Bertemu Lagi

Malam ini Alleteha sudah membuat janji bersama sang kekasih di café langganan mereka. Setelah siap, Allethea pamit pada kedua orang tuanya dan melenggang pergi menggunakan mobil kesayangannya.

Kurang lebih empat puluh lima menit menempuh perjalanan, kini Allethea sampai di café tempatnya janjian.

Bisa Allethea lihat dari parkiran sini, bahwa Gilang sudah menunggu di dalam sana. Tidak ingin kekasihnya itu menunggu terlalu lama lagi, Allethea langsung masuk dan menghampiri Gilang yang menyambutnya dengan senyum manis seperti biasa.

“Maaf buat kamu nunggu lama,” ucap Allethea tak enak hati.

“Gak apa-apa, sayang, aku juga belum lama kok nyampenya," jawab Gilang seraya tersenyum dan mengacak pelan rambut Allethea.

“Nih, sudah aku pesenkan kesukaan kamu, Tiramisu cake.” Gilang tersenyum. Allethea membalas senyum kekasihnya itu dan tidak lupa mengucapkan terima kasih.

Gilang sesekali menatap Allethea yang kini tengah memakan cake yang ia pesankan tadi. Sudah bisa dirinya tebak bahwa kekasihnya itu sedang gelisah dan bingung.

Allethea memang transparan, dan itu sebuah keberuntungan bagi Gilang, membuatnya mudah untuk mengetahui apa yang tengah di rasakan oleh kekasihnya itu.

“Kamu kenapa, Lett, kok keliatannya gelisah gitu?” tanya Gilang dengan kening berkerut.

“Aku gak apa-apa kok, Lang,” Allethea tersenyum tipis untuk meyakinkan bahwa dirinya memang baik-baik saja.

“Aku tahu, ada yang mau omongin sama aku, Lett. Kamu gak bisa bohong sama aku," tebak Gilang tepat sasaran. Allethea menghela napasnya berat, kemudian menatap Gilang dengan serius.

“Aku mau tanya untuk yang terakhir kalinya sama kamu ...” Allethea menghela napasnya terlebih dulu sebelum melanjutkan ucapannya kembali, “kapan kamu mau nikahin aku?” tanya Allethea penuh keseriusan.

“Lett, kenapa kamu terus-terusan menanyakan itu? Apa kamu gak percaya sama aku? Aku pasti akan nikahin kamu, Lett, aku janji!” kata Gilang meyakinkan kekasihnya itu.

“Kamu tanya kenapa? Jawabannya karena aku butuh kepastian dari kamu, Lang! Bukannya aku gak percaya sama kamu, tapi dari tiga tahun lalu jawaban kamu selalu sama. Kamu bilang secepatnya, secepatnya, dan secepatnya terus, tapi sampai sekarang belum juga ada kepastian," Allethea menghela napasnya lelah. "Apa kamu punya perempuan lain, makanya kamu belum juga nikahin aku?”

Gilang membulatkan matanya tak percaya dengan apa yang dituduhkan kekasihnya itu. “Aku gak pernah punya perempuan lain, seperti yang kamu tuduhkan barusan Allethea! Aku cuma punya kamu. Gak ada yang lain!” kata Gilang tegas. Sedikit marah juga karena tidak menyangka bahwa kekasihnya mempunyai pemikiran seperti itu

“Oke, kalau gitu! Aku kasih kamu waktu satu bulan untuk membuktikan keseriusan kamu sama aku. Jika dalam waktu satu bulan itu kamu gak ada juga melamar aku, dengan terpaksa aku akhiri hubungan kita!” Allethea berucap dengan tegas dan serius.

Gilang membelalakkan matanya mendengar penuturan Allethea. “Bilang kalau yang barusan kamu ucapkan itu cuma becanda?” tuntut Gilang.

Allethea kembali menghembuskan napasnya berat, lalu menatap laki-laki dihadapannya dengan serius. “Aku gak bercanda, Lang. Jika dalam waktu satu bulan ini kamu gak juga lamar aku, maka jangan salahkan siapa pun jika ada laki-laki lain yang lebih memberiku kepastian. Dan satu hal lagi, jangan sampai kamu menyesal telah menyia-nyiakan aku,” Allethea berkata dengan nada rendah, tapi sarat akan kesungguhan.

Gilang mengacak rambutnya frustasi lalu meneguk kopi yang tadi ia pesan, sementara Allethea sudah pamit terlebih dulu, meninggalkan Gilang seorang diri.

Allethea tidak benar-benar pulang, perempuan itu justru malah berhenti di pinggir jalan yang agak sepi, menumpahkan air mata yang sedari tadi ia tahan. Sebenarnya hatinya tidak rela jika harus benar-benar kehilangan Gilang, ia juga tidak tega melihat kekasihnya frustasi seperti tadi, tapi keputusan tetap harus ia ambil. Bagaimanapun juga Allethea butuh kepastian, bukan hanya angan dan harapan yang selama ini dirinya telan.

Allethea segera menyeka air matanya saat mendengar kaca mobilnya di ketuk dari luar. Menolehkan wajahnya ke samping, Allethea kemudian menurunkan sedikit kacanya. Ia melihat seorang laki-laki berdiri di samping mobilnya. Allethea seperti mengenal laki-laki itu. Namun ia lupa siapa nama orang tersebut.

“Ah, ternyata ibu guru yang waktu itu,” ucap laki-laki tersebut. Allethea mengernyitkan keningnya, bingung karena orang itu mengenal dirinya.

“Saya Bima, kakaknya Adrian. Waktu itu kita bertemu di sekolah,” kata Bima mencoba memberi ingatan pada guru cantik yang belakangan ini tidak henti dirinya pikirkan.

“Ah, ya, Pak Bima?” Allethea mengangguk saat berhasil mengingat laki-laki di hadapannya itu. Bima tersenyum dan mengangguk kecil membenarkan tebakan wanita itu.

Allethea keluar dari mobilnya, kemudian berdiri di depan Bima yang bergeser beberapa langkah.

“Apa mobil ibu mogok?” tanya Bima menunjuk pada mobil berwarna silver itu.

“Ah, enggak. Memangnya kenapa, Pak?” Allethea balik bertanya.

“Syukurlah. Gak apa-apa, saya kira tadi mobilnya mogok, karena berhenti disini,” jawab Bima ramah.

“Mobil saya baik-baik saja, Pak. Tadi saya hanya ingin berhenti sebentar saja.”

“Disini daerahnya sepi, Bu, gak baik perempuan sendirian di tempat sepi seperti ini, apalagi ini sudah malam,” ucap Bima.

Allethea menatap sekeliling, dan baru menyadari bahwa tempatnya berhenti memang sangat sepi. Seketika ia merinding, bukan karena takut akan hantu, tapi yang lebih Allethea takutkan adalah orang jahat yang bisa saja mengancam nyawanya.

“Kalau boleh tahu, Ibu mau ke mana?” dengan hati-hati Bima bertanya, ia tidak ingin terlalu terkesan sok akrab, karena bagaimanapun juga mereka memang tidak saling kenal. Hanya kebetulan yang mempertemukan mereka saat itu.

“Saya mau pulang ke rumah, Pak.” Allethea tersenyum kikuk.

Bima mengangguk-anggukan kepalanya, lalu setelah itu keduanya terdiam untuk beberapa saat hingga akhirnya, Allethea kembali membuka suaranya untuk pamit.

“Kalau begitu saya permisi pulang, Pak Bima.” Bima mengangguk lalu menggeser tubuhnya menjauh dari pintu mobil, memberi jalan untuk Alleteha memasuki mobilnya.

“Bu--"

“Panggil saja, Allethea.” Potong Allethea cepat.

“Ah, Allethea, hati-hati di jalan,” ucap Bima pelan, tapi masih bisa di dengar oleh Allethea. Membuat perempuan itu mengangguk kecil.

“Mari Pak,” ucap Allethea sebelum akhirnya melajukan mobilnya meninggalkan Bima.

Laki-laki tampan itu tersenyum penuh arti. Menatap kepergian mobil yang dikendarai Allethea hingga mobil tersebut hilang dari penglihatannya.

"Saya harap akan ada pertemuan selanjutnya," gumam Bima penuh harap.

Terpopuler

Comments

Riska Wulandari

Riska Wulandari

7 tahun g d kawinin betah amat bangggg...
nyicil motor udah daopet banyak tuh bang..🤣🤣🤣

aku aja dulu baru 2 tahun udah d uber kaya maling ayam padahal masih pengen pacaran...🤣🤣🤣🤣

2022-02-28

0

Danendra Faiz

Danendra Faiz

7 thn it lmaaaaaa bgt loo
duh gilang

2021-09-19

0

Ratifah

Ratifah

jodoh nya aletha y,,,

2021-03-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!