhat pemalu itu sebelum balik ke rumah masing-masing.
“Haha..tenang, kalau tim menang, kita traktir kalian makan.” Timpal Raka, selaku kaptem tim futsal.
“Beh, enak apa makan gratisan.” Celetuh Wardah.
Biar untuk saat ini makan dengan uang masing-masing, yang bukan berarti teman-teman multimedia matre melainkan menghargai dan mendukung dengan cara datang menonton pertandingan mereka. Kalau pun memang di traktir, bersyukur, rejeki tidak boleh di tolak.
Kok, sejak masuk dalam warung, memerhatikan Randy tidak banyak bicara selain menimpali lewat senyum? []
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments