Aku pastikan kita akan sering bertemu.
Satu pesan yang ditulis di secarik kertas diterima oleh Reni. Ia masih memegang kertas pesan itu. Meskipun tidak ada nama pengirimnya, namun Reni tahu, siapa yang mengirimkan pesan untuknya.
Sejak kedatangan pelanggan baru siang tadi, Reni tampak diam dan tak banyak bicara. Setidaknya itulah yang dilihat Alya dari sahabatnya itu.
Alya melangkah perlahan menghampiri Reni, karena masih merasakan sakit di kakinya.
“Pesan dari siapa, Ren?” tanya Alya saat sudah berada di dekat Reni.
Reni meremas kertas yang berisi pesan dari Dena kemudian membuangnya ke tempat sampah yang ada di bawah meja.
"Bukan dari siapa-siapa," jawab Reni.
"Kenapa kamu buang? Aku juga, kan, pingin tahu apa isi pesannya. Hayo dari siapa?"
“Dari pelanggan baru mbak. Cowo. Ganteng, deh, Mbak.” Asih yang berdiri di samping Reni menjawab, karena dialah yang menerima pesan itu untuk sahabatnya itu. Ia tampak bersemangat saat menceritakan lelaki dengan penampilan rapi dan cool, meski tangannya sibuk meracik minuman untuk pelanggan café.
“Oh, ya?” tanya Alya.
“Selesaiin aja kerjaan lo, Asih!” suruh Reni sinis.
Asih pun buru-buru menyelesaikan meracik minuman dan membawanya ke meja pelanggan.
“Cowo yang tadi duduk sendiri itu? Aku liat sih, pas kamu berdebat sama dia. Wah, sepertinya dia suka sama kamu!” goda Alya.
“Gue gak ada waktu ya buat ngeladenin dia, Al,” ujar Reni sambil melangkah ke arah dapur.
“Lho... memangnya kenapa? Aku penasaran apa isi pesannya. Sepertinya dia memang suka sama kamu, Ren. Apa dia ngajak ketemuan? Atau… kamu memang kenal sama dia ya?” Alya terus menerka-nerka dan berpikir tanpa menyadari Reni yang diajak bicara ternyata sudah masuk ke dapur.
“Ren… Reni!” teriak Alya memanggilnya.
Reni tidak mendengarkan ocehan Alya. Ia memilih ke dapur untuk membuat cake.
Biasanya, Alya yang akan membuat cake untuk dijual di café. Hanya saja saat ini dia butuh istirahat agar cedera pada kakinya cepat sembuh.
“Yaah… dia malah pergi,” ucap Alya lesu Merasa diabaikan teman baiknya itu, Alya pun kembali ke meja kerjanya untuk merapikan pekerjaan. Ia harus segera pulang selagi hari masih siang untuk menemui seseorang di klinik.
Seusai solat Zhuhur nanti, ia akan pergi ke klinik, tempat ia dirawat semalam. Ia pun akan membuat janji terlebih dahulu dengan dokter di sana melalui telpon.
* * * * *
“Dari mana aja, lo, jam segini baru balik,” omel Rendi. Ia tampak kesal karena orang yang ditunggunya sejak pagi, baru menampakkan batang hidungnya.
“Jangan marah dulu, bro! Tadi gue mampir dulu ke café buat isi perut gue. Ini ... gue bawain cake dari café itu. Lo pasti ketagihan makan kuenya,” ujar Dena sambil menyodorkan paper bag berisi kue yang dibelinya tadi.
Rendi mengeluarkan kotak berisi cake red velvet kesukaannya lalu membukanya. Ia mencubit sedikit bagian sudut cake itu dan memasukan ke mulutnya. Rendi tampak menikmati.
“Gimana rasanya, Bro? Enak?”
“Ini buat gue,” ujar Rendi seraya mengangkat kotak kue dan memakannya dengan lahap.
Dena berdecak melihat atasannya bertingkah seperti anak kecil saat menginginkan kue itu.
“Lo gak ada wibawanya ya kalo lagi makan cake kesukaan lo,” desis Dena.
Rendi tidak menghiraukan ucapan Dena. Ia fokus menikmati cake terenak yang baru ia makan. Dena tidak tau, ia sudah melewatkan makan siang karena menunggunya.
“Ya udah buat lo semua. Gue pamit ke ruangan gue,” ucap Dena.
Rendi hanya mengibaskan tangan sebagai tanda Dena boleh keluar.
“Hah…dasar pemuda itu!” umpat Dena sambil berlalu keluar dari ruangan atasannya menuju ruangan kerjanya.
Dena tergolek lemas dan menghempaskan tubuhnya di sofa ruangannya, untuk berbaring sejenak. Hari ini ia lelah sekali mencari tahu tentang gadis yang Rendi sukai.
Saat Dena akan memejamkan matanya, tak lama telpon di ruangannya berdering. Panggilan dari Winda, sekretaris Rendi. Ia bangkit untuk menerima panggilan.
“Ya, ada apa, Win?” tanya Dena malas.
“Mas Dena, ditunggu Mas Rendi di ruangannya,” ucap Winda.
Dena tampak kesal. Ditutupnya gagang telpon dengan kasar.
“Arrghh… Rendi sialan!” umpat Dena lagi. Dengan malas ia berjalan ke luar ruangan menuju tempat Rendi di atas. Ia harus melewati beberapa lantai untuk sampai ke sana dengan menggunakan lift.
“Kenapa lo tadi nyuruh gue keluar, kalo lo masih butuh gue?” tanya Dena ketika ia sudah berada di ruangan Rendi kembali. Ia mendaratkan bokongnya di kursi depan meja kerja Rendi. Dilihatnya kotak kue yang dibawanya tadi sudah ludes, tak bersisa.
“Cake sebanyak itu dia habiskan sendiri? Heh, banyak juga makannya lelaki ini,” sindir Dena pelan, tapi masih terdengar oleh Rendi.
“Gue masih bisa dengar lo ngomong apa,” tukas Rendi sambil membuka kulkas kecil dekat mejanya.
Dena memasang tampang tidak suka pada temannya yang pemaksa itu.
“Sebaiknya lo minum dulu, gue tau lo capek!” suruh Rendi sambil melemparkan softdrink kemasan kaleng ke arahnya, dan dengan sigap Dena menangkapnya.
Rendi kembali duduk di kursinya.
“Lo, mau apa lagi, Ren?” tanya Dena kesal.
“Lo punya hutang cerita sama gue tentang gadis yang gue cari. Gimana? Lo udah cari tau tentang gadis itu?”
Dena menggendikan bahu sebagai tanda ia belum berhasil mencari informasi tentang Alya.
Rendi menyandarkan punggungnya lesu, kehilangan kembali jejak gadis yang sudah menyita pikirannya selama ini.
“Tapi gue dapetin namanya.”
Rendi kembali bangkit bersemangat dan terduduk tegap.
“Really? Siapa nama gadis itu?” tanyanya tak sabar.
“ALYA”
“Alya…. Alya,” gumam Rendi sembari memegang dagu. “Hhm… nama yang bagus.”
Dena memberi tahu Rendi, bila ia sudah menyuruh orang untuk mencari informasi lengkap tentang Alya. Kalau bukan karena Rendi yang sudah mengangkatnya dari jurang kemiskinan hingga seperti ini, mungkin Dena tidak akan pernah mau membantunya mencari gadis itu.
Rendi merasa senang, walau ia baru mendapatkan nama gadis yang disukainya. Ia teringat kejadian semalam, ketika melihat ada orang yang mengikuti gadis itu. Ia pun memutuskan untuk menyewa jasa keamanan atau bodyguard untuk mengawasi dan menjaga Alya dari kejauhan, kemana pun gadis itu pergi. Dan pastinya, Dena yang menghubungi jasa keamanan itu.
“Thank you, sob!” ucap Rendi ketika Dena berhasil menelpon jasa keamanan yang disewanya untuk mengikuti sekaligus mencari informasi tentang gadis yang bernama Alya.
“Sob… sob, emang gue sobri,” ujar Dena masih dengan raut kesal.
Rendi tertawa melihat raut wajah temannya. Namun seberapa pun Rendi membuatnya kesal, ia tidak pernah bisa marah pada laki-laki itu. Tak lama tawa pun menular pada Dena dan menggema ke seluruh ruangan. Menghadirkan kehangatan dari dua sahabat yang sudah berteman sejak SMA.
* * * * * *
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
lilis nuryanti
Sudah kebayang pasti Rendi kaya Vincenzo 🙈🙈🙈
2021-04-14
1
Nuraeni Wahdah
aku suka..aku suka
2021-04-11
1
💞Khanza💞
like.... 😊
2021-03-10
3