Dinda pergi pada perusahaan yang sudah dikirim oleh temennya. Sesampainya di sana, Dinda langsung menuju resepsionis.
"Permisi apa benar direktur di perusahaan ini membutuhkan seorang asisten?" tanya Dinda.
"Iya betul sekali."
"Kalau gitu aku mau menjadi asistennya." Dengan yakin Dinda mengatakannya.
"Tunggu bentar ya mbak, " resepsionis itu sedang menelepon seseorang.
Cukup lama resepsionis itu menelpon sehingga Dinda terabaikan olehnya.
"Kalau aku jadi bosnya, udah ku pecat karyawan gak becus! ku sumpahin tuh telinganya tuli!" batin Dinda mengucapkan sumpah serapahnya karena kesal menunggu lama.
"Oke Mbak, anda disuruh menemui direktur di ruangan, " ucap wanita mengakhiri panggilan telepon itu.
"Dimana ruangannya?" tanya Dinda.
"Di lantai paling atas, " jelasnya.
Dinda pun langsung menuju lantai paling atas tempat dimana ruangan direktur itu berada. Dinda telah tiba didepan pintu ruangan direktur. Terlebih dahulu ia mengetuk pintu tersebut.
"Masuk!" perintah si pemilik ruangan.
Dinda perlahan membuka pintu ruangan direktur. Mata terbelalak melihat orang yang begitu familiar. Ya, dia tak lain adalah tetangganya. Dia adalah Deniel Abraham, sang duda beranak satu.
"Jadi…" belum selesai Deniel menyelesaikan kalimatnya, seketika tatapan menjadi sinis pada wanita yang ia beri gelar si botol kecap.
"Oh jadi ini direkturnya? ku kira orangnya sangar, tapi lihatlah? sungguh amat menyebalkan," ucap Dinda sambil melipat kedua tangannya didepan dada.
"Oh jadi ini satwa yang akan menjadi asisten ku? hei tetangga, apa kau kurang duit sampai harus mejadi asisten? kuliah bertahun-tahun eh jatuhnya jadi asisten, hahahaha" ejek Deniel dengan tawa kemenangannya.
" Maaf Pak duda, aku tidak berminat menjadi asisten mu. Lagi pula masih banyak perusahaan-perusahan yang akan menerimaku dengan jabatan yang lebih terhormat dari ini,"sambung Dinda tak mau kalah beradu argumen dengan si Duda tampan itu.
"KELUAR!" bentak Deniel dengan jari telunjuk mengarah pada pintu.
Deniel malas sekali menghadapi tetangganya itu. Terlebih lagi di kantor, hanya membuat ia pusing saja.
"Loh, ko ngamuk?" heran Dinda pada Deniel yang sedang memijit pelipis dahinya
Tidak ingin berlama-lama, Dinda berjalan keluar dari ruangan direktur itu. Suara notifikasi pesan membuat Dinda terhenti dan membuka pesan tersebut.
Ku pastikan adik menyebalkan ku ini tidak mendapatkan kerjaan. Hahaha siap-siap jadi korban bully keluarga.
Itulah pesan dari kakak laknatnya, Titan. Mata Dinda terbelalak membaca pesan yang terkesan ejak kan itu. Nyatanya memang benar Dinda tak mendapat pekerjaan dan sudah pasti ia akan dibully habis-habisan oleh sang kakak.
"Jahat banget sih kakak!" gerutu Dinda dalam hati.
"Heh ngapain kamu bengong disitu! sana keluar!" bentak Deniel risih dengan penampakan tetangganya itu.
"Sebenarnya aku sangat ingin bekerja di perusahaan mu ini. Perusahaan yang terkenal melebihi perusahaan kakakku." Dinda terpaksa berlagak memuji-muji agar bisa mendapatkan pekerjaan tersebut.
Ini semua yang Dinda lakukan hanya terpaksa. Hanya itu jalan satu-satunya untuk membungkam mulut kakaknya.
Deniel langsung mengerutkan dahinya bingung dengan wanita yang sok manis itu."Apa mau mu ini heh?"
"Terima aku kerja di sini." Dinda sangat berharap dengan duda menyebalkan itu.
"Heh? sudah jangan banyak bercanda. Lagi pula aku tidak akan menerima mu." Deniel enggan untuk menerima tetangganya itu.
"Ayolah ku mohon terimalah. Aku bakal melakukan semua perintah mu…" rengek Dinda memohon-mohon.
Awalnya Deniel bersikukuh untuk tidak menerima Dinda sebagai asistennya. Namun terbesit dihatinya untuk memanfaatkan situasi ini.
Deniel pun tersenyum licik. "Baiklah aku menerima mu menjadi asistenku. Kapan pun aku menyuruhmu, kau harus siap."
"Baiklah." Setuju Dinda bisa bernafas lega.
"Kau salin nomormu." Deniel menyodorkan ponselnya pada Dinda. Hal itu ia lakukan untuk memudahkan Deniel mengabari asisten baru itu.
Dinda pun langsung memasukan nomor teleponnya."Aku tahu kenapa makhluk menyebalkan itu menerimaku, dia pasti membuat aku menderita menjadi asistennya. Tapi tidak semudah itu Pak duda!"batin Dinda sambil memasukkan nomor teleponnya.
"Nih Pak sudah." Dinda mengembalikan ponsel bermerek buah langsat pada sang pemiliknya.
"Oke, sekarang kau telah ilegal menjadi asisten saya, " ucap Deniel asal membuat Dinda mengernyitkan dahinya.
"Resmi Pak, bukan ilegal!" ketus Dinda mengoreksi kalimat asal Deniel
"Nah itu maksudku," ucap Deniel. "Sekarang aku minta kamu belikan aku burger yang ada di dekat kampus Gajah Mada." Pinta Deniel memulai aksinya.
"Tenang aja Pak, saya akan memesannya." Dinda kemudian mengambil ponselnya yang akan ia gunakan untuk memesan makanan yang di pinta bosnya.
"Eh, eh ngapain kamu?" Deniel menghentikan Dinda.
"Aku mau memesan burger yang anda minta Pak duda." Jujur Dinda.
"Siapa yang suruh kamu mesan online? saya suruh kamu buat datang langsung ke sana!" perintah Deniel.
"Datang langsung? ya gak bisa lah. Jauh banget tempatnya Pak. Coba aja deh Pak duda ke sana, setengah jam baru nyampe dan belum lagi ngantrinya panjang banget." Jelas Dinda.
"Tidak ada penolakan. Pokoknya sekarang juga kamu pergi beliin burger!" perintah Deniel lagi.
"Dasar duda sialan!" bentak Dinda langsung berlari dengan cepat takut mendapatkan amukan dari bosnya.
"Heh! lancang sekali kau!" teriak Deniel.
Like, komen, dan vote.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Nurlaela
jahat banget kamu wahai tetangga,,,takol aja palanya😅baru terima kerja dah bikin sengsara he
2023-01-22
0
Ros Diana
Berantemnya lucu, kayak anak kecil he....he...he 😃😃😃
2022-03-19
0
Afseen
bukn buah langsat, buah kesemek
2021-09-18
0