Saat Dena sedang berjalan ke taman belakang rumahnya, ia sudah melihat papanya itu yang sedang duduk di ayunan tempatnya dulu menenangkan diri sehabis dimarahi oleh Papanya.
"Kenapa Papa disitu?" ketusnya saat melihat Papanya yang langsung berdiri mendekati dirinya.
"Papa ingin bicara denganmu" tukas Marco.
"Soal apa?"
"Soal apa yang Papa bicarakan padamu kemarin" tukas Marco memperhatikan putrinya yang hanya membuang muka.
"Saya tanya sekali lagi pada anda yang terhormat Tuan Marco Alexander Sharman, anda punya hak apa atas saya sehingga mau menjodohkan saya dengan rekan bisnis anda" sinis Dena melihat Papanya tidak suka.
"Kamu lupa kamu anak saya," ucap Marco berusaha bersabar menghadapi putrinya.
"Anda bilang anak anda? bukannya anda sendiri yang bilang waktu itu kalau saya dan Daniel bukan darah daging anda." ucap Dena tajam.
Marco terdiam mencoba berpikir agar dia bisa membujuk Dena dan bisa menahan emosinya saat ini.
"Itu dulu, saat kalian kecil." sangkal Marco membela diri.
"Pokoknya mau tidak mau kamu harus menerima perjodohan ini" ucap Marco sambil menatap Dena.
"Aku bilang tidak mau ya tidak mau, kenapa anda memaksa sekali" Dena menaikan nada bicaranya pada Sang Papa.
"Ternyata kamu keras kepala juga ya seperti Mamamu yang murahan itu" desis Marco kilatan tajam terpancar dari matanya.
Dena yang mendengar itu menggenggam tangannya erat menyalurkan emosinya ke genggaman tangan tersebut.
"Siapa yang murahan?Mama saya atau istri anda saat ini. Aku tidak yakin Reyhan itu anak anda" Sinis Dena menatap Papanya tak kalah tajam.
Habis sudah kesabaran Marco yang sedari tadi ia tahan untuk berbicara baik-baik dengan Dena tapi tanggapan putrinya tidak sesuai yang ia duga. Dengan cepat ia mendekat kearah Dena..
Plakkk
Tamparan keras mendarat di wajah Dena saat ini, bahkan membuat bibirnya berdarah akibat tamparan yang sangat keras dari papanya.
Dena hanya diam menatap Papanya yang terlihat sangat marah. Wajahnya yang memerah serta nafasnya yang naik turun.
"Kamu berani membicarakan istriku seperti itu, kamu memang anak yang tidak tahu diri. Sudah mending aku membesarkan mu seperti ini tapi balas budi mu dimana anak wanita murahan" ucapan Marco begitu menusuk di hati Dena saat ini. Hatinya seakan hancur gara-gara perkataan Papanya sendiri yang begitu tega mengatainya seperti itu. Tapi dia tidak bisa menangis begitu saja didepan papanya saat ini, sekuat mungkin pokoknya ia harus menahan tangisnya.
"Pokonya Papa tidak mau tahu, Papa beri kamu waktu tiga hari lagi. Kalau kamu tidak menerima perjodohan ini kamu tanggung sendiri akibatnya" ancam Marco lalu pergi begitu saja meninggalkan Dena yang hanya diam saja berdiri terpaku ditempatnya saat ini.
………………
Dena saat ini berada di kamarnya lebih tepatnya didepan cermin melihat bayangan dirinya disitu. Fokusnya lebih ke sudut bibirnya saat ini yang terluka.
Melihat luka itu malah membuatnya tersenyum sinis, perlahan ia mengusap luka itu dengan tisu yang memang sedari tadi ia pegang. Dilihatnya tisu itu yang ada noda darah, saat hendak mengusap lukanya lagi pintu kamarnya terbuka begitu saja menampakkan Daniel yang menatapnya penuh tanya.
"Kenapa kamu tampak kaget seperti itu, ?" heran Daniel karena Dena buru-buru menyembunyikan sesuatu di belakang tubuhnya.
"Kalau masuk ketuk pintu dulu, jangan asal masuk kedalam"ketus Dena sambil membuka lemari memasukkan tisu bekas yang ia gunakan untuk membersihkan darah di bibirnya tadi.
Ia takut kalau sampai Daniel melihatnya, maka anak itu akan mengamuk membabi buta.
"Ada perlu apa kamu ke kamarku?" tanya Prisia pada Daniel yang langsung duduk di sofa yang ada di kamar Dena.
"Kapan kamu mau bertemu kakek dan nenek?" pertanyaan yang sama seperti tempo kemarin.
"Kenapa kamu selalu memaksaku untu bertemu mereka" dingin Dena sambil ikut duduk di sofa tetapi agak berjarak dari Daniel.
"Kak, kakek sedang sakit dia ingin sekali bertemu denganmu" lirih Daniel berusaha membujuk sang kakak agar luluh.
"Tunggu aku siap" singkat Dena.
"Kapan kamu siap?saat kakek meninggal?" ucap Daniel tajam.
Dena hanya diam saja lalu menolehkan kepalanya kearah lain tidak melihat kearah Daniel.
"Kenapa dengan wajahmu?kenapa memerah seperti ini?ini bekas tamparan" ucap Daniel seketika saat melihat wajah kakaknya yang memerah memar.
"Bilang padaku, siapa yang menamparmu?" Dena langsung melihat kearah Daniel. Dia terkejut seberapa tajam penglihatan adiknya itu, kenapa ia bisa tahu jika dirinya habis ditampar.
"BILANG SIAPA YANG MENAMPARMU!!" emosi Daniel sudah mulai terpancing karena Dena tak kunjung menjawab.
Daniel memang paling tidak bisa melihat kakaknya itu terluka, dia tidak akan membiarkan siapa saja menyentuh kakaknya. Jika ada yang berani menyakiti saudara kembarnya maka ia yang akan turun tangan.
"BILANG!!" bentaknya sekali lagi pada Dena.
"Papa atau Soraya yang menamparmu?"tebak Daniel.
Daniel langsung berdiri,
"Kalau kamu tidak mau menjawabnya biar aku saja yang tanya kepada mereka" Daniel sudah mulai berjalan hendak menemui Papanya dan Ibu tirinya.
"Daniel tunggu, tunggu. Tahan emosimu..aku tidak apa-apa" Dena memegang tangan Daniel kuat agar adik kembarnya itu tidak menemui Papa mereka dengan emosi.
"Aku tidak tanya kamu tidak apa-apa?aku hanya tanya siapa yang berani menamparmu" kesal Daniel.
"Papa.." ucap Dena pada akhirnya saat ia melihat kilatan tajam di mata Daniel.
Daniel mengepalkan tangannya mukanya mulai mengeras dan dia langsung keluar dari kamar Dena begitu saja. Berjalan cepat hendak menemui Papanya memberi pelajaran pada Papanya itu yang berani menampar kakaknya.
Dena berlari cepat menyusul Daniel, ia langsung menarik lengan Daniel kuat.
"Berhenti Daniel" Daniel menghempas tangan kakaknya.
"Akan aku hajar orang itu"
"Biarkan saja, Daniel. Itu Papa kita,"
"Ciih, semenjak kapan kamu membelanya"
Daniel mulai berjalan lagi hendak menemui papanya.
"Daniel berhenti!! kalau kamu tidak berhenti aku akan loncat dari atas sini" ancam Dena sambil berjalan mendekati pembatas yang ada dilantai dua.
Daniel berhenti melihat kakaknya yang mulai melangkah keluar dari pembatas itu.
"Stop kak, stop" histeris Daniel saat mulai melihat Dena yang akan meloncat.
"Oke, Oke aku akan membiarkan dia kali ini. Tolong pergi dari situ" lanjutnya lagi dengan keras. Daniel berjalan mendekati kakaknya yang sudah kembali berdiri di tempatnya tadi.
"Jangan pernah lakukan seperti itu, jangan tinggalkan aku sendiri" Daniel memeluk kakaknya sambil meneteskan air matanya, memeluk kakaknya erat seakan tidak ingin kehilangan.
Dena balas memeluk Daniel, ia mencoba untuk tidak menangis. Perlahan ia menepuk-nepuk punggung Daniel menenangkannya.
°°°°°
Dirga baru sadar dari pingsannya setelah semalaman ia pingsan akibat pukulan dari ayahnya, ditambah pengaruh alkoholnya yang begitu kuat.
Perlahan ia bangkit dari tidurnya, sambil memegangi kepalanya yang terasa pusing, sesekali ia juga mengaduh kesakitan memegangi bibirnya yang terasa sakit serta kaku.
Saat dia sudah terduduk, ia benar-benar tidak ingat apa yang terjadi semalam ia ingatnya cuman dia bangkit untuk berdiri karena habis dipukuli oleh Papanya tapi atas dasar apa dia juga lupa.
Dirga mencoba untuk mengingatnya, saat sedang berusaha untuk mengingat Mamanya masuk sambil membawakan semangkuk bubur dan Sebotol aqua besar.
Dirga mengernyit heran kenapa mamanya membawakannya botol aqua sebesar itu.
"Dirga makan dulu, bubur ini. Terus minum semua air ini agar mabuk mu hilang" perintah Mamanya menaruh semua itu begitu saja di meja samping tempat tidur Dirga. Setalah menaruh itu Sisil langsung pergi dia tidak berbicara apa-apa lagi pada anaknya karena dia masih sangat kecewa kepada Dirga yang telah mabuk seperti semalam.
"Ma..Mama" panggil Dirga saat mamanya itu keluar dari kamarnya begitu saja.
"Kenapa mama marah" batinnya saat ini.
Saat Dirga sedang tampak kecewa karena Mamanya pergi begitu saja, sebuah pesan masuk ke ponselnya yang ada dibawah bantal.
*From Papa
"Hari ini kamu temui om Marco, bilang kalau kamu sudah siap menikah dengan Dena anaknya"
"Papa sedang tidak ingin menemui mu, jadi papa kirim melalui pesan ini. Papa harap kamu mau menuruti mau papa"
Begitulah isi Pesan dari Doni pada anaknya, Dirga yang membaca itu langsung membanting ponselnya ke kasur.
"Baiklah aku akan menuruti mau papa untuk menemui Om Marco tapi aku bukan bicara tentang perjodohan ini tetapi pembatalan" ucap Dirga sambil tersenyum miring.
………………
Benar saja saat sore hari Dirga datang ke rumah Marco tampilannya saat ini begitu rapi, jas yang klimis serta rambut pun juga klimis. Ada sebuah rencana yang akan ia lakukan nantinya. Membuat Dirga tersenyum puas dengan rencana yang akan ia jalankan nanti,.
Dia memasuki rumah Marco yang sudah di bukakan oleh pelayan rumah itu. Dengan langkah lebar Dirga memasuki rumah tersebut,.
Lalu ia duduk di sofa ruang tamu menunggu sang pemilik rumah untuk menemuinya.
Marco baru saja keluar keruang tamu saat ini, tentu saja ia tidak sendiri dia ditemani oleh Soraya istrinya.
"Hai, nak Dirga" sapa Marco saat dia baru saja duduk di sofa depan Dirga saat ini.
"Hai Om, Tante" sapa Dirga balik sambil menyalami kedua orang didepannya.
"Ada perlu apa kamu kemari Dirga?" tanya Marco.
"Saya ingin bertemu dengan putri anda yang ingin dijodohkan dengan saya bolehkah saya menemuinya?"
"Tentu saja boleh, kamu kan calon suaminya
"Honey tolong panggilkan Dena kemari?" perintah Marco pada istrinya.
"Honey, kalau aku yang menyuruhnya kemari, pasti dia tidak mau mendingan kamu saja" ucap Soraya dengan manja.
Dirga yang melihat itu, merasa bodo amat.
"Ya sudah, aku saja yang memanggil Dena untuk kemari"
"Dirga sebentar ya, saya panggilkan dulu" Marco segera beranjak pergi dari tempat duduknya berjalan ke kamar Dena yang ada di lantai dua.
Sementara Dena sendiri saat ini sedang menyisir rambutnya didepan cermin, ia baru saja selesai manda dan sudah berganti pakaian.
tok tok
terdengar ketukan pintu dari luar,.
"Masuk,.." ucap Dena mempersilahkan masuk.
"Sedang apa kamu?ada Dirga dibawah dia ingin menemui mu?" ucap Marco tanpa ragu.
"Dirga?Dirga siapa?" ucap Dena saat melihat kearah ayahnya yang sudah berdiri dibelakangnya saat ini.
"Dirga anak Om Doni yang akan papa Jodohkan denganmu"
"Aku tidak mau menemuinya" ucap Dena dengan dingin lalu berbalik membelakangi Papanya.
"Temui dia"
"Aku bilang tidak mau, untuk apa aku menemuinya. Sudah aku bilang aku tidak mau menerima perjodohan ini" ketus Dena.
"Papa bilang temui dia, kamu mau Papa tampar lagi" ucap Marco penuh penekanan.
"Aku tidak takut" Dena tersenyum sinis melihat Papanya dari cermin.
Marco sudah habis akal, ia mengamati seisi kamar Dena yang penuh dengan foto-foto Dena dan Mamanya dan juga Foto Daniel.
Marco berjalan ke salah satu Foto besar Monica istri pertamanya dulu.
"Apa yang akan kau lakukan dengan foto Mamaku," ucap Dena saat melihat Papanya dari cermin yang mengangkat foto mamanya.
Bukan hanya satu foto besar itu saja, Marco mengambil semua foto monica yang terpajang di kamar Dena.
"Aku bilang apa yang akan kau lakukan dengan Foto mamaku" Dena meninggikan suaranya.
"Aku akan membakarnya, kamu dengar Papa akan membakar semua foto mamamu"
"Kau gila" teriak Dena.
Marco membanting foto-foto itu kelantai, sehingga figura fotonya pecah.
"Kamu masih tidak mau menemui Dirga, " Marco mengeluarkan korek dari dalam saku celananya.
Dena menggenggam tangannya, giginya gemletak menahan emosi.
"Baik aku akan menemuinya, sekarang pergi dari kamarku"
"Aku tidak akan pergi sebelum kamu juga ikut denganku"
"Oke," Dena melihat foto-foto yang bingkainya pecah tersebut, lalu ia berjalan dulu keluar dari kamarnya mendahului Papanya.
°°°
T.B.C
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
George Lovink
Bukan lemah mbak tapi bodoh...orang tua sperti itu pantasnya biarkan Daniel memukul ayahnya...nggak dosa memukul ayah kayak gitu cuma thornya yang lemah
2024-09-06
0
Epijaya
lemah .biasanya org dingin itu kuat.
2023-08-29
2
Sri Kandiaz
peran utama terlalu lemaah thor bikin males baca..
2022-11-28
0