" Kamu temannya, Selomita?" Rina menyapa Dido sambil tersenyum.
" Iya," jawab singkat Dido
" Seperti nya aku baru melihat mu, apa kamu bukan orang desa ini?" tanya Rina sambil memperhatikan Dido dari ujung kaki hingga kepala.
" Aku orang desa ini, tetapi lama di kota," jawab Dido.
" Oh, kamu orang kota." Rina mulai antusias mendekati Dido
" Nama orang tua mu siapa? Aku kan kenal semua penduduk desa ini," kata Rina.
Dido sedikit risih melihat perilaku Rina, yang sangat agresif.
" Maaf, tolong jangan dekat-dekat, " kata Dido yang mundur selangkah.
Kemudian Dido melihat Selomita, yang berjalan ke arah rumah nya.
" Selomita." Dido memanggil Selomita
" Hey, kamu belum pulang?" Selomita terlihat sinis melihat ke arah Dido. Dia takut jika mamaknya mengetahui jika Dido adalah anak dari pak Condro.
" Apa kamu mengusirku?" Dido sedikit tersinggung dengan ucapan Selomita.
" Untuk apa kau berlama-lama di rumahku?" Selomita bertanya dengan nada ketus.
Kemudian Rina menyela pembicaraan mereka." Sel, temanmu tinggal dimana?"
" Kamu tanya saja sama orang nya! " kata Selomita.
"Dia tidak menjawab pertanyaan ku dari tadi," cetus Rina
" Dia anak, pak Condro." Selomita menjawab dengan suara yang pelan.
" Hey, kenapa kau memberitahukan dia. " Dido terlihat kesal lalu dia langsung menyalakan mesin motornya kemudian pergi meninggalkan rumah Selomita.
"Kenapa dia marah, Sel?" tanya Rina.
"Aku tidak tahu, Rin. Sebaiknya kau tanyakan saja sama dia," kata Selomita yang langsung masuk ke dalam rumahnya.
" Wajahnya tampan sekali, aku harus memiliki nya," batin Rina
****
Malam pun tiba, Selomita masih sibuk menggoreng singkong untuk dijadikan keripik. Mak Inah pun menghaluskan bumbu untuk membuat sambal balado. Keripik singkong yang sudah digoreng dipisahkan menjadi dua baskom. Baskom yang satu dengan bumbu asin yang hanya di taburi garam, sedang kan baskom yang satu di beri bumbu sambal balado pedas manis. Setelah dimasukkan kedalam kantong kecil, Selomita merapatkan nya dengan api dari lilin yang kemudian direkatkan dengan tangannya.
Malam sudah sangat larut, terdengar suara jangkrik dan nyanyian kodok kemudian menyusul suara tokek. Begitu banyak suara hewan pada saat malam hari di desa tempat Selomita tinggal. Rumah yang terbuat dari bedeng bambu membuat udara angin malam pun masuk. Bila malam keluarga mereka tidak perlu menyalakan AC, karena memang udara sudah sangatlah dingin.
Suara kentongan dari hansip yang ronda malam sudah terdengar melewati rumah Selomita. Waktu menunjukkan pukul dua belas malam. Selesai sudah empat kantong keripik dengan bungkusan besar dan terdapat sejumlah bungkusan kecil didalamnya.
"Mak, Selomita tidur dulu ya," ucap Selomita yang langsung bergegas menuju kamarnya.
"Ya, besok kamu harus berangkat pagi. Biar Mamak yang merapikan." Mak Inah merapikan peralatan bekas memasak.
Selomita melihat kedua adiknya sudah tertidur, kakaknya tidak tinggal di rumah. Fania kakaknya Selomita, memilih tinggal di rumah kost yang berada di luar kota untuk kuliah dan bekerja. Setiap bulan kakaknya selalu mengirimkan uang untuk tambahan belanja Mak Inah.
" Kukuruyuk..."
Terdengar suara ayam jantan berkokok, saling bersahut-sahutan.
Udara pagi di desa tempat Selomita sangat lah dingin, rasanya seperti air es. Selomita pun memasak air untuk mandi, selesai mandi Selomita langsung melaksanakan solat subuh.
Selomita pun kembali ke aktivitas nya yang harus berangkat sekolah lebih pagi agar tidak terlambat sampai sekolah. Derap langkah kakinya begitu semangat dengan membawa ransel di pundaknya dan dua kantong kresek berisi keripik singkong seukuran besar yang melingkar di tangannya.
Berat, memang berat bagi anak gadis yang manja. Tetapi bagi Selomita itu hal biasa karena dia menyadari kondisi keuangan kedua orang tua nya. Kakak nya memang selalu mengirimkan uang saat pergantian bulan, tetapi hanya cukup untuk membeli kebutuhan selama beberapa hari saja.
" Hey, Sel!" sapa laki-laki yang mengendarai motor matic keluaran terbaru.
" Hey, Do!" jawab Selomita sambil melihat pemuda yang sudah berada di sebelahnya.
" Kamu mau, sekolah?" Dido bertanya pada Selomita.
" Iya," jawab Selomita seraya mengulas senyum.
" Sepagi ini?" Dido heran melihat Selomita yang berangkat sekolah sangat pagi sekali.
" Iya," jawab singkat Selomita.
" Mau, aku antar?" Dido menawarkan tumpangan kepada Selomita.
"Tidak usah, aku sudah biasa berjalan kaki." Selomita menolak tawaran dari Dido kemudian dia melangkahkan kakinya, meninggalkan Dido.
"Tetapi barang bawaan mu cukup banyak, apa tidak keberatan?" Dido menahan tangan Selomita. Dia melihat di kedua tangan Selomita, terdapat dua kantong plastik berwarna hitam yang melingkar.
"Sudah hampir siang, nanti aku akan terlambat," kata Selomita yang langsung mempercepat langkah kakinya.
"Hey, ayo aku antar!" Dido memaksa. "Pakai helm ini, akan aku antar sampai ke sekolah mu."
"Jangan terlalu akrab dengan ku," ucap Selomita dengan nada ketus.
" Memangnya, kenapa?" Dido terlihat mengerutkan keningnya.
" Bapakmu, tidak suka dengan orang miskin seperti aku," jawab Selomita.
" Ah, masa?" kata Dido yang meragukan perkataan Selomita.
" Tolonglah, aku tak ingin berurusan dengan orang kaya seperti mu," kata Selomita yang langsung mempercepat langkahnya.
" Aku kan hanya ingin berteman," pinta Dido penuh harap.
" Sudah lupakan, cari yang lain saja. Aku banyak urusan." Selomita langsung berjalan cepat dan meninggalkan Dido yang diam terpaku di atas motor nya.
Sikap Selomita yang acuh terhadap nya, membuat Dido semakin penasaran dan ingin mendekati nya.
Kemudian Dido melajukan motornya, ke arah ladang yang akan di panen. Bapaknya yaitu Pak Condro, menyuruhnya mengawasi ladang tersebut.
Dido masih penasaran, dengan apa yang dikatakan oleh Selomita tentang bapaknya. Apakah benar, bapaknya tidak suka jika dia berhubungan dengan orang miskin? Pertanyaan itu masih bergelayut manja di pikiran nya.
Gadis-gadis yang berada di ladang, langsung menghampiri Dido. Tanpa malu-malu, mereka memperkenalkan diri masing-masing.
" Kamu anaknya, Tuan Condro?" Salah seorang gadis bernama Yuniar memperkenalkan diri. Dia merupakan anak salah satu dari pekerja, yang berkerja di ladang milik Pak Condro
" Iya, " jawab Dido dengan sikap acuhnya.
" Kenalkan aku Yuniar, " Kata Yuniar yang kemudian disela oleh salah seorang temannya lagi.
" Aku Niken," sela gadis yang bernama Niken sambil mengulurkan tangannya.
" Maaf, saya lagi kerja. Tolong jangan ganggu dulu." Dido berucap dengan nada angkuh.
Gadis-gadis yang mau berkenalan dengan Dido, merupakan teman Selomita yang kini sudah putus sekolah. Mereka lebih memilih bekerja, untuk membiayai kebutuhan nya.
Biasanya gadis-gadis di kampung tempat Selomita tinggal, tidak semua mau sekolah. Bagi mereka kalau sudah bisa mencari uang, untuk apa sekolah. Dalam benak mereka, anak gadis kerjaannya pasti ke arah dapur juga.
Lain hal dengan Selomita, yang ingin bersekolah dan ingin mengejar cita-cita nya. Bagi nya pendidikan yang utama, karena dia ingin membahagiakan kedua orang tuanya, agar bisa menjadi anak yang sukses.
Matahari sudah mulai tenggelam, Dido sudah menyelesaikan tugas nya mengawasi para pekerja. Kemudian dia pun melaju kan motor nya. Saat di pertengahan jalan Dido melihat ada tukang jeruk, yang menjajakan jualannya. Kemudian Dido membeli, dua kilo buah jeruk . Dia ingin mampir ke rumah Selomita dan memberikan buah jeruk kepadanya.
Sekian dulu ceritanya, ikuti episode berikutnya.
Dukung terus Author ya para reader, Like, vote dan komentarnya membuat author menjadi semangat dalam mencari inspirasi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments