Setelah mengirim file perbaikan jadwal kerja proyek (Project scedule) kepada Rusdhi, Ritha meneliti lagi jadwal logistik dan PO - PO yang telah dibuat oleh divisi procurement untuk memastikan ketersediaan material masing-masing proyek apakah perlu revisi penjadwalan kedatangan material atau tidak. Tak terasa jam sudah menunjukan pukul 21.30. Pak Rusdi sudah pamit sejak jam 20.15 tadi. Karena pekerjaan belum selesai, Ritha memutuskan untuk menyelesaikan nya sambil menunggu kondisi jalan agak sepi. Berharap dengan pulang lebih malam tidak terjebak macet dan langsung dapat beristirahat di kamar kostnya agar besok pagi dapat kembali bekerja dalam kondisi segar.
Tangga dan koridor menuju halte Transjakarta sudah mulai sepi. Ritha berjalan lebih cepat sambil berdoa semoga tidak bertemu dengan orang jahat. Ia berjalan bagai kuda, hanya fokus melihat ke depan saja. Cerita-cerita yang didapatkan dari kerabatnya tentang kehidupan malam Jakarta membuatnya bergidik. Jakarta tak pernah ramah. Kondisi ramai menyesakkan, kondisi sepi pun menakutkan. Bagi orang yang sendirian seperti dirinya, benar-benar harus selalu waspada dan banyak berdoa.
"Baru pulang kerja, mbak," seseorang menyapa dari arah belakang.
Jantung Ritha berdebar. Bulu kuduknya berdiri. Bayangan buruk melintas di otaknya. Ia mencoba mengabaikan rasa takutnya dengan membenahi letak hijab dan berusaha tak mempedulikan sapaan itu. Ritha mempercepat langkahnya di koridor panjang itu agar segera sampai di dalam halte. Dilihatnya ada beberapa orang di sana sedang menunggu bis sambil memperhatikan gawainya. Dalam hati ia terus merapal doa-doa agar dilindungi dari segala macam kejahatan malam yang mungkin terjadi.
"Sombong banget sih," masih terdengar suara yang sama dengan yang tadi menyapanya. Kali ini nadanya terdengar lebih tinggi.
"Jangan ganggu orang di koridor, bang. Di sini ada cctvnya lo dan diawasi langsung sama kantor gubernur." suara laki-laki lain terdengar menegurnya.
Alhamdulillah, Ritha bernafas sedikit lebih lega karena setelahnya terdengar langkah kaki menjauh berkat teguran itu. Ia masih berjalan dengan pandangan lurus, tak berani menoleh ke belakang.
Ritha menempelkan e-money lalu bergegas masuk ke dalam halte.
"Kamu staf baru di GNC ya?" seorang dengan suara sama dengan orang yang tadi menegur lelaki iseng di koridor itu menyapanya.
Mendengar kata GNC membuatnya berani menoleh dan tersenyum, "Iya, asisten pak Rusdhi," jawabnya singkat.
Lelaki itu mengangguk dan tersenyum. Semua karyawan GNC pasti mengenal Rusdhi tanpa harus dijelaskan lagi. Sesaat kemudian ia mengulurkan tangannya, "Kenalkan nama saya Ardi. Saya staf GNC juga, bagian desain,"
Ritha menjabat tangannya sambil menyebutkan namanya.
"Kok pulang malam? Lembur?"
"Emangnya di GNC ada lembur?" Ritha malah balik bertanya. Sepengetahuannya staf kantor pusat gajinya flat, tidak ada over time seperti di proyek.
Lelaki bernama Ardi itu tertawa. "Nggak ada sih. Hanya dedikasi aja sama pekerjaan, sering overtime tapi nggak ada duitnya."
"Lain kali kalau pulang semalam ini jangan naik TJ. Selain karena busnya sudah jarang, di koridor juga suka ada orang iseng. Memang sih sekarang sudah ada cctv, tapi demi menjaga dari kejadian yang tidak diinginkan lebih baik naik kendaraan online."
"Bukannya di aplikasi transportasi online juga ada kejahatan juga."
Ardi nyengir sambil menggaruk kepalanya yang Ritha yakin tidak gatal. "Iya juga sih. Tapi kan kamu bisa dipantau satpam kantor waktu naik kendaraan karena mobilnya bisa berhenti di lobby kantor. Kalau nggak keberatan sih, kalau harus lembur hubungi saya aja. Mungkin kita bisa pulang bareng. Paling tidak kamu nggak pulang malam sendirian."
"Lain kali kalau tidak terpaksa, saya pasti akan memilih membawa pekerjaan pulang saja. Memangnya kamu pulang ke arah mana?"
"Cawang. Rumahku di belakang kantor Hutama Karya. Kalau kamu dimana?"
"Saya kost di Mampang."
"Eh, kebetulan banget ya searah. Ini kartu namaku. Telpon aja kalau mau bareng,"
Ardi Hutama Putra. MEP Design Engineering manager PT Goldlight New Construction, begitu informasi yang tertera di kartu nama itu. Ritha agak sangsi, kenapa sekelas manajer masih pulang naik busway. Tidak mungkin gaji manajer di GNC tidak cukup untuk mencicil mobil atau paling tidak motor untuk mempermudah transportasinya.
"Bapak nggak bawa kendaraan ke kantor?" Ritha sengaja mengubah panggilannya dengan bapak demi menghormati pria yang ternyata jabatannya cukup lumayan di kantornya.
"Biasanya bawa, makanya berani nawarin kamu tumpangan kalau mau bareng. Hari ini mobil saya sedang masuk bengkel," jawabnya santai.
"Bapak sendiri kenapa tidak naik taksi online saja?"
"Eh anu... sebenarnya tadi saya sedang nunggu taksi online di lobby. Kebetulan papasan dengan pak Satya dan ngobrol sebentar dengan beliau tentang desain proyek yang terbaru. Beliau yang melihat kamu jalan ke tangga koridor busway dan meminta saya menemani karena katanya kamu orang baru yang ceroboh. Jam segini jembatan penyeberangan itu sepi dan rawan kejahatan, pak Satya tidak ingin terjadi sesuatu pada karyawannya karena ketidaktahuan ataupun kurang berhati-hati."
Ritha sedikit kaget, bosnya yang tampak angkuh dan dingin seperti boneka salju itu ternyata cukup perhatian pada karyawan.
TJ tujuan PGC Cililitan berhenti di halte itu. Ritha dan Ardi masuk ke dalam bus yang lumayan sepi malam itu sehingga mereka dapat tempat duduk walau tak bisa bersebelahan. Ritha mengambil gawainya mengetik pesan ucapan terimakasih via WA ke nomor Ardi yang baru dimasukannya ke dalam kontak teleponnya. Ardi menjawab dengan senyum dan isyarat oke dari tempat duduknya.
Akh, Ritha memang selalu ceroboh. Kenapa tadi ia tak berpikir untuk pesan ojek atau taksi online saja ya? Bukankah ketika turun dari TJ ia juga harus melewati koridor yang sepi lagi? Ritha melihat jam tangannya. Sudah jam 22.15. Ia kembali harus membunuh bayangan-bayangan dan cerita buruk tentang jahatnya malam dari otaknya. Sudah terlanjur. Ia harus hadapi apapun yang akan terjadi dengan berani meski ia tak menguasai ilmu bela diri apapun. Semoga Tuhan melindunginya.
Transjakarta melaju di jalurnya yang mulai lengang tapi tidak di jalur reguler sebelahnya. Jakarta tak pernah mati. Malam hari pun kendaraan tetap ramai memenuhi jalan yang lebar. Ritha pamit turun ketika TJ tiba di halte Tegal Parang. Tapi ternyata Ardi ikut turun juga dan mengantarnya sampai depan halaman rumah kostnya.
"Terimakasih ya, seharusnya bapak tidak perlu mengantar sampai sini."
"Kapan-kapan kalau pulang malam, hubungi saya barangkali kita bisa pulang bareng."
"Terimakasih, pak. Senang bisa berkenalan dengan bapak," jawabnya basa basi.
Lelaki itu tersenyum. Ritha masuk ke dalam kostnya. Sebelum membuka pintu ia sempat melirik. Ardi tidak kembali ke halte busway. Ia pasti memilih melanjutkan perjalanannya dengan menggunakan taksi online. Entah kenapa ia makin merasa bersalah jadinya. Kecerobohannya kali ini membuat orang lain harus lebih lambat sampai rumah karena harus mengantarnya sampai tempat kost.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
bagus Thour, bahasanya enak di baca🤭🤭🤭
2023-04-13
0
YuRà ~Tamà💕
Asik nihh... detail.. jd berasa ada dt t4 kejadian..
2021-06-09
5
Ari Kuswati
hadir y bun.....awal cerita yg bagus
2021-06-08
5