Dhanil dan Fadli kini sudah selesai OPSPEK, kini tak lagi harus dengan pakaian putih celana hitam menuju kampus, keputusan untuk menimba ilmu dikampus yang sama dengan Baimil sudah benar benar terwujud. Pernyataan pilihan juga terlaksana, Dhanil dan Fadli berada di Fakultas yang sama tapi beda jurusan, Dhanil ambil IPS sedang Fadli ambil Bahasa Indonesia, sedang Baimil sebelumnya memang sudah tercatat sebagai Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris.
“Satu ruang berapa orang Fad ?”.
“Banyak juga. Ada sekitar 40 juga. Kalian gimana ?”.
Dhanil anggukkan kepala. “Persis Fad. Sekitar begitu juga”.
“Lumayan juga kalo begitu”.
Dhanil kembali angguk kepala. “Memang kapasitas ruangnya segitu kok, jika nambah dari situ, repot juga”.
Fadli ikut angguk kepala. “Iya juga memang. Rasanya kalau aku yang ditanya, angka itu juga udah kebanyakan Dan”.
“Nggak begitu juga”.
“Maksudnya ?”.
“Kalo terlalu sedikit. Kampus yang bingung kan ?”.
Dhanil dan Fadli sama sama tertawa kecil. Jumlah mahasiswa yang lumayan membawa arti penting juga bagi Dhanil dan Fadli, kampus mereka yang lumayan besar juga membuat sensasi yang lain, terasa ada kenyamanan dan ketenangan.
Soal kost, selain Baimil, Dhanil dan Fadli juga satu kost dengan Irfan. Irfan yang lulus di IAINSU memilih kost bersama mereka atas saran orang kedua tuanya, walau jarak cukup jauh dari tempatnya kuliah, Irfan juga merasa itu bukan satu masalah memberatkan yang patut menjadi pertimbangan, ada hal yang paling penting dari sekedar jarak menuju kampus, itu bisa dijawab dengan banyaknya lalu lalang angkot yang bisa membawa Irfan menuju kampusnya, tak susah mencarinya, cukup hanya berdiri dipinggir jalan dan menyetop angkot yang nomornya sesuai. Setuasi yang paling penting lagi bagi Irfan tentunya, dimana ia bisa tetap dekat dengan sahabat
sahabatnya.
Ada banyak cerita kini yang bisa diukir. Ada banyak perbedaan antara menjadi siswa dan mahasiswa. Jika masih siswa dulu banyak menunggu apa yang disampaikan guru, sedang kini tidak bisa hanya berharap pada dosen, tapi juga harus mencari sendiri tambahan bahan yang membantu kelancaran perkuliahan. Khusus untuk Dhanil, setuasi
sekarang memang terasa jauh beda dan terasa jauh lebih rumit dari yang ia alami sebelumya. Jika dulu ia bisa bersandar pada ayah dan ibu angkatnya, bisa meminta tolong dan atau meminta uang untuk keperluan sekolahnya kini sama sekali tak bisa lagi, kini Dhanil hanya bisa bersandar pada dirinya sendiri. Untungnya, atas bantuan Baimil, Dhanil punya kegiatan yang menghasilkan uang yang lumayan. Mulai dari ngisi privat dari rumah kerumah hingga kegiatan lain yang berhubungan dengan dagang dan penjualan.
“Nggak kuliah Fad ?”.
Fadli menoleh dan gelengkan kepala. “Kuliah. Tapi nanti agak siang. Kami baru masuk pukul 10.00”.
Dhanil anggukkan kepala. “Kalo gitu aku duluan”.
“Ok... lanjut”.
“Nanti datang jam berapa ?”.
“Sekitar jam 09.30 lah”.
Fadli hanya anggukkan kepala dan sama sekali tak lagi melihat Dhanil yang beranjak pergi, Fadli lebih peduli kepada lontong kuah yang tersedia didepannya. Mata Fadli juga harus terbagi dengan siaran TV yang menyajikan berita pagi. Fadli juga berlaku sama saat Baimil dan Irfan mengajukan tanya yang sama seperti yang ditanyakan Dhanil tadi, juga tetap nyantai pada saat Irfan dan Baimil menghilang dibalik pintu. Fadli bahkan selesai sarapan memilih tiduran, bukan mandi.
Begitu perkuliahan selesai Dhanil langsung keluar, tak ada rencana Dhanil untuk pulang ke kost walai siang ini Dhanil tak ada kuliah lagi. Dhanil memilih duduk duduk sendirian di bangku semen yang memang banyak dihalaman kampusnya, mencoba menghubung hubungkan teori yang dibacanya dengan ungkapan ungkapan dosennya tadi. Walau tampak sedikit berbeda Dhanil melihatnya tampak sederhana, tapi Dhanil akhirnya mengambil stabilo dan menandai beberapa hal yang menurutnya cukup ganjil.
Dhanil terus membuka buka buku yang ada ditangannya, tapi sekarang Dhanil membacanya tidak begitu serius, hanya tampak membolak balik saja seakan mencari sesuatu yang terselip. Dhanil tersentak dan angkat kepala dan langsung tersenyum lebar, yang menyentuh bahunya adalah Yani.
“Siapa teman Yani kemari ?”.
"Sendiri Bang “.
“Ngapain ?”.
“Rindu”.
Dhanil agak batuk sedikit mendengar jawaban Yani, rindu. Padahal yang merasakan itu bukan hanya Yani kayaknya, tapi juga Dhanil. Seminggu tak bertemu memang membuat Dhanil lumayan rindu pada Yani, tapi sekarang justru Yani yang datang ke kampusnya, bukan Dhanil yang muncul di kampus Yani. Tapi itu mungkin agak masuk akal, karena Yani jika mau pulang dari kampus ke tempat tinggalnya sekarang dipastikan lewat dari depan kampus Dhanil, jadi bisa saja Yani singgah, hitung hitung estafet pertama.
“Enak kuliahnya Dek ?”.
Yani tersenyum simpul. “Biasa aja. Tapi memang agak ribet Bang, agak pusing juga kadang kadang. Abang gimana ?”.
“Enak tak enak”.
“Maksudnya Bang ?”.
“Kalau saat enak ya enak. Kalo pas nggak enak kadang nggak enak”.
Dhanil dan Yani berbagi senyum. Ini kali pertama Yani singgah di kampus Dhanil dan kebetulan Yani dapat menemukan Dhanil dihalaman kampus. Dhanil berpikir seandainya tadi dia tidak disini, bagaimana Yani bisa menemukannya, karena Yani belum tahu dimana ruang kuliah Dhanil. Tapi apapun itu Dhanil cukup bahagia kini Yani ada disampingnya. Walau tadi pagi mereka masih berkomunikasi via telephon, tapi memang Dhanil dan Yani sudah beberapa hari tidak ketemu. Dhanil bukan tidak mau datang ketempat Yani, masalahnya Dhanil juga untuk saat ini belum paham betul jalanan Kota Medan, untuk saat ini Dhanil hanya tahu sedikit saja, yang betul betul hapal baru sampai Mesjid Raya Medan, untuk lebih jauh belum sama sekali.
Dhanil dan Yani kembali sama tertawa kecil walau sebenarnya kurang pasti apa yang membuat keduanya merasa lucu. Dhanil akhirnya menarik tangan Yani menuju kantin, itu mungkin lebih baik, Yani ikut saja. Tak banyak yang ngumpul dikantin, tak ada pula teman satu ruangan Dhanil sehingga tak ada satu orangpun yang Dhanil kenal dari beberapa orang yang ada disana. Dhanil dan Yani mengambil tempat agak sudut dan hanya memesan minuman biasa dan beberapa buah gorengan sebagai makanan tambahan siang ini.
Pacaran memang indah, paling tidak itulah yang dialami Dhanil dan Yani saat ini, ada banyak cerita yang muncul silih berganti dari keduanya, tak ada keluhan yang muncul dari keduanya, yang ada hanya ungkapan rasa kebahagiaan yang dipertegas oleh gelak tawa kecil dan senyum simpul yang manis manis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
R.F
3 like + rate 5. cemungut. jangan lupa like balik ya
Takdir Cinta Sang CEO
Istriku mantanku
2021-04-15
0
Fira Ummu Arfi
indah pacaran, tp dosa kakak 🤣🤣🤣🤣
tinggalin jejak jg di Novel ku ya ASIYAH AKHIR ZAMAN 🍂🍃🍂🍃🍂🍃💃💃💃💃💃
2021-03-16
0