Dinda mencoba menghubungi kakaknya, Titan. Panggilan sudah berdering, namun naas panggilan tersebut ditolak oleh sang kakak.
"Kakak laknat, malah di tolak!" kesal Dinda dan mencoba lagi untuk menghubungi Titan. Panggilan pun terhubung.
"Ya ada apa?" kesal Titan karena mengganggu meetingnya.
"Ada apa kata mu? cepat ke rumah sakit sekarang juga!" tak kalah pedas mulut Dinda memarahi sang kakaknya itu.
"Untuk apa? aku lagi sibuk meeting Din!" jawab Titan.
"Untuk apa, untuk apa, noh istrimu ngelahirin." Geram Dinda pada Titan yang tak peka-pekanya menjadi seorang suami.
"Apa? ya udah aku akan segera ke sana." Panggilan pun berakhir.
Dinda kemudian menelpon kedua orang tuanya yang sedang menghadiri sebuah acara.
"Ada apa Din?" tanya Mama Ratna pada sang anak dari sambungan telepon.
"Mah, cepat ke rumah sakit sekarang juga. Kak Salma melahirkan." Jelas Dinda.
"Oh iya nak, mama sama papa langsung ke sana ya. Kamu jaga baik-baik cucu kami, jangan sampai tertukar." Ucap Mama Ratna senang dan langsung mengakhiri panggilan.
"Emangnya barang sampai ketukar. Ada-ada aja lah." Ucap Dinda mengoceh pada panggilan yang sudah berakhir tersebut.
"Orang gila!" ucap Deniel pelan melirik sekilas tetangganya itu.
"Apa katamu tadi heh?" Dinda sontak menatap tajam pria yang sedang menghapus keringat yang membasahi wajah tampannya itu.
"Tidak ada." Elak Deniel. Ia malas sekali berdebat dengan orang rada-rada miring menurutnya.
"Heh jangan ngelak deh, aku tahu kau…."
"DINDA!" belum sempat Dinda menyelesaikan kalimatnya, teriakan kakak ipar yang begitu nyaring dari dalam ruangan.
"Siapa di sini yang namanya Dinda?" tanya perawat menghampiri mereka.
"Saya, ada apa ya?" tanya Dinda panik dengan kondisi Salma.
"Pasien ternyata akan melahirkan lagi. Dia minta di temenin kamu." Pinta perawat.
Dinda dan Deniel langsung mengernyitkan dahinya secara bersamaan.
"Bukannya kakakku udah lahiran ya?" tanya Dinda.
"Iya sudah, tapi kembarannya belum keluar." Jelas perawat.
"Ayo cepat." Tak ingin berlama-lama perawat pun menarik paksa tangan Dinda.
Dinda deg-degan menemani kakak iparnya lahiran. Ia juga dibuat takut melihat berbagai alat medis yang mengerikan.
"Dinda! dimana suamiku?" tanya Salma dengan tangan yang menjambak rambut sang adik ipar.
"Iya sabar kak, kak Titan masih di jalan." Ucap Dinda menahan rasa sakit di kepalanya.
"Bukannya suaminya yang ada di luar tadi ya?" batin salah seorang perawat dan langsung menghampiri Deniel yang duduk santai melepaskan rasa penatnya.
"Pak, ayo cepat ikut saya." Tarik perawat tersebut.
"Loh ada apa ini?" tanya Deniel bingung.
"Sudah Pak jangan banyak tanya, istri anda sekarang sangat membutuhkan anda." Jelas perawat tersebut.
"Istri? eh dengar ya, aku ini gak punya istri." jawab Deniel.
"Sudah lah Pak, semua papa muda pasti bilangnya kayak gitu." Ucap perawat yang salah tanggap.
"AAAAAAAAA." Teriakan Salma yang begitu nyaring.
"Astaga, apa yang kulihat ini." batin Deniel menutup matanya melihat hal yang menurutnya tak wajar bagi pria yang masih polos.
"Terus kak! terus!" Dinda memberikan semangat pada Salma yang sudah dilumuri keringat yang terus bercucuran.
"AAAAWWWWW!" Pekik Deniel merasakan sakitnya karena mendapat cakaran tiba-tiba oleh Salma.
Cakaran demi cakaran hampir memenuhi wajah Deniel. Sama halnya dengan Dinda, rambutnya yang indah itu rontok gara-gara jambakan begitu kuat dari kakak iparnya.
"Sedikit lagi mbak." Ucap dokter terbukti.
"Ayo dong cepat di keluarin.Gak tahan lagi nih muka kena cakar!" keluh Deniel merasakan perih pada wajahnya.
"Aduh Din, kakak gak kuat. Operasi aja deh." Keluh Salma tak kuat mengeluarkan sang buah hatinya lewat miliknya.
"AAAAAAAAAaaaaaa! " teriak Salma berusaha sekuat tenaga.
"Uuueeeeeeeewww! uuuuueee!" tangisan bayi pun terdengar dari ruangan.
Deniel dan Dinda bisa bernafas lega. Nafas mereka tak beraturan setelah mendampingi Salma saat bersalin.
Deniel dan Dinda memutus untuk keluar dari ruangan. Mereka duduk pada kursi panjang yang ada di rumah sakit. Tanpa di sadari, Dinda bersandar pada pundak musuhnya itu.
"Ngeri juga yah jadi cewek, harus ngelahirin kayak gitu." Ucap Deniel belum menyadari kalau musuhnya itu sedang bersandar pada pundaknya.
"Ya iyalah. Makanya cewek itu harus di sayangi dan dimanjain. Jangan cuman bisa buat aja." Ucap Dinda.
Deniel melirik wanita yang sedang bersandar pada pundaknya. "Sudah berapa lama wanita gila ini nangkring disini?" batin Deniel merasa ilfil pada Dinda.
Dengan cepat Deniel langsung mendorong Dinda menjauh darinya.
"Gak ada akhlak! ngapain kau main dorong-dorong aku heh!" kesal Dinda menatap tajam pada Deniel.
"Hina sekali dirimu itu! cari-cari kesempitan dalam kesempatan lagi." Ucap Daniel salah pengucapan kalimat.
"Kesempatan dalam kesempitan!" ucap Dinda mengoreksi kalimat musuhnya yang salah.
"Sama aja kali." Ucap Deniel tak mau kalah beradu argumen.
"Dinda! dimana istri kakak." Ucap Titan yang baru saja datang dan tak lama kemudian kedua orang tuanya pun datang juga.
"Dimana menantu sama cucu mama?" tanya Mama Ratna khawatir.
"Tenang aja kok Ma, Pa, kak Salma dan bayi kembarnya baik-baik aja kok." Jelas Dinda.
"Din, kenapa penampilan kalian berdua acak-acakan kayak gini?" tanya Papa Tito melihat dari bawah sampai atas Deniel dan Dinda.
"Kalian gak ngapa-ngapain kan?" selidik Mama Ratna.
"Ya gak lah Tan." Ucap Deniel.
"Lalu?"
"Kami itu nemenin Kak Salma bersalin, jadi inilah hasilnya." Jelas Dinda.
Sontak mereka tertawa mendengar cerita yang dirasa sangat lucu itu.
"Udahan deh ketawanya. Ayo." Ajak Titan masuk ke dalam ruangan istrinya.
Mereka pun mengikuti dari belakang.
Like, komen, dan vote.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Nuralam
bicarax kasar amat yahh
2023-07-05
0
uutarum
😂😂😂😂😂apesssss
2022-11-20
0
Sulati Cus
y salah sasaran 😂😂😂😂
2022-06-19
1