Titan sudah selesai mengadzani anak kembarnya. Semuanya sangat gemas melihat bayi kembar pengantin tersebut.
"Makasih ya Din, udah bantuin kakak lahiran." Ucap Salma pada adik ipar yang terlihat sangat capek.
"Oh gitu sekarang, muka habis dicakar kucing ini gak di anggap gitu?" singgung Deniel sambil melipat kedua tangan di atas dada.
"Oh iya sampai lupa kalau tetangga udah bantuin juga. Makasih ya Deniel." Ucap Salma merasa bersalah melihat ganasnya ia mencakar wajah tetangganya itu.
"Kalau gak ada kalian, entah gimana kah nasib istri dan anakku." Ucap Titan sangat bangga dengan Dinda dan Deniel.
"Sudah jangan bahas itu, jijik aku." Ucap Deniel risih kala mengingat istri temannya yang melahirkan di dalam mobil.
Deniel dan Titan memang sahabatan cukup lama. Umur Deniel sama dengan Titan. Mereka satu kelas waktu SMA dulu. Jadi tidak heran, Deniel cukup akrab dengan Titan. Tapi tidak dengan Dinda, musuh bebuyutannya itu. Setiap bertemu, ada saja hal-hal yang menjadi topik adu argumen mereka. Entahlah apa mereka tidak capek selalu bertengkar?
"Aku jadi pengen nambah lagi." Goda Titan tersenyum nakal pada sang istri.
Sontak yang mendengarnya senyum-senyum.
"Astaga kakak gak ada akhlak. Istri baru aja ngelahirin udah pengen nambah. Emang hasrat lelaki tiada habisnya." Batin Dinda cekikikan. Padahal dalam hati, ia sudah dibuat ngakak.
"Gila nih si Titan, bini baru ngelahirin udah pengen nambah. Astoge." Deniel menggelengkan kepalanya sambil bicara dalam hati.
Kedua orang tuanya saling pandang sambil cekikikan mendengar ucapan putra sulung mereka.
Salma langsung mendorong wajah suaminya yang berjarak cukup dekat dengan wajahnya. "Enak aja minta tambah. Besarin dulu nih si kembar!" kesal Salma pada sang suami.
Tawa yang sedari ditahan-tahan kini pecah.
"Ma, Pa, aku duluan ya udah ngantuk nih." Pamit Dinda menghentikan tawanya dan mendapatkan respon anggukan dari kedua orang tuanya.
Tidak ingin berlama-lama, Dinda pun langsung keluar dari ruangan kakaknya dan berjalan menuju parkiran.
"Woi botol kecap!" teriak seseorang yang tak lain dan tak bukan adalah Deniel yang berjalan berjalan menghampiri Dinda.
"Gak ada adab emang kaleng sarden! kenapa heh?" ucap Dinda melanjutkan langkah kakinya dengan perlahan dan diikuti Deniel.
"Aku pulang sama kamu kan?" tanya Deniel.
Dinda yang mendengarnya langsung menghentikan kakinya melangkah. "Pulang sama aku? enak aja. Pulang sendiri!" ucap Dinda dengan tawa ledekannya.
"Aku sih gak ngarep banget sih pulang sama kamu. Tadi aku cuman diminta papa mu buat nyetir mobil, karena botol kecap ini gak bisa nyetir." Singgung Deniel dan lebih dulu meninggalkan Dinda.
"Waduh benar juga yah, " batin Dinda.
"Woi tunggu." Dinda menghentikan langkah Daniel. Ia kemudian menyodorkan kunci mobil pada musuhnya itu.
"Heh baru nyadar kau?" singgung Deniel tersenyum kemenangan.
Mereka berjalan bersamaan dan sampailah pada parkiran. Saat membuka pintu mobil, mata mereka terbelalak melihat hal yang menjijikan. Banyak sekali darah yang mengotori mobil mewah tersebut.
Rupanya darah tersebut berasal dari persalinan Salma waktu di mobil itu. Dinda langsung menutup pintu mobil tersebut. Deniel bergelidik ngeri melihatnya. Sama halnya dengan Deniel, Dinda rasanya ingin muntah.
"Dengar ya botol kecap, aku gak mau naik mobil ini." Ucap Deniel.
"Siapa juga yang mau naik mobil ini? aku aja gak mau. Menjijikan sekali." Balas Dinda langsung memesan taksi online melalui ponselnya.
Tidak lama kemudian, taksi pun datang. Dinda dan Deniel pun langsung masuk. Perlahan tapi pasti taksi meninggalkan area rumah sakit dan menuju perumahan mereka.
Diperjalanan, Dinda sibuk dengan gawai nya untuk membalas beberapa pesan masuk dari sang pacar, Bayu. Dinda sudah 2 tahun menjalin hubungan dengan pria yang sekarang ini sudah berhasil menjadi seorang dokter anak.
Sifat ramah dan penyayang itulah membuat Dinda jatuh hati pada dokter muda nan tampan itu. Beberapa bulan lagi, mereka akan melangsungkan pernikahan.
Drutt
Dering ponsel Dinda berbunyi. Ia pun langsung mengangkat panggilan tersebut.
"Halo sayang!" seru Dinda pada calon suaminya itu.
"Kamu ada dimana sekarang?" tanya Bayu dari sambungan telepon.
"Ekhem!!" Deniel mendehem dengan keras.
"Sayang, itu siapa ya?" tanya Bayu mulai berasumsi yang tidak-tidak.
"Ah tidak sayang, itu cuman suara burung kakak tua punya papa." Elak Dinda menatap murka pada musuh besarnya itu.
"Uhuk! uhuk!" lagi-lagi Deniel mengganggu dengan pura-pura batuk.
Sontak saja Dinda memasang wajah sangarnya dan memberikan kode pada Deniel untuk diam.
"Burung kakak tuanya sekarang, udah bisa niruin suara batuk ya sayang?" tanya Bayu.
"Iya sayang, burung kakak tuanya lagi sirik deh sayang sama kita.Makanya dia gangguin terus." Ucap Dinda asal.
"Wah sembarangan nih si kecap! pakai bilang aku burung kakak tua lagi?" batin Deniel menatap jengkel pada wanita satu taksi dengannya.
"Makanya sayang, suruh papa kamu buat cariin jodoh buat burung kakak tuanya. Biar gak ngiri lagi, " Bayu meladeni ucapan asal Dinda.
Ia tak tahu yang dimaksud burung kakak tua itu adalah Deniel, musuh bebuyutan Dinda.
"Iya sayang ini juga udah dapet pasangan buat burung kakak tuanya. Janda cocok gak buat si burung kakak tua?" ucap Dinda tertawa menatap Deniel yang sudah memendam amarah.
"Hahahahha kamu ini." Bayu tetawa dengan lelucon calon istrinya itu. "Udah dulu ya sayang, nanti aku telpon lagi. I love you." Pamit Bayu.
"I love you too" balas Dinda dan kemudian panggilan berakhir.
"Alay." Ucap Deniel mendengar gaya pacaran Dinda dan Bayu.
"Alay-alay gini tapi kami saling mencintai dan menyayangi. Tidak seperti mu yang gagal berumah tangga." Balas Dinda membuat Deniel mengepalkan tangannya.
Deniel menatap Dinda dengan tatapan mengerikan. Deniel tidak menyukai kalau masa lalunya diungkit-ungkit. Luka lama yang mulai pulih kini terbuka lagi karena Dinda yang mengingatkannya kembali masa lalu begitu menyakitkan.
"Kita lihat saja nanti, apakah calon suamimu akan meninggalkan mu sama seperti masa lalu ku!" lama menatap penuh kengerian, Deniel pun memberikan kata-kata yang terkesan sumpah untuk musuhnya.
Deniel mengalihkan pandangan pada kaca mobil. "Aku memang gagal berumah tangga, tapi aku tidak gagal mendidik anakku untuk memiliki akhlak yang baik pada orang lain. Tidak seperti mu?" tukas Deniel membuat Dinda diam seru bahasa.
Ada rasa penyesalan dibenak Dinda. "Astaga, kenapa aku mengungkit ini?" batin Dinda sangat menyesali kalimat yang keluar secara spontan itu.
Dring!
Panggilan video call pada ponsel Deniel. Ia pun segera mungkin mengangkatnya.
"Papa!" seru anak kecil yang begitu di rindukan Deniel.
"Gio, kamu belum tidur Nak?" tanya Deniel pada sang anak.
"Aku nungguin Papa buat makan malam sama-sama. Papa kapan pulangnya nih?" rengek Gio membuat Deniel gemas melihatnya.
"Iya, Papa udah dijalan ko." Jawab Deniel.
"Oke deh Pa, jangan lama-lama ya.Dadah!" anak masih duduk di taman kanak-kanak itupun langsung mengakhiri panggilan tersebut.
Hadirnya Gio lah yang membuat Deniel bisa bertahan untuk melanjutkan hidupnya. Amat sayangnya Deniel pada putra semata wayangnya itu.
Taksi pun sampai tepat di depan rumah Dinda. Deniel langsung membayarnya dan langsung pergi menuju rumahnya.
Like, komen, dan vote.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Nurlaela
jangan2 nanti jodoh,...nikah sama sama musuh🤭😅😅😅maaf baru baca padahal udah end nih kaya nya menarik.
2023-01-22
0
uutarum
polosssss😂😂😂😂
2022-11-20
0
sya-sha
lah udah duren ko ngakunya polos
2021-05-31
1