Kecelakaan

Aku kembali ke ruangan pesta itu, aku mengajak kedua orang tua ku pulang ke rumah. Untung saja mereka mau pulang.

"Ma, bisakah kita pulang sekarang ?" Aku bertanya pada kedua orang tua ku.

"Sebentar lagi lah, Nak," Sahut Mama ku.

Mendengar jawaban Mama ku, aku pun diam saja, aku malas berdebat dengan Mama ku. Aku menghidupkan handphone ku dan bermain game agar tidak bosan.

****

Beberapa jam kemudian, kami pulang ke rumah. Karena hari sudah malam, aku langsung mandi kemudian tidur.

Keesokan harinya, aku terus melakukan aksiku mencari gadis yang bernama Adila Alesha. Aku tahu kelasnya karena bertanya pada Atika. Terkadang ketika ia berada di perpustakaan, aku berusaha mengikutinya dan memandangnya dari kejauhan. Senyumannya bagaikan malaikat. Aku tak sanggup memalingkan pandanganku saat ia tersenyum. Tetapi, saat ia tersenyum terkadang tiba-tiba senyuman itu berubah menjadi kelabu. Terlihat jelas ia seperti menyimpan sebuah kesedihan dan kegelisahan, tetapi aku tidak tahu kenapa bisa begitu.

Aku berusaha mencari tau tenang dirinya, tetapi aku hanya tahu identitasnya dan dimana ia tinggal serta nama kedua orang tuanya dan satu adik perempuannya.

****

Dua minggu telah berlalu, aku tak kunjung bisa menemui Adila secara dekat akan tetapi aku hanya bisa melihat dirinya dari kejauhan. Aku merasa diriku sangat tidak baik jika bertemu dirinya, aku kehilangan muka karena kejadian di waktu itu. Ini adalah hari terakhir ku mengajar di universitas MS.

"Walaupun aku tidak bisa memilikinya, setidaknya aku bisa melihatnya untuk beberapa saat, walaupun hanya bisa melihatnya saja tetapi aku cukup senang. Jika kita dipertemukan kembali, berarti kita berjodoh," Aku membatin seraya duduk di salah satu kursi perpustakaan.

"Selamat berpisah," Ucap ku lagi. Aku bersiap untuk pergi pulang ke rumah ku. Mungkin ini hari terakhir ku bisa masuk ke universitas MS.

Tetapi, entah apa yang terjadi pada Adila. Setelah ia menerima telpon dari seseorang, lalu ia berlari keluar perpustakaan dan tanpa sadar ia melewati ku begitu saja, matanya memerah dan berkaca-kaca.

Kulihat Atika yang berlari-lari mengejar dan memanggil Adila. Tetapi Adila tidak merespon. Aku langsung mengikuti mereka berdua, sampai di bawah pintu keluar perpustakaan itu, aku melihat Adila menangis tidak karuan di dalam pelukan Atika.

"Adila, ada apa ?" Tanya Atika.

"Orang tua ku, Adikku, mereka semua...," Adila tak sanggup mengucapkannya.

"Tenanglah, Dil !" Ucap Atika.

"Ibu dan Adikku kecelakaan, Atika," Ucap Adila.

"Innalilahi," Ucap Atika.

Aku yang curi-curi dengar pun terkejut mendengar berita itu. Aku merasa kasihan padanya.

"Atika, aku harus pulang ke kampung ku. Aku ingin melihat keluarga ku," Ucapnya seraya menangis sesenggukan.

"Tapi bagaimana aku harus pulang. Aku pasti sudah ketinggalan kreta, kumohon batu aku Atika !" Adila memohon pada Atika.

"Aku harus bantu kamu bagaimana, Adila ? Aku tidak memiliki mobil untuk kita pergi kesana, kamu kan tahu bahwa aku ke kampus pun di antar oleh Papa ku. Kalau hanya untuk memberimu uang, aku masih sanggup Adila," Tutur Atika.

Adila tak sanggup lagi menopang tubuhnya, ia mendudukkan tubuhnya dilantai. Aku benar-benar tidak sanggup melihat hal itu.

"Adila," Panggilku.

Adila dan Atika menoleh kearah ku.

"Kak Gibran," Ucap Atika.

"Adila, Ayo aku antar kamu pulang ke kampung," Tutur ku.

Adila melihat kearah ku, kemudian melihat ke arah Atika.

"Baiklah, kami akan ikut dengan mu," Ucap Atika.

"Ayo Atika, kita akan diantarkan olehnya," Atika mengajak Adila.

Aku mengajak mereka berdua masuk kedalam mobil ku. Aku melajukan mobil ku menuju kampung halaman Adila. Adila menunjukkan arah jalan.

****

Enam jam perjalanan, kami sampai ke rumah sakit yang ada di kampung Adila. Kami masuk kedalam rumah sakit itu. Kami bertanya pada suster dimana orang tua dan adik nya Adila di rawat. Dan akhirnya kami menemukannya. Kami masuk keruangan dimana Gilang di rawat. Aku melihat Gilang yang terbaring koma dan dibantu dengan oksigen. Kemudian kami masuk ke ruang dimana Ibu nya Adila di rawat dan disana terlihat di atas pintu terdapat bacaan ICU.

"Ibu, Ibu kenapa ?" Tutur Adila. Tangisannya semakin pecah.

Aku pun tidak tega melihat Adila dan Ibu nya. Hati ku terasa sakit saat melihat mereka. Orang tua Adila terpasang alat bantu pernafasan serta sudah terdapat alat pendeteksi kinerja jantung di sebelah ranjang rumah sakit itu. Orang tua Adila terlihat sudah tidak berdaya lagi.

"Adila," Ibu nya Adila yang bernama Mirna.

"Iya, Ibu. Adila disini," Sahut Adila.

"Ibu, bertahan ya. Ibu harus cepat sembuh ya," Sambungnya. Ibu nya Adila hanya tersenyum.

"Gilang mana, Nak ? Apakah dia baik-baik saja ?" Tanya Ibu nya Adila. Adila hanya menganggukkan kepalanya, padahal ia berbohong pada Ibu nya.

"Gilang baik-baik saja kok Bu. Maka dari itu, Ibu harus sembuh ya," Ucap Adila.

"Adila, Ibu sudah tidak sanggup menjaga mu dan adik mu lagi, Nak," Ucap Ibu nya Adila.

"Ibu pasti kuat, Bu. Aku tidak mau Ibu pergi. Kalau Ibu pergi, aku mau tinggal dengan siapa lagi, aku hanya punya Ibu dan Gilang," Tutur Adila.

"Putriku ini kan mandiri, kamu pasti bisa hidup tanpa Ibu dan Ayah. Kalau Ibu tidak ada lagi di dunia ini, Ibu titip Gilang ya, Nak," Tutur Ibu nya. Suaranya begitu lemah, tapi masih terdengar.

"Ibu, jangan bicara seperti itu. Aku tidak suka..," Ucap Adila.

Ibu nya Adila yang bernama Mirna pun melihat ke arah ku dan Atika. Ia melihat kami secara bergantian.

"Kalian siapa ?" Tanyanya.

"Saya Atika, teman sekelas Adila. Dan yang di samping saya ini adalah Kakak sepupu saya, namanya Gibran. Dia yang telah mengantarkan kami melihat Ibu," Sahut Atika. Aku hanya bisa tersenyum, mulut ku tak lagi mampu berkata apa pun.

"Nak Gibran, terimakasih karena telah mau membantu anak ibu," Ucapnya.

"Iya, Bu. Sama-sama," Sahut ku.

"Atika, Ibu titip Adila ya. Kalian terus berteman baik ya, Nak Atika," Ucap Mama Mirna yang merupakan mamanya Adila.

"Iya, Bu. Aku pasti selalu ada untuk Atika," Sahut Atika.

Lalu, Ibu nya Adila melihat ke arah Adila.

"Adila, Mama mau bicara jujur tentang diri mu, Nak. Mungkin ini sudah waktunya Ibu mengatakan yang sebenarnya," Tutur Mama nya Adila.

"Maksud Ibu bagaimana ?" Adila sedikit bingung.

"Dulu waktu Ibu dan Ayah menikah, kami bertahun-tahun tidak memiliki anak. Pada suatu hari, saat kami cek kesehatan di rumah sakit J yang ada di kota ini, kami tidak sengaja bertemu sepasang suami istri. Istrinya yang sedang menggendong anak nya yang masih bayi sepertinya baru ia lahirkan. Mereka terlihat seperti orang yang tidak memiliki harta atau uang. Lalu mereka melihat kami, mereka berkata bahwa mereka ingin meminjam uang untuk biaya rumah sakit. Kami pun memberikannya. Lalu, mereka menitipkan anak mereka pada kami karena mereka tidak memiliki rumah yang layak untuk putri mereka, mereka hanya tinggal di sebuah kontrakan kecil. Mereka berkata untuk sementara waktu, mereka menitipkan seorang bayi perempuan cantik pada kami. Kami menerimanya dengan senang hati. Mereka berkata mereka akan pergi ke kota Y mencari uang yang banyak terlebih dahulu untuk menafkahi anaknya, setelah itu mereka akan mengambil putri mereka dari kami. Ibu dan Ayah menyetujuinya karena kami merasa Iba," Ibu nya Adila mulai menjelaskan.

...*...

...*...

...*...

...*...

...*...

...LIKE, COMENT, VOTE :)...

...BERSAMBUNG......

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!