Terbawa Emosi

"Ma, Pa. Aku ke sana dulu," Aku berkata pada kedua orang tuaku. Orang tua ku pun menyetujuinya.

Aku duduk di antara kursi-kursi yang ada, sangat ramai acara pernikahan itu. Sebenarnya aku sangat terganggu, sangat risih karena aku tidak suka pergi acara seperti ini.

"Kalau bukan karena terpaksa, aku tidak akan kesini," Diriku mendengus kesal. Rasanya aku ingin cepat-cepat pulang dari tempat ini.

Beberapa kali, ku mengedarkan pandanganku. Para tamu berlalu lalang, ada yang berbicara satu sama lain, ada yang menikmati hidangan, ada yang mengucapkan selamat pada pengantin. Sedangkan diriku hanya bisa menyaksikan saja, karena aku malas.

"Bosan," Kata ku. Aku mengeluarkan senjata ku, apalagi kalau tidak handphone yang kumiliki. Aku mulai membuka aplikasi game favorit ku. Diriku tidak lagi peduli dengan orang-orang di sekeliling ku.

Sudah satu jam lamanya bermain game, lama-lama aku merasa bosan. Orang tua ku yang mengajakku kesini pun tidak peduli dengan ku karena sudah bertemu keluarga dan teman-temannya. Mereka sibuk sendiri dengan urusan mereka.

"Aku diajak kesini untuk apa sih," Gumam ku.

Aku berdiri dari tempat dudukku, lalu merapikan baju. Kemudian diriku mulai melangkahkan kaki ku.

'Bug' Aku tidak sengaja bertabrakan dengan seseorang sampai Handphone yang ku pegang terpental dan jatuh ke lantai.

"Woy, kalau jalan lihat-lihat!!" Diriku emosi.

"Lihat handphone ku jadi terjatuh!!!" Sambung ku. Suara menggelegar tidak lagi bisa ku kontrol. Bagaimana tidak, dari awal mau pergi ke tempat ini memang sudah kesal, apalagi sesampai tempat ini diriku diacuhkan.

"Ah, sakit," Ucap orang itu.

Hampir semua tamu undangan melihat kearah ku. Kedua orang tuaku serta bibi dan paman ku menghampiri diriku.

"Gibran, kenapa kamu marah-marah ?" Ibuku bertanya pada ku.

"Wanita ini, Ma. Dia membuat handphone ku terjatuh," Tutur ku. Aku mengambil smartphone ku yang terjatuh tadi.

"Gibran, kamu tidak boleh kasar, Nak," Ucap Ibu ku.

Mama ku membantu wanita yang masih terduduk dilantai seraya memegangi kakinya. Dan aku sedari tadi tidak melihat jelas wajah perempuan yang terduduk itu.

"Kamu tidak apa-apa, Nak ?" Tanya Ibuku. Perempuan itu hanya diam saja.

"Terimakasih, Bu," Ucapnya. Lalu, ia menatap ibuku.

"Kaki ku hanya sedikit sakit," Sambungnya.

'Deg' Aku tidak percaya perempuan itu adalah gadis yang ada di taman waktu itu. Pada waktu itu diriku belum sempat berkenalan dengannya, dan sekarang diriku memarahinya didepan banyak orang. Aku menatap lekat wajahnya, perasaan menyesal ada ada benakku.

"Maafkan saya, Kak. Saya tadi tidak sengaja," Tuturnya.

"Saat saya lewat, tiba-tiba Kakak juga berjalan keluar sehingga saya menabrak Kakak. Saya akan mengganti rugi atas apa yang terjadi," Sambungnya.

Aku tidak fokus, aku terus menatap wajah.Sedangkan perempuan itu menundukkan wajahnya setelah ia selesai berbicara.

"Gibran," Papa ku memanggilku. Tetapi aku tidak sadar. Sampai-sampai papa ku memegang bahuku.

"Gibran, kamu kenapa ?" Tanyanya.

"Tidak apa-apa," Sahut ku.

"Semuanya bubar, silahkan nikmati hidangan yang telah kami persiapkan!" Paman ku memerintah semua tamu undangan.

Semua tamu undangan yang berkumpul melihat kejadian tadi pun pada pergi.

"Bu, Pak, Kak. Sekali lagi saya minta maaf. Saya berjanji, saya akan mengganti rugi," Ucap gadis itu.

"Tidak apa-apa, Nak. Tidak perlu mengganti rugi. Lagi pula, Handphone anak saya tidak rusak," Tutur Ibuku. Ia mengulas senyuman nya pada gadis yang ada disampingnya.

"Benar yang dikatakan Istri saya. Kamu tidak perlu mengganti rugi, karena tidak sepenuhnya kesalahan kamu," Papa ku menimpali ucapan ibuku.

"Bapak dan Ibu ini sangat baik hati. Walaupun mereka terlihat seperti orang kaya tetapi mereka tidak sombong," Gadis itu membatin.

"Nak," Panggil Mama ku.

"Eh, ia Bu," Sahut gadis itu.

"Kenapa bengong?"Tanya Mama ku.

Gadis itu hanya mengulas senyumannya.

"Terimakasih bu, kalian sangat baik," Ucapnya. Ia mengulas senyumannya lagi. Jantungku berdetak kencang, senyumannya sangat tulus.

"Dil, loh kamu kenapa ?" Tanya gadis lain yang tiba-tiba datang. Ya, siapa lagi kalau bukan adik dari pengantin wanita yaitu anak dari paman dan bibi ku.

"Atika, kamu kenal dengannya ?" Tanya Bibi ku.

"Astaga, Ma. Ini Adila Alesha, teman sekelas ku yang pernah ku ceritakan waktu itu," Sahut Atika.

"Mama, pikun sih," Celetuk Atika. Sang Mama hanya menghela nafas kasar.

"Oh, ternyata namanya Adila Alesha," Batin ku.

"Yuk, Dil. Ikut aku," Atika mengajak nya. Atika menopang tubuh Adila dan menuntunnya menuju kamar yang telah mereka sewa untuk beristirahat.

****

Setelah kepergian Adila dan Atika. Aku kembali duduk di tempat ku tadi. Tetapi bedanya , sekarang aku bersama kedua orang tua ku.

"Gibran, Mama mau tanya ke kamu," Ucapnya.

"Tanya apa, Ma?" Tanya ku.

"Gibran, Kenapa kamu semarah itu pada gadis tadi ? Mama tidak pernah loh melihat kamu semarah itu pada wanita," Tuturnya.

"Maaf, Ma. Aku tadi terbawa emosi. Mama kan tahu sendiri, aku sedari tadi sudah bosan disini dan aku sebenarnya tidak mau diajak kesini. Tetapi Mama memaksaku," Sahut ku.

Mama ku hanya menghela nafasnya, sedangkan papa ku hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Ma, Mama punya nomor handphone Atika ?" Tanya ku.

"Punya," Sahutnya.

"Aku minta nomor handphone nya," Ucap ku.

Mama ku menautkan kedua alis matanya dan menyipitkan matanya tanda menyelidik.

"Tenang lah, Ma. Aku tidak akan membuat masalah," Aku menyakinkan nya.

Mama ku memberi nomor handphone Atika pada ku. Lalu aku langsung menelepon Atika.

"Halo, Tika," Ucap ku.

"Siapa?" Tanyanya.

"Aku Gibran. Kakak sepupu mu. Anak dari tante Ningrum dan Om Admaja," Sahutku.

"Kamu sekarang dimana ?" Tanya ku.

"Di kamar nomor xx. Di samping ruang pesta," Sahutnya.

"Oke," Sahut ku. Aku mematikan sambungan telepon secara sepihak. Mungkin saja Atika kesal pada ku. Tapi aku tidak perduli yang penting aku sudah mendapatkan informasinya.

****

Tidak butuh lama, aku sampai di kamar itu. Aku memencet tombol bel yang ada di depan pintu kamar. Tidak butuh lama, orang dari dalam kamar pun membukakan pintu.

"Ngapain Kakak kesini ?" Tanya Atika pada ku.

"Boleh aku masuk ?" Aku balik bertanya.

Atika hanya bengong saja. Aku langsung masuk tanpa seizin nya. Aku bisa melihat Adila terbaring di atas ranjang dengan mata terpejam.

"Kakak jangan ribut, dia masih tidur," Ucap Atika.

"Kak, ngapain masuk ?" sambungnya.

"Bukan urusan mu," Sahut ku dengan ketus.

"Kalau bukan saudara ku, sudah ku gorok leher mu," Atika sedikit kesal.

Tanpa Ba Bi Bu, aku menarik tangan Atika menuju luar kamar ya walaupun Atika meronta-ronta. Ketika sudah sampai depan kamar, aku langsung menanyakan keadaan Adila.

"Ya begitulah, sepertinya kakinya terkilir. Tetapi tadi sudah di kompres dengan es dan sudah dikasi salep," Tuturnya.

"Adila celaka gara-gara Kakak, dia tadi sudah cerita semuanya padaku. DASAR TIDAK MEMILIKI HATI," Atika menekan beberapa kata.

"Kau!!" Aku kesal dengan ucapan Atika.

"Apa ??" Atika menantang diriku. Aku hanya menahan emosi ku.

"Dia kenal dengan ku tidak ?" Tanyaku.

"Dia bilang tadi ke aku, kalau dia baru kali ini ketemu Kakak," Sahutnya. Aku mengangguk paham.

"Berarti dia tidak ingat kejadian di taman waktu itu," Aku membatin.

"Kamu sudah kenal lama dengan Adila ?" Tanya ku. Atika hanya menggelengkan kepalanya.

"Kalian satu kampus ?" Tanya ku.

"Bukan hanya satu kampus, tetapi satu kesal juga," Sahutnya.

"Oooh," Ucap ku.

"Kenapa ?" Tanyanya.

"Tidak apa-apa," Sahut ku.

"Sampaikan maaf ku pada nya ya. Aku tadi hanya terbawa emosi," Ucapku.

"Oke," Sahutnya.

Aku langsung meninggalkan tempat itu.

"Woy, Dasar tidak jelas!!" Ucap Atika.

...*...

...*...

...*...

...*...

...*...

...LIKE, COMENT, VOTE...

...BERSAMBUNG......

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!