Kelap-kelip lampu kota menyinari jalanan yang besar. Beberapa papan iklan digital dengan warna yang beragam terlihat terang. Membuat silau pengguna kendaraan. Beberapa mobil dan motor terlihat masih ramai. Sebuah mobil mewah bewarna hitam terselip di antara kumpulan kendaraan itu.
Siluet pria tampan, terlihat dari kaca depan mobil yang ia kendarai. Itu adalah Gema, pria yang mengendarai mobil tersebut kurang fokus menatap jalanan. Tangannya bergetar karena mengingat kejadian di mall tadi. Ia bahkan tak menyangka insiden salah pencet bisa menghantuinya sampai saat ini.
Untuk menenangkan diri ia tak lupa memutar sebuah lagu bergenre folk untuk memecah keheningan. Sepanjang perjalanan tatapannya masih kosong. Sesekali ia mencubit tangannya agar tetap memperhatikan jalan.
Walaupun jalanan tidak terlalu sepi, setidaknya Gema tidak mendapatkan macet saat perjalanan pulang. Tujuannya adalah Jakarta Selatan tempat tinggalnya dan kedua orang tuanya.
Gema merupakan anak semata wayang dari seorang pria yang berkerja di perusahaan migas yang kini telah pensiun, dan ibunya adalah seorang direktur bank swasta yang ada di Jakarta. Gema memilih menetap bersama orang tuanya walaupun ia bisa membeli sebuah rumah dengan tabungannya, tetapi ia tidak tega kalau harus meninggalkan kedua orang tuanya.
Tak jarang Mama dan Papa Gema sering bertanya kepada Gema, kapan ia bisa menimang cucu. Sementara kedua orang tuanya selalu melihat teman sebayanya sudah banyak yang menimang cucunya.
Sebuah klakson mobil yang melengking terdengar di sebuah komplek perumahan mewah. Mobil itu adalah mobil Gema yang sudah sampai di rumah kedua orang tuanya. Tak lama kemudian seorang pria yang menggunakan kaos partai membukakan sebuah pagar rumah yang besar, dan mobil Gema masuk dengan segera melewati pagar besi dengan bentuk yang indah.
Gema kemudian turun dari mobilnya. Namun kali ini ada yang berbeda, karena ada sebuah mobil lama yang biasanya digunakan untuk keluarga. Kini mobil itu terparkir di depan rumahnya. Mobilnya masih terawat dengan bagus, terlihat dari cat bewarna merah tua yang mengkilat.
"Apa ini punya papa ya, kan papa hobi banget tu koleksi mobil jadul dan antik seperti ini. Terlebih lagi mobil ini, yang lekat dengan unsur keluarga," batin Gema.
Tanpa pikir panjang Gema menuju pintu rumah. Halaman depan rumah terdapat beberapa tanaman koleksi mama yang berharga jutaan. Mulai dari Aglonema sampai tanaman yang memilki daun yang bolong pun ada di jajaran koleksi tanaman mamanya.
Sepertinya rumah ini kedatangan tamu. Rumah yang biasanya sepi dan senyap kini seperti ramai dan hidup. Beberapa suara saling bersahutan, diiringi dengan gelak tawa yang terdengar sampai keluar rumah.
“Assalamualaikum.” Salam Gema sambil mengetok pintu.
Ia terlihat berdiri di depan pintu menggunakan kemeja hitam dengan dua kancing atas yang terbuka. Lengan bajunya dilipat sedikit ke atas, sehingga memperlihatkan pergelangan tangannya yang menggunakan sebuah jam bewarna perak.
“Waalaikumsalam," jawab semua orang serempak.
Tak seperti yang dibayangkan ternyata kondisi rumah cukup ramai. Mama dan papa Gema duduk di sebuah sofa yang bewarna putih sambil tersenyum.
Kemudian di hadapan kedua orang tua Gema juga duduk sepasang pria yang sudah beruban, dan seorang wanita yang menggunakan gamis. Satu orang lainnya adalah wanita yang duduk di antara mereka berdua. Ia terlihat menunduk dan menatap karpet bewarna abu-abu cerah.
“Eh, anak mama sudah pulang,” ujar Mama Gema.
“Duduk sini dulu Gem!" Tambah papa Gema sambil menepuk-nepuk sofa kosong di sebelahnya.
Gema menuruti perintah papanya. Kakinya yang jenjang melangkah dengan Chelsea boots bewarna cokelat menuju sofa yang dimaksud papanya.
“Kenalin dulu, ini Bu Lily, teman mama waktu SMA dahulu dan di sebelahnya Pak Danang suaminya. Nah, kalau di tengah namanya Ratih anak Bu Lily dan Pak Danang, cantik kan Gem?” tanya mamanya. Ia melirik Gema seperti ada maksud rahasia.
“Hmmm?” gumam Gema.
Alis Gema terangkat sambil berusaha menyalami tamu orang tuanya satu persatu. Namun, ia merasakan hal yang berbeda ketika bersalaman dengan wanita yang duduk di tengah-tengah lelaki dan wanita yang sudah berumur itu.
Tangan Gema seperti disengat listrik, kemudian menjalar mengejutkan otaknya. Ia baru tersadar dan baru paham ketika wanita itu mengangkat kepalanya dan menatap Gema dengan mata sayunya. Short dress putih bermotif floral seperti seakan melengkapi sebuah ingatan tentang tragedi salah pencet sebuah tombol surga.
Ratih yang menatap Gema pun terkejut melihat siapa yang di hadapannya. Keduanya kini saling melotot seakan bola mata mereka akan lepas.
Tangan Ratih bergetar hebat, namun seketika ia lepaskan dari genggaman Gema yang masih menatap tak percaya.
“Gem, ajak Ratih ngeteh dulu gih,” pinta papa Gema.
“Tapi pa, Gema kan-“
“Gem….” kata Mama Gema melotot. Terlihat sepasang mata yang menatap Gema dengan tajam.
Gema tak bisa membantah perintah ratu di rumah ini. Sambil menghela nafas panjang, Gema berdiri dan menggelengkan kepalanya ke Ratih, mengisyaratkan untuk segera mengikutinya. Ratih kemudian berdiri dari tempat duduknya, dengan kepala yang kembali menunduk.
Jantung Gema kemudian berdegup dengan cepat. Ia merasa sangat takut sekarang. Wajahnya terlihat merah, begitu juga dengan telinganya. Apalagi sekarang kedua orang tuanya menyuruh Gema dan Ratih untuk berdua saja.
...****************...
Suasana sangat sunyi, hanya ada suara air mengalir di sebuah kolam renang. Sebuah teko porselen yang berisi teh terletak di atas meja kayu indah, tak lupa ada beberapa cangkir dan mangkuk kecil yang berisi gula pasir.
Gema dan Ratih duduk di depan kolam rumah kedua orang tua Gema. Lampu bewarna kuning yang mengelilingi kolam membuat suasana malam ini terasa hangat. Tidak ada pembicaraan yang terjadi di antara mereka berdua.
Keduanya hanya diam. Hanya suara jangkrik yang sesekali mencoba memecah kesunyian. Gema terlihat membuang wajah ke arah lain, sementara Ratih terus menunduk.
Gema terlihat terus-terusan meminum tehnya. Ia sangat canggung dan kaku. Tidak pernah sebelumnya ia merasakan hal seperti ini. Walaupun ia sudah menemui beberapa wanita sebelumnya. Tapi sekarang rasanya amat berbeda bagi Gema.
Getaran dari sebuah benda di meja membuat mereka menatap serempak. Getaran itu berasal dari ponsel Gema. Ia kemudian mencoba meraih ponselnya, namun saking canggungnya ponsel yang ia pegang pun slip dan jatuh ke lantai seraya berguling ke depan Ratih.
Dengan sigap Ratih pun bangkit dari tempat duduknya. Ia berlutut dan memungut ponsel milik Gema. Posisinya yang sedikit membungkuk membuat Gema mendapatkan pemandangan yang luar biasa.
Ia seperti kembali melihat sebuah mahakarya sewaktu ia kecil dahulu, yaitu sebuah gambar yang terdiri dari dua buah gunung dengan sebuah sungai yang membelahnya.
Darah Gema seakan mendidih, jantungnya berdegup tambah kencang dari sebelumnya. Matanya reflek menutup dengan cepat sambil mengalihkan pandangan.
"Gapapa Gem, gapapa. Kalau sekali kedip itu namanya rezeki. Kalau lebih dari itu baru namanya dosa. Tapi ini celana gua kenapa tiba-tiba juga jadi sempit ya?" batin Gema.
Gema kemudian membuka kedua matanya. Terlihat seorang wanita yang menyodorkan sebuah ponsel dengan kedua tangannya ke arah Gema.
Namun sayangnya pemandangan itu masih menganga, membuat naluri lelaki Gema hidup seketika dan kemudian menatapnya. Ratih yang menyadarinya, kemudian berteriak sekencang-kencangnya, seraya meletakkan tangan ke arah dada.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
dite
😹😹😹😹😹😹😹😹
astaga
2022-01-26
0
gia anggi🌷
eh ini authornya laki2 yaa...
salken yaa
2022-01-08
0
Aan Nurhasanah
😂😂😂😂😂😂😂😂.... lagi2 Gema dapet rejeki.....
2021-06-28
0