Pemberi Semangat

Baru sampai dipintu kantin Fadil sudah geleng geleng kepala, apa tidak disudut kantin ada Dhanil dan Yani berbincang dengan gaya yang lumayan mesra. Fadli jadi angkat topi dengan apa yang dilihatnya, Fadli cukup salut juga dengan mereka utamanya Yani. Bisa bisanya Yani yang mendatangi Dhanil ke kampus mereka, bukan Dhanil yang datang ke kampus Yani.

Fadli mendehem. “Udah siang nih, Dzuhur”.

Dhanil dan Yani sama menoleh dan membalas senyum Fadli yang langsung ambil tempat duduk persis didepan Dhanil dan Yani yang terus cengar cengir dan tampak salah tingkah. Fadli hanya geleng kepala dan memesan minuman dingin, Fadli agak haus siang ini karena tadi disuruh memasang spanduk didepan ruang kuliah mereka. Yang nyuruh enak aja, tinggal nyuruh tanpa sediakan minuman.

“Udah lama Yan ?”.

Yani melirik jam yang ada ditangannya. “Sekitar setengah jam Bang”.

Fadli anggukkan kepala. Tak banyak tanya yang bisa Fadli sampaikan pada Yani, Yani juga mengalami hal yang sama, hanya bisa memberikan cerita standar standar saja, tak lebih hanya soal bagaimana kuliahnya, dosennya dan mata kuliahnya serta hal hal lain yang berhubungan dengan kehidupan kampus yang sama sama dialami. Tidak terlalu banyak, karena jurusan yang diambil Yani jauh beda dengan apa yang dihadapi Dhanil dan Fadli.

“Dari rumah Cuma sendirian terus Yan ?”.

Yani mengangguk. “Tapi kadang diantar Paman kok Bang”.

Kali ini Fadli yang anggukkan kepala. Fadli tahu kalau Yani punya keluarga yang hidupnya lumayan, mungkin tidak lumayanlah. Setidaknya ibu Yani punya toko di Pasar Nauli sedangkan ayahnya seorang PNS yang bertugas di Pemko Sibolga, kalau Fadli tidak lupa ayah Yani punya jabatan yang lumayan juga, paling tidak setingkat Kepala Bidang.

Suara mengaji terdengar jelas dari Masjid yang memang sangat dekat dengan kantin. Itu pertanda bahwa waktu sholat Dzuhur sudah tidak lama lagi. Yani berdiri menuju kasir kantin dan membayar apa yang sudah mereka minum ataupun makan bersama Dhanil dan Fadli, selesai membayar Yani kembali kemeja tempat mereka duduk tadi.

“Yani pulang aja ya Bang”.

Dhanil anggukkan kepala. “Jadi. Hati hati ya”.

Dhanil, Yani dan Fadli sama keluar dari kantin dan menuju gerbang kampus. Hanya beberapa menit saja angkot yang tujuannya ke tempat Yani berhenti didepan mereka, Yani masuk dan angkotpun berjalan lagi.

“Balik ke Kost ?”.

Fadli angkat bahu. “Apa nggak lebih baik tunggu selesai Sholat Dzuhur aja Dan, kan nggak lama lagi”.

“Begitu juga baik”.

Dhanil dan Fadli berbalik arah kembali masuk komplek kampus dan menuju masjid. Dhanil dan Fadli memilih duduk duduk dulu diteras masjid karena waktu sholat mungkin masih ada kurang lebih setengah jam lagi.

“Enak juga kau punya pacar ya Dan ?”.

Dhanil menoleh. “Enak gimana ?”.

“Cantik, baik, berduit pula”.

Dhanil tertawa kecil. “Tapi aku nggak pernah minta duit kan ?”.

Fadli ikut tertawa. “Kalo nggak punya otak bisa juga”.

Dhanil mendorong bahu Fadli hingga hampir terjatuh. Tapi Dhanil memang merasakan apa yang dikatakan Fadli, Yani tidak hanya cantik tapi juga gadis yang baik, pintar dan tidak banyak permintaan.

“Yani mau datang kemari juga termasuk hal hebat”.

“Maksudmu ?”.

Fadli angkat bahu. “Coba kau pikir, mana yang seharusnya, kau yang mendatanginya atau dia yang mendatangi”.

Dhanil anggukkan kepala. Memang kehadiran Yani ke kampusnya termasuk satu bukti besar bahwa Yani orang yang super baik, Dhanil rasakan kalau Yani yang datang kekampusnya hanya untuk ketemu dengannya adalah satu kelebihan Yani, Dhanil merasa memang Yani nyaris tidak pernah berpikir egois selama mereka menyatakan diri berpacaran. Dulu waktu SMA pun Yani bahkan sering menjadi alasan penting Dhanil mengapa ia mengerjakan sesuatu atau mengambil keputusan untuk melakukkan sesuatu. Yani sering menjelma menjadi pendorong bagi Dhanil untuk terus melakukan sesuatu yang justru merupakan hal penting bagi diri pribadinya.

“Yani selalu menjadi penting Fad”.

“Maksudmu ?”.

“Yani selalu menjadi bagian penting dalam banyak hal Fad”.

“Hebat betul”.

Dhanil anggukkan kepala. “Memang hebat”.

Fadli mendehem saja. Hanya mangut magut mendengar perkataan Dhanil yang bertambah terus, tapi Dhanil memang harus mengakui banyak hal tentang Yani dengan segala pikiran pikirannya. Terkadang Dhanil dalam banyak hal juga tersadar dan mengakui akan kebenaran sesuatu hal setelah mendengar Yani mengeluarkan pendapatnya tentang itu. Ada banyak kesimpulan kesimpulan dewasa dari seorang Yani, yang paling mengesankan bagi Dhanil, Yani menjadi tampak begitu istimewa karena Yani dapat menerima Dhanil apa adanya, semua tahu kalau Yani berasal dari keluarga yang super mampu sedangkan Dhanil adalah seorang anak angkat dari keluarga yang biasa biasa saja. Dhanil anak sebatangkara yang sudah lama ditinggal ayah dan ibunya, bahkan Dhanil tidak punya keluarga sama sekali.

Fadli tertawa lebar. “Macam betulaja”.

“Tapi ini betul”.

“Lagumu”.

Dhanil tampak serius. “Tapi itu betul Fad. Termasuk kuliah ini. Aku awalnya tidak kepikir ini, tapi Yani mengatakan harus, karena kata Yani perjuangan hidup tidak sesederhana yang aku bayangkan”.

Fadli batuk batuk kecil, Dhanil tahu itu batuk yang dibuat buat. Dhanil dan Fadli saling pandang, Dhanil akhirnya mengikuti Fadli sama tertawa kecil dan husap wajahnya. Dhanil yakin Fadli tak begitu percaya dengan apa yang dikatakannya, Dhanil merasa tak perlu begitu peduli dengan itu.

“Jadi ceritanya, kau kuliah karena Yani ?”.

Dhanil geleng kepala sambil ketawa kecil. “Bukan begitu maksudnya”.

“Jadi apa dong. Tadi katanya Yani penting, termasuk kuliah ini. Sekarang bukan begitu, nanti bagaimana ?”.

Dhanil kembali geleng kepala. “Maksudnya Yani yang mendorong agar aku meneruskan kuliah ini. Begitu”.

Dhanil dan Fadli saling pandang. Fadli berusaha percaya dengan semua ungkapan Dhanil walau pada ujung ujungnya Fadli tetap pada pandangan semula sepertinya, banyak yang masuk kategori berlebih dalam setiap kalimat yang disampaikan Dhanil.

“Hebat juga pacarmu itu”.

“Makanya cari pacar Fad”.

Fadli memandang ke langit. “Belum sempat”.

Kembali Dhanil mendorong bahu Fadli. “Kepalamu nggak sempat. Nggak punya nyali bilang aja”.

Fadli memandangi Dhanil cukup lekat. “Bukan itu masalahnya ?”.

“Jadi apa dong ?”.

Fadli kembali hanya bisa angkat bahu. Tak ada yang bisa ia katakan sekarang. Tapi sejujurnya Fadli juga merasa belum pernah begitu tertarik dengan seorang wanita sejak dari dulu. Waktu SMA dulu banyak temannya yang sudah pacaran termasuk Dhanil, tapi Fadli merasa tak tertarik untuk melakukan hal yang sama, Fadli lebih tertarik untuk belajar dan terus belajar, Fadli lebih memilih membaca ketimbang keluar rumah malam hari. Itu yang kemudian membawa keadaan ini tetap betah tinggal dihidup Fadli, tidak punya pacar sama sekali.

“Jadi apa masalahnya ?”. Kejar Dhanil.

Fadli tampak pasrah. “Tapi aku kurang tertarik, entah kenapa”.

“Kok Bisa ?”.

“Aku nggak tahu aja. Mungkin masih mencari wanita dengan gaya yang berbeda, atau seperti Yani mungkin”.

Dhanil mendelik. “Maksudmu”.

“Biar aku juga bisa cerita ke orang seperti yang kau ceritan tadi”.

Dhanil senyum kecil. “Lagumu”.

Fadli ikut tertawa kecil. “Lagu nggak begitu baru, tapi lumayan…”.

“Lumayan apa ?”.

“Lama”

Dhanil dan Fadli sama sama tertawa dan saling dorong bahu, Dhanil geleng kepala. Sekarang Dhanil yakin betul kalau Fadli menganggapnya terlalu memuji Yani, Dhanil menangkap kalau Fadli merasa kalau Dhanil terlalu dramatis mungkin ceritanya, seperti cerpen mungkin.

Tapi Dhanil memang menyampaikan apa yang dirasakannya, Dhanil mengungkapkan apa yang sungguh sungguh dialaminya, apa yang didapatkannya dari Yani, sikap Yani, cara Yani, dan semua tentang Yani. Tamat SMA dulu, orang tua angkat Dhanil angkat tangan dengan mengaku tak punya kekuatan untuk melanjutkan sekolah Dhanil, Dhanil merasa tak masalah, apa yang dia dapatkan dari orang tua angkatnya bukan sesuatu yang kecil lagi, mereka sudah membawa Dhanil hingga tamat SMA, Dhanil tak bisa melupakan kebaikan kedua orang tua itu.

Saat itu Dhanil mengambil kesimpulan ingin mencari kerja saja untuk melanjutkan hidupnya, tapi saat itu ia sampaikan ke Yani, Yani protes keras dan terus memberikan upaya agar Dhanil melanjutkan sekolahnya hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Banyak alasan yang dikemukan Dhanil banyak punya ulasan yang disampaikan Yani, sebanyak alasan Dhanil sebegitu juga banyaknya ulasan Yani.Dhanil kalah karena semua ulasan Yani masuk kategori diterima akal.

“Kuliah itu kan butuh biaya besar Yan”.

“Abang bisa cari sendiri. Toh sekarang juga abang biasa mengerjakan banyak hal, kenapa nanti tidak”.

“Sibolga kan nggak sama sama Medan Yan”.

“Memang nggak sama Bang”.

“Justru itu”.

“Justru itu memang Bang. Medan lebih banyak menawarkan pekerjaan yang tidak membutuhkan tenaga besar, kemungkinan untuk melakukan kegiatan yang mendatangkan masukan lebih besar peluangnya di Medan”.

Dhanil menatap Yani lekat. Ada memang semangat baru yang menyeruak masuk kedalam hatinya. Semakin lama Dhanil memandang wajah Yani, Dhanil semakin paham kalau wanita yang menjadi pacarnya itu memang luar biasa cantiknya. Ternyata tidak hanya cantik semata, akan tetapi juga pemberi semangat yang luar biasa walau sering juga keluar manjanya. Dhanil merasa itu cukup wajar, Yani adalah anak bungsu dalam keluarganya yang memiliki taraf ekonomi yang sangat mampu.

“Abang pikir pikir dulu ya Yan”.

“Kok pikir pikir lagi Bang”.

“Lantas ngapain dong ?”.

Yani geleng kepala. “Abang tu Laki laki Bang. Banyak pekerjaan yang halal yang bisa abang lakukan untuk membiayai sendiri kuliah Abang. Jika pun itu Abang lakukan, Abang tidak sendirian, banyak laki laki lain yang mampu melakukannya, kenapa abang tidak ?”.

Kalimat Yani itu sangat menggores hati Dhanil, ibarat sebuah lecutan, kalimat itu mampu melibas hati sekaligus jantung Dhanil hingga bergetar dan berdebar. Rasa laki lakinya juga cukup terbakar, setidaknya Dhanil merasa apa yang Yani katakan banyak benarnya.

“Tidak ada yang tak mungkin Bang. Jika abang mau menjalankan semua dengan sungguh sungguh abang pasti akan mampu melakukannya. Jangan kalah sebelum bertempur Bang”.

Dhanil makin tak bisa bicara. Betul, betul sekali apa yang dikatakan Yani, banyak orang yang bisa melakukannya dengan baik, kuliah sambil kerja, banyak orang yang berhasil melakukannya dan berhasil memperbaiki hidupnya, berjuang semaksimal mungkin dengan mengerjakan apa saja yang bisa menghasilkan uang, benar benar tak ada yang tak mungkin, lantas kenapa Dhanil tak bisa melakukan hal yang sama, Dhanil pasti bisa. Akhirnya Dhanil menarik kesimpulan yang pasti, ia akan terus melanjutkan sekolahnya apapun yang akan terjadi. Dhanil yakin akan banyak jalan yang bisa ia tempuh untuk dapat memastikan kuliahnya dapat berjalan sesuai dengan aturan.

“Ambil wudlu’ yok”.

Dhanil tersentak, lamunannya langsung buyar. “Ayo. Udah adzan”.

Dhanil dan Fadli sama sama ambil wudlu’. Dhanil lebih memilih tidak keluarkan komentar lagi soal Yani pada Fadli karena Fadli tampaknya tetap pada pendiriannya kalau berpcaran bukan sesuatu yang harus dilakukan dan dikejar kejar. Apapun yang dikatakan Dhanil yakin kalau Fadli akan tetap pada kesimpulannya kalau pacaran justru akan menimbulkan hambatan, setidaknya akan memberikan dan memaksa kita mencabangkan pikiran.

Dhanil dan Fadli masuk dan ikut dalam sholat dzuhur berjama’ah di masjid kompleks kampus yang hari ini jama’ahnya cukup banyak juga, tidak hanya para dosen, pegawai dan mahasiswa kampus, tapi banyak juga yang kebetulan lewat, singgah dan ikut sholat.

Terpopuler

Comments

Sri Astuti

Sri Astuti

pacaran sehat dan bisa jadi penyemangat itu baru benar.. salut buat penulis

2022-02-02

0

Fira Ummu Arfi

Fira Ummu Arfi

sudah ku follow

follback yaa kak

2021-04-24

0

lihat semua
Episodes
1 Belum Beruntung
2 Mau Jadi Guru
3 Pacaran Memang "Indah"
4 Pemberi Semangat
5 Kamu Bisa Apa ?
6 Mungkin Tidak Jadi Orang Kaya ?
7 Masa Kalah Sama Mak Mak
8 Ramadhanil, S. Pd
9 Kita Nikah Napa Bang ?
10 Belum Bisa Menjawab
11 Ditolak Mentah Mentah
12 Rencana Kawin Lari
13 Pusing Dengan Urusan Perlengkapan Berkas
14 Tidak Bisa Dihubungi
15 Tamu Pagi Pagi Buta
16 Sah ....
17 Nasehat Paman
18 Paman Aidil Pergi
19 Hadiah Dari Murni
20 Khabar Indah Dari Yani
21 Kebahagiaan Yang Berpaling
22 Resti Yang Membaik
23 Berusaha Tetap Seperti Biasa
24 Hidup Sendiri
25 Khabar Mengejutkan
26 Bertemu Paman dan Khabar Baru
27 Bertemu Kakak
28 Seraya Hidup Kembali
29 Kunjungan Sahabat
30 Kabar Terkini Sahabat Lama
31 Kabar Terkini Sahabat Lama (2)
32 Bertemu Tanpa Sengaja
33 Impian Yang Terlanjur Sirna
34 Kunjungan Fadli
35 Ramalisa Aryani
36 Masih Membaca Peluang Baru
37 Jebakan Fadli, Akal Bulus Tika
38 Negoisasi Tika Fadli
39 Khabar Baru Sang Anak Didik
40 Janji Untuk Risda
41 Kembali ke Sibolga
42 Kisah Belum Sempurna
43 Ketemu Anggi
44 Sejarah Yang Berubah “Gila”
45 Pengkhianatan
46 Mundur Atau Terus Mengejar Harapan
47 Kehilangan Rasa Ketenangan
48 Dari Sudut Pandang Tika
49 Masih Layak Di Pikirkan
50 Bukan Sekarang, Tapi 10, 15, Atau 20 Tahun Yang Akan Datang
51 Penyesalan Dhanil
52 Ayah Angkat Risda
53 Info Yang Sangat Mengejutkan
54 Semua Tentang Risda
55 Masih Simpang Siur
56 Info Awal Yang Sangat Membantu
57 Kok Malah Jadi Seperti Sinetron
58 Rasa Peduli Tanpa Bukti
59 Menyamankan Risda
60 Risda “Akhirnya” Pindah Rumah
61 Terus Memburu Informasi
62 Sepertinya “Bukan” Adik Yang Baik
63 Pertemuan Kedua
64 Ingatan Yang Masih Berkuasa
65 Tujuan Awal Gagal Total
66 Mengupas Pandangan Tika
67 Info Mengejutkan
68 Kebimbangan Risda
69 Nasehat Kakak
70 Jika "Menekan" Mungkin Dilakukan
71 Kesibukan Harian Yuni
72 Hubungan Apa Risda dan Anggi ?
73 Apa Memang Anggi Bisa Lemah
74 Perubahan Demi Perubahan Risda
75 Kembali “Lagi” Ke Sibolga
76 Kembali Bertemu Anggi
77 Hanya Bisa Pasrah
78 Belum Waktu Yang Tepat
79 Terus Menerus “Berlari” Membaik
80 Akan Lebih Baik Jika Di Pendam Dulu
81 Jika Membantu Masih Mungkin
82 Ada Ibu Anggi Di Kantin Sekolah
83 Apapun Itu, Rela Adalah Yang Terbaik
84 Ujian Nasional (UN)
85 Kunjungan “Super” Mengejutkan
86 Kejujuran Yang Paling Jujur
87 Cinta Itu Masih Benar Benar Utuh
88 Yang Terbaik Untuk Risda
89 Perasaan Lega Yang Menyakitkan
90 Mengunjungi Kota Ikan
91 Rencana Apik Buatan Tika
92 Sehari Penuh Dalam Tawa
93 Hari Terindah Sepanjang Hidup Di Dunia
94 Tak Seperti Yang Di Duga
95 Isi Hati Risda
96 Kembali Berkumpul Dengan Teman Lama
97 Mangkir
98 Tetap Tak Ada Khabar
99 Sudah Pengumuman
100 Tetap Lanjut Disini Saja
101 Apapun Untuk Risda
102 Daftar SMA
103 Semua Cerita Akan Segera Tamat
104 Untung Tidak Menguntungkan
105 Risda Pergi, Tapi Tak Akan Pergi
106 Anggi Yang "Akhirnya" Melunak
107 Kembali Bersama
108 Seaseon 2 : Cerita Tentang Risda
Episodes

Updated 108 Episodes

1
Belum Beruntung
2
Mau Jadi Guru
3
Pacaran Memang "Indah"
4
Pemberi Semangat
5
Kamu Bisa Apa ?
6
Mungkin Tidak Jadi Orang Kaya ?
7
Masa Kalah Sama Mak Mak
8
Ramadhanil, S. Pd
9
Kita Nikah Napa Bang ?
10
Belum Bisa Menjawab
11
Ditolak Mentah Mentah
12
Rencana Kawin Lari
13
Pusing Dengan Urusan Perlengkapan Berkas
14
Tidak Bisa Dihubungi
15
Tamu Pagi Pagi Buta
16
Sah ....
17
Nasehat Paman
18
Paman Aidil Pergi
19
Hadiah Dari Murni
20
Khabar Indah Dari Yani
21
Kebahagiaan Yang Berpaling
22
Resti Yang Membaik
23
Berusaha Tetap Seperti Biasa
24
Hidup Sendiri
25
Khabar Mengejutkan
26
Bertemu Paman dan Khabar Baru
27
Bertemu Kakak
28
Seraya Hidup Kembali
29
Kunjungan Sahabat
30
Kabar Terkini Sahabat Lama
31
Kabar Terkini Sahabat Lama (2)
32
Bertemu Tanpa Sengaja
33
Impian Yang Terlanjur Sirna
34
Kunjungan Fadli
35
Ramalisa Aryani
36
Masih Membaca Peluang Baru
37
Jebakan Fadli, Akal Bulus Tika
38
Negoisasi Tika Fadli
39
Khabar Baru Sang Anak Didik
40
Janji Untuk Risda
41
Kembali ke Sibolga
42
Kisah Belum Sempurna
43
Ketemu Anggi
44
Sejarah Yang Berubah “Gila”
45
Pengkhianatan
46
Mundur Atau Terus Mengejar Harapan
47
Kehilangan Rasa Ketenangan
48
Dari Sudut Pandang Tika
49
Masih Layak Di Pikirkan
50
Bukan Sekarang, Tapi 10, 15, Atau 20 Tahun Yang Akan Datang
51
Penyesalan Dhanil
52
Ayah Angkat Risda
53
Info Yang Sangat Mengejutkan
54
Semua Tentang Risda
55
Masih Simpang Siur
56
Info Awal Yang Sangat Membantu
57
Kok Malah Jadi Seperti Sinetron
58
Rasa Peduli Tanpa Bukti
59
Menyamankan Risda
60
Risda “Akhirnya” Pindah Rumah
61
Terus Memburu Informasi
62
Sepertinya “Bukan” Adik Yang Baik
63
Pertemuan Kedua
64
Ingatan Yang Masih Berkuasa
65
Tujuan Awal Gagal Total
66
Mengupas Pandangan Tika
67
Info Mengejutkan
68
Kebimbangan Risda
69
Nasehat Kakak
70
Jika "Menekan" Mungkin Dilakukan
71
Kesibukan Harian Yuni
72
Hubungan Apa Risda dan Anggi ?
73
Apa Memang Anggi Bisa Lemah
74
Perubahan Demi Perubahan Risda
75
Kembali “Lagi” Ke Sibolga
76
Kembali Bertemu Anggi
77
Hanya Bisa Pasrah
78
Belum Waktu Yang Tepat
79
Terus Menerus “Berlari” Membaik
80
Akan Lebih Baik Jika Di Pendam Dulu
81
Jika Membantu Masih Mungkin
82
Ada Ibu Anggi Di Kantin Sekolah
83
Apapun Itu, Rela Adalah Yang Terbaik
84
Ujian Nasional (UN)
85
Kunjungan “Super” Mengejutkan
86
Kejujuran Yang Paling Jujur
87
Cinta Itu Masih Benar Benar Utuh
88
Yang Terbaik Untuk Risda
89
Perasaan Lega Yang Menyakitkan
90
Mengunjungi Kota Ikan
91
Rencana Apik Buatan Tika
92
Sehari Penuh Dalam Tawa
93
Hari Terindah Sepanjang Hidup Di Dunia
94
Tak Seperti Yang Di Duga
95
Isi Hati Risda
96
Kembali Berkumpul Dengan Teman Lama
97
Mangkir
98
Tetap Tak Ada Khabar
99
Sudah Pengumuman
100
Tetap Lanjut Disini Saja
101
Apapun Untuk Risda
102
Daftar SMA
103
Semua Cerita Akan Segera Tamat
104
Untung Tidak Menguntungkan
105
Risda Pergi, Tapi Tak Akan Pergi
106
Anggi Yang "Akhirnya" Melunak
107
Kembali Bersama
108
Seaseon 2 : Cerita Tentang Risda

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!