Masa Lalu

Ibunya Adila terlihat menarik nafasnya. Lalu ia berkata lagi.

"Empat tahun berlalu Ibu dan Ayah menjaga mu dengan penuh kasih sayang dan penuh perhatian. Lalu, akhirnya Ibu bisa hamil. Tetapi, waktu ibu hamil 5 bulan, ayah mu meninggal dunia, ayah meninggalkan beberapa petak tanah untuk melanjutkan hidup kita sampai ibu bisa menguliahkan mu sampai sekarang walaupun kamu juga membantu dengan bekerja sambil kuliah dan Ibu bisa menyekolahkan Adik mu. Pada saat ibu ditinggal oleh ayah mu, ibu melakukan semua aktifitas sendirian dan membesarkan kalian berdua sendirian, tapi ibu sangat bersyukur masih memiliki kalian berdua. Tahun demi tahun kalian tumbuh dewasa, usia kalian selisih lima tahun. Walaupun begitu, tubuh adik mu lebih besar dan lebih tinggi dari kamu," Tuturnya. Air matanya tak lagi mampu ditahan.

"Adila, kamu adalah bukan anak kandung Ibu dan Ayah. Yang anak kandung Ibu dan Ayah adalah Gilang. Tapi percayalah, Ibu tetap menyayangi mu, Nak. Maafkan ibu yang telah menyembunyikannya dari kamu," Sambungnya.

"Ibu tidak perlu minta maaf, Bu. Kamu adalah Ibu ku satu-satunya dan Ayah adalah ayah ku satu-satunya. Sampai kapan pun kalian adalah orang tua ku," Ucap Adila. Air matanya membasahi seluruh wajahnya.

"Terimakasih, Nak...," Ucap Mama nya.

"Adila, carilah orang tua kandung mu. Cari mereka di kota Y, kemungkinan besar orang tua kandung mu masih di sana. Mungkin mereka sampai saat ini masih mencari mu, Nak. Mungkin dulu mereka tidak tahu dimana Ibu dan Ayah tinggal," Tutur Ibu nya. Adila tak lagi mampu berkata apa pun.

"Adila, nanti pergilah ke rumah. Cari kotak di atas lemari pakaian Ibu, di dalam kotak itu ada beberapa barang yang orang tua kandung mu beri pada mu waktu kamu dititipkan pada Ibu dan Ayah. Mungkin barang itu bisa membantu mu menemukan orang tua kandung mu, Nak," Tuturnya.

"Ibu, aku tidak akan mencari orang tua kandung ku. Orang tua kandungku hanya Ibu dan Ayah," Ucap Adila.

"Kamu tidak boleh seperti itu, Nak. Ibu tidak suka anak Ibu membantah," Ucap Ibu nya.

"Adila, anak perempuan Ibu satu-satunya harus jadi anak baik. Ibu tau Adila kan anak baik. Adila, sampai kapan pun tetaplah jadi anak yang baik dan hormat pada orang yang lebih tua ya, Nak !" Tuturnya.

"Iya, Bu," Sahut Adila.

"Adila, jaga Adik mu ya, Nak !. Tetap lanjutkan kuliah mu ya, Nak !. Berjanjilah pada Ibu, kamu pasti akan menjadi orang yang sukses di masa depan nanti !" Perintah Ibu nya. Adila hanya mampu menganggukkan kepalanya, air matanya semakin mengalir deras.

"Nak Gibran," Ibu nya Adila memanggil ku.

"Iya, Bu," Sahut ku.

"Kamu sudah punya Istri ?" Tanya nya. Aku hanya menggelengkan kepala ku.

"Selagi kamu belum menikah. Ibu minta tolong, Ibu titip Adila pada mu dan bantu Adila dalam menjaga Adiknya serta bantu dia mencari Ibu kandungnya!. Tetapi, jika kamu nanti sudah menikah, terserah kamu mau menjaganya dan membantunya atau tidak," Sambungnya.

Aku hanya bisa menganggukkan kepalaku.

"Ibu yakin, kamu adalah laki-laki yang baik dan penyayang. Ibu yakin tidak salah pilih orang untuk menjaga Adila," Ucapnya penuh keyakinan. Nafasnya sudah tersendat-sendat.

"Adila, jaga dirimu," Ucapnya. Suara alat pendeteksi jantung pun berbunyi panjang tanda bahwa pasien nyawanya sudah diujung ubun-ubun.

Adila memanggil-manggil Ibunya, tetapi tidak ada respon. Aku pun memanggil dokter. Tidak butuh lama dokter memeriksa Ibu nya Adila, ternyata Ibu nya Adila tidak dapat di selamatkan.

Adila begitu histeris, ia menangis seraya menggoyang-goyangkan tubuh orang tuanya. Adila belum bisa menerima kenyataan. Atika yang berada di belakang Adila, ia pun menenangkan Adila sekuat tenaganya. Karena tidak mampu menahan tangisannya, dan karena tidak percaya sehingga Adila pingsan. Aku pun mengangkatnya dan membawanya keluar dari ruangan itu, kemudian membawanya ke ruang rawat.

****

Satu bulan telah berlalu sejak kepergian orang tua Adila. Dia begitu sangat murung, apalagi di tambah dengan adiknya yang kondisinya masih kritis, belum juga menandakan adanya perubahan bahwa adiknya itu akan sembuh.

Adila sekarang tinggal di kost-kostan yang biasa ia tinggali. Rumah nya yang ada di kampung telah ia jual, dan satu petak tanah yang tersisa juga ia jual untuk biaya pengobatan adiknya. Ditengah-tengah kesibukannya kuliah dan bekerja di salah satu restoran, ia juga menyempatkan datang menjenguk adiknya di rumah sakit yang ada di kota J.

****

Pagi ini, Adila pergi melihat adiknya yang sedang kritis. Ia berdiri bersandar di depan pintu kamar ICU.

"Ya tuhan, bantu aku," Ucap Adila.

"Kemana aku harus mencari uang untuk biaya hidup ku, kuliah ku dan biaya perawatan adikku. Jika hanya mengandalkan gaji dari hasil kerja ku saja tidak akan cukup," Ucapnya lagi.

"Duar," Atika mengejutkan Adila.

"Kenapa murung ?" Tanya Atika. Adila hanya tersenyum.

"Loh, Kak Gibran ikut kesini juga nya," Ucapnya setelah ia melihatku.

"Kamu melihat Gibran ya ? Mana ? Aku kok tidak melihatnya ?" Tanya ku untuk membuatnya tidak murung lagi.

"Jangan bercanda, Ka," Ucapnya.

"Maaf deh, maaf," Ucap ku.

"Kok enggak masuk ?" Tanya ku pada Adila. Adila hanya tersenyum saja pada ku.

"Permisi, dengan nona Adila ?" Tanya Suster yang baru saja datang menghampiri kami.

"Iya, saya Adila," Sahut Adila.

"Begini nona Adila, pasien kritis yang bernama Gilang Prasetya kan sudah satu bulan dirawat di rumah sakit ini," Tutur Suster.

"Jadi, jika nona Adila ingin melanjutkan merawat pasien di rumah sakit ini, nona Adila harus membayar biaya rawatnya di awal dulu," Sambungnya.

"Berapa biayanya, Sus ?" Tanyanya.

"Senilai xx rupiah," Ucapnya

Adila terdiam sejenak setelah mendengar perkataan suster. Aku tau bahwa ia tidak memiliki uang lagi.

"Pasien akan tetap lanjut di rawat disini. Masalah biaya nanti saya yang akan bayar," Ucap ku tanpa rasa ragu.

"Baik, Pak," Sahut Suster.

"Kalau begitu saya permisi," Sambungnya. Lalu suster itu meninggalkan kami bertiga.

"Kak, kenapa Kakak menyetujuinya ?. Jumlah uang segitu banyaknya, Kak mau cari dimana?. Kakak kan hanya seorang Dosen pengganti di fakultas Teknik saja," Tanya Adila yang masih bingung pada ku.

"Gak usah takut Dil, Dia itu anak seorang kolom,,," Ucapan Atika terhenti karena ulahku.

"Apaan sih, Kak. Main cubit-cubit aja. Sakit nih perut ku," Ucapnya.

"Sorry," Sahut ku. Atika mendengus kelas.

"Kalian ini pada kenapa sih ?" Tanya Adila.

"Aneh banget," Sambungnya.

"Tidak ada, Dil. Jangan kamu pikirkan lagi," Ucap ku seraya nyengir kuda.

"Adila, kami tenang saja. Gak usah memikirkan biaya pengobatan adik mu. Semuanya aku yang tanggung sampai adik my dinyatakan sembuh," Ucap ku.

"Kakak uang dari mana ?" Adila bertanya lagi pada ku.

"Aku pakai uang tabungan ku, nanti kalau kurang aku akan pinjam dengan teman ku," Ucap ku.

"Kenapa sih, Kak Gibran harus berbohong segala. Kenapa dia tidak bilang saja ke Adila kalau dia itu anak kolomerat yang hartanya tujuh turunan mungkin tidak akan habis. Apalagi di tambah usaha yang dijalani oleh Kak Gibran. Haduh, aku tidak lagi bisa membayangkannya," Batin Atika.

...*...

...*...

...*...

...*...

...*...

...**LIKE, COMENT, VOTE :)...

...BERSAMBUNG**......

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!