Pagi ini, Alya sudah bersiap untuk pergi ke café tempatnya bekerja.
Sebenarnya, ia tidak ingin masuk bekerja karena masih merasakan nyeri di pergelangan kakinya akibat kejadian semalam. Ia ingin rehat barang sehari saja. Namun, ternyata bos pemilik café menelepon dan menyuruhnya datang ke cafe hari ini. Alya tidak bisa menolak, karena ia hanya bawahan. Lagipula, Alya itu seorang yang sangat profesional.
“Alya, kamu mau berangkat kerja? Ayu bilang, semalam kamu pulang terlambat ya?” tanya Bu Rina, ibunya. Saat Alya keluar dari kamar, wanita paruh baya itu sedang menata makanan di meja.
Saat Alya pulang, ibunya memang sudah tidur. Bu Rina mengetahui Alya pulang terlambat dari Ayu, pegawainya.
Alya hanya tersenyum. Ia tidak menceritakan kejadian saat ia pulang kerja. Alya pun meminta Ayu tutup mulut, karena tidak ingin membuat ibunya khawatir.
“Kaki kamu kenapa, Alya?” tanya Bu Rina lagi saat melihat Alya berjalan pincang. Terlihat kaki sebelah kanannya dibebat. Dengan cepat Alya menyembunyikan kakinya yang terluka di balik rok panjang yang dikenakannya.
“Ah, gak pa-pa, Bu. Hanya keseleo semalam pas pulang kerja,” jawab Alya berbohong. Bergegas ia duduk untuk menikmati sarapannya. Ibu tampak khawatir dan segera berjongkok untuk mengecek keadaan kaki putrinya.
“Ini hanya luka kecil, Bu. Ibu gak usah khawatir,” ucap Alya mencoba menenangkan ibunya.
Sesaat ia teringat dengan kejadian mengerikan semalam.
\=\=\=
Saat Alya pulang dari cafe, ada seorang lelaki yang mengikutinya dari belakang. Alya tidak bisa melihat wajahnya, walau si penguntit berada sangat dekat dengannya.
Semakin laki-laki itu mendekat, Alya semakin ketakutan. Hingga akhirnya, ia tidak sadarkan diri. Saat terbangun, Alya menyadari bahwa dirinya sudah berada di klinik.
Setelah kesadarannya terkumpul, Alya mengitari ruangan yang tampak tidak asing baginya. Itu adalah klinik milik seorang teman. Sayang, malam itu bukan jadwal dokter kenalannya. Sehingga, ia tidak bisa meminta tolong pada dokter itu.
Alya melirik jam yang menempel di dinding ruang rawat klinik tersebut. Saat ia bangun, waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Ia pun bergegas turun dari ranjang dan melepas jarum infus di tangannya. Tanpa banyak berpikir, Alya segera pergi meninggalkan klinik, khawatir lelaki misterius yang mengikutinya itu ada di klinik.
\=\=\=
"Kok kamu melamun, Al? Cepat makan sarapan kamu," suara ibu menginterupsi Alya.
"Ah, iya, Bu!" sahut Alya.
Alya menyuapkan nasi goreng yang sudah disiapkan ibu. Ia makan dengan lahap hingga makanan itu tidak bersisa.
“Aku berangkat, ya, Bu,” pamit Alya setelah menghabiskan sarapannya.
“Loh, tapi kakimu kan lagi sakit, Al? Apa tidak sebaiknya kamu izin dulu?” tanya Ibu dengan pandangan ke arah kaki Alya.
“Gak apa-apa, Bu. Nanti aku naik ojeg aja, biar gak banyak jalan. Ini Mbak Dewi nelpon terus dan meminta aku untuk datang ke café. Penting katanya,” jawab Alya.
“Ya sudah, kamu hati-hati ya, Al,” pesan Ibu.
Alya mengangguk seraya mencium punggung tangan ibunya lalu bergegas pergi.
***
Alya Wulandari. Gadis itu berusia 25 tahun. Ia bekerja di sebuah café di kawasan pusat perbelanjaan mewah di Cibubur. Sudah setahun ia bekerja di sana sebagai pembuat kue. Karena Dewi, si pemilik café sangat suka dengan kue yang dibuat Alya sehingga gadis itu ditawari untuk bekerja di cafenya.
Alya gadis yang sangat rajin dan baik hati. Ia tidak pernah sungkan untuk membantu para karyawan lain dalam bekerja, padahal itu bukan tugasnya. Bahkan ia membantu membereskan meja dan kursi ketika café tutup.
Alya sudah sampai di tempat kerjanya. Ia bergegas masuk, karena si pemilik café sudah menunggunya.
Saat dalam perjalanan menuju cafe, Dewi menelepon Alya kembali. Ia harus segera berangkat ke bandara dan terbang ke Malaysia untuk mengurus bisnisnya yang ada di sana.
“Ya ampun, Mbak Dewi, kenapa ngedadak begini sih? Mau pergi ke Malaysia, kok, gak bilang-bilang?” tanya Alya sembari berjalan terseok menghampiri Dewi, atasannya.
“Loh, Al, kaki kamu kenapa?” Bukannya menjawab, Dewi malah bertanya balik soal kaki Alya.
Alya terkekeh.
“Hehe, keseleo, Mbak, semalem pas pulang dari café,” jawab Alya.
Alya masih berbohong perihal kakinya yang sakit. Ia tidak ingin membuat orang-orang yang menyayanginya terlihat khawatir. Dewi sudah seperti kakaknya sendiri. Ya, Dewi pun menganggap Alya sebagai adik.
“Sudah, kamu duduk saja di kursi kerjaku,” suruh Dewi sambil menunjuk meja kerjanya.
“Sementara aku mengurus bisnisku di Malaysia, kamu yang menggantikan aku di sini. Pekerjaan kamu biar Reni dan lainnya yang selesaikan. Kamu cukup pantau perkembangan café dan karyawan kita, dan Mbak tunggu laporannya tiga bulan mendatang setelah Mbak kembali. Oke?!” titah Dewi tanpa tawar menawar.
“Loh, kenapa mesti aku, Mbak?” Alya coba menolak.
“Aku percayakan cafe ini sama kamu. Sekarang, kamu duduk saja di kursi Mbak, tidak usah kerja. Kalau tau kamu sakit, Mbak gak bakal nyuruh kamu ke sini, Al. Kenapa kamu gak bilang sewaktu mbak telpon tadi?” tanya Dewi meminta penjelasan.
“Gak apa-apa, mbak … besok juga sembuh, kok. Biar aku bekerja seperti biasa saja. Aku gak betah juga kalo harus diam dan gak ngelakuin apa-apa,” rengek Alya. Ia mencoba bangkit dari duduknya, tapi kakinya terasa sakit.
“Ah, aww … sssh!” Alya meringis.
“Tuh, kan bandel, sih!” ucap Dewi sambil membantu Alya duduk kembali. “Sudah ya, Mbak pergi dulu. Kamu gak usah ngapa-ngapain. Hari ini kamu bosnya!” sambungnya.
“Ya, Mbak, hati-hati! Aku laksanakan perintah, Mbak,” sahut Alya.
Dewi pergi keluar café setelah memeluk Alya dan berpamitan kepada Reni dan karyawannya yang lain. Ia lalu bergegas masuk ke dalam taksi yang dipesannya untuk berangkat menuju bandara.
Alya menyesal tidak bisa mengantar kepergian Dewi ke bandara, karena cedera kakinya. Namun, tidak masalah bagi Dewi.
***
“Sudah diurut belum, Al?” tanya Reni sambil tangannya sibuk mengelap dan menyusun gelas-gelas di konteiner.
Alya menggeleng sambil memijat-mijat kainnya. Ia tengah duduk di kursi yang berada di depan meja pemesanan.
“Lagian lo minta naik bis, padahal udah gelap. Eh, tapi lo gak diapa-apain kan ama tuh cowo?” tanya Reni lagi.
“Aku gak tau, Ren. Aku pingsan. Saat aku bangun, aku sudah berada di klinik depan gang. Aku rasa, aku baik-baik saja, cuma kakiku saja yang sakit karena terkilir,” jawab Alya.
“Siapa yang bawa lo ke klinik? Apa cowo itu? Lo ingat wajahnya?”
“Aku gak tau pasti siapa yang bawa aku ke klinik. Aku juga ingat wajahnya. Waktu itu aku sangat ketakutan. Karena khawatir cowo itu muncul lagi, aku buru-buru kabur dari klinik. Mungkin itu juga yang bikin cedera kakiku parah,” terang Alya. Ia mencoba mengingat kembali yang terjadi semalam. Alya yakin tidak ada hal yang buruk terjadi pada dirinya.
Reni menghentikan aktivitasnya lalu melangkah mencari minyak urut di kotak obat. Setelah dapat, ia kembali menghampiri Alya dan mengurut pergelangan kaki Alya yang sebelumnya dibebat kain.
“Aww … pelan-pelan dong, Ren. Sakit tau,” omel Alya.
“Yee … bawel banget, sih, tahan sebentar!”
Alya menggigit bibir bawahnya menahan rasa sakit.
“Coba sekarang belajar jalan, pelan-pelan aja!” suruh Reni setelah menunjukkan keahlian mengurutnya.
Alya berdiri dan berjalan perlahan. Selangkah demi selangkah Alya berjalan sambil merentangkan kedua tangannya untuk menjaga keseimbangan. Seperti balita yang baru belajar jalan.
Setelah beberapa langkah, ia merasa kakinya sedikit lebih baik. Tidak seperti sebelum diurut.
“Wah, Ren, kakiku merasa lebih baik setelah kamu urut,” seru Alya sembari berbalik menghampiri Reni dan memeluk sahabatnya itu. “Makasih ya, Ren, kamu memang hebat!” tambahnya lagi.
Reni mengurai pelukannya.
“Tapi lo tetap jangan banyak jalan dulu! Seperti perintah Mbak Dewi, lo duduk aja!” suruh Reni. Ia memapah Alya untuk duduk di kursi.
“Oke, untuk hari ini mungkin aku kerja di sini, sampai kakiku sembuh,” tawar Alya.
“Terserah.” jawab Reni singkat lalu berlalu ke dapur.
Sedangkan Alya duduk di kursi yang biasa diduduki bosnya. Sekarang dia adalah bos cafenya.
***
Mohon dukungannya ya, jangan lupa vote, like, and komen untuk karya pertamaku. Jangan lupa tambahkan favorit🙏
Moga suka dengan kisah Alya dan Rendi🤗🥰
Happy reading, guys!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Isti Arisandi.
semangat kakak, aku sudah mampir.
2021-10-14
1