Terjerat Cinta Gadis Bermata Biru
Kacau. Hari ini tak ada satu pun urusannya yang beres sempurna. Satya tak habis pikir. Baru saja ia mendapatkan email surat pemberitahuan penalti akibat keterlambatan jadwal konstruksi gedung Zee. Kepalanya pening. Belum habis rasa kecewanya setelah pengumuman konsorsiumnya gagal memenangkan tender mega proyek pembangunan kilang minyak baru di blok Masela, datang lagi surat pemberitahuan penalti. Rasanya ia harus mencatat hari ini sebagai hari tersial dalam sejarah hidupnya.
Satya menatap tajam lelaki setengah baya yang ada di hadapannya. Tak peduli lelaki itu lebih tua dan pasti lebih kaya pengalaman di bidang konstruksi dibandingkan dirinya. "Kenapa progress bisa terlambat, Pak? Kalian bisa kerja nggak sih?"
"Kami sudah bekerja sesuai schedule yang diberikan bu Aritha, Pak," jawab Yuri yakin dan santai. Wajah project manajer gedung Zee itu seperti bayi tanpa rasa bersalah sama sekali.
Satya geram. "Aritha itu siapa? Apa dia lebih berkuasa di perusahaan ini daripada saya? Saya kan sudah bilang, jadwal proyek ini ketat dan harus diutamakan. Pak Yuri juga sudah di cc kan email surat teguran dan penalti yang dilayangkan perusahaan owner?"
Lelaki itu mengangguk lalu menunduk. Tak berani beradu pandang dengan mata Satya yang seperti belati tajam yang siap menghunus siapa pun yang ada di hadapannya. "Maafkan saya, Pak. Bulan lalu bu Aritha, admin proyek baru yang membantu Rushdi mengirimkan jadwal baru, karena itu sebagian besar pekerja terlatih kami alihkan ke proyek renovasi gedung kedutaan besar Swiss yang menurut schedule harus diselesaikan lebih dulu."
"Panggil pak Rushdi sekarang," bentaknya dengan suara menggelegar ke seluruh ruangan.
Pak Win -asisten Satya- langsung sigap memencet nomor ekstension pak Rusdhi, direktur teknik wilayah 2.
Yuri menaruh kertas dalam folder warna hijau di atas meja kerja Satya. "Silakan pak Satya lihat. Kami bekerja berdasarkan project schedule ini."
Satya melihat project schedule yang tercetak dalam folder itu. Benar. Di situ tertera kalau schedule progres tahap 3 gedung Zee seharusnya selesai minggu depan, bukan minggu lalu seperti yang tertera dalam surat. Satya mengerutkan kening. Jelas ada yang tidak beres di sini.
"Pak Win, tolong ambilkan dokumen kontrak PT Zee."
Pak Win segera mengambil dokumen kontrak yang dimaksud Satya dalam lemari file. Sambil menunggu pak Win, Satya berpikir keras. Tak sadar ia menggigit-gigit ujung pulpennya. Keningnya berkerut, mencoba menelaah lagi schedule yang dibuat rapi dengan Ms-Project itu sambil mengingat-ingat isi kontrak kerja dengan PT Zee.
"Selamat siang, Pak," sapa Rusdhi yang tadi dipanggil via telepon. Pria botak itu masuk ke dalam ruangan Satya dengan sedikit ragu.
"Silakan duduk!"
Rushdi mengambil tempat duduk di sebelah Yuri, keduanya sempat saling berpandangan dengan tatapan curiga di hadapan Satya. Pasti ada yang nggak beres. Disodorkannya folder yang ada di hadapannya ke arah Rusdhi sambil bertanya dengan nada suara datar, "Benar bapak yang membuat schedule ini?"
Rushdi menatap Yuri lagi sebelum meraih folder itu lalu membacanya. Sementara pak Win menyerahkan dokumen kontrak PT Zee pada Satya.
Satya membaca sekilas halaman yang berisi deadline target progres pembangunan dan jadwal pembayaran lalu mengambil kesimpulan dengan cepat. "Coba bandingkan dengan schedule di kontrak," Satya mengalihkan dokumen kontrak itu pada Rusdhi. Raut wajah dan matanya masih seperti boneka salju, sangat dingin.
"Anda tahu kesalahan fatal apa yang telah anda buat?"
Wajah Rusdhi berubah pucat setelah membandingkan project schedule dengan target progres yang tertera di kontrak "Ya, penempatan tanggal target penyelesaian dalam schedule ini terbalik antara proyek renovasi kedutaan besar Swiss dengan pembangunan gedung Zee," akunya gentle.
"Itu sebabnya PT Zee mengirim surat teguran dan pemberitahuan penalti yang harus kita bayar, 2% dari total invoice progres tahap 3. Anda hitung sendiri berapa jumlah penaltinya."
"6 milyar, pak."
"Itu bisa buat bayar upah mingguan berapa orang buruh terlatih?"
Rushdi memilih diam. Dia tahu nilai penalti itu pasti bisa untuk membayar upah mingguan buat ratusan buruh terlatih.
"Cepat koordinasi dengan direktur teknik dan project consultant PT Zee untuk menyelesaikan masalah ini dan pastikan asisten anda yang bernama Aritha itu dipecat dari perusahaan saya. Di sini saya tidak mentolerir keteledoran atau kecerobohan dalam bentuk apapun. Kalau sampai tidak berhasil menyelesaikan kasus ini, saya pastikan gaji anda dipotong 30% dan tidak ada bonus tahunan."
"Baik, pak. Kami segera koordinasi dan negosiasikan lagi dengan pihak PT Zee,"
"Cari staf yang kompeten, pak Rushdi. Jangan asal comot," titah Satya tegas, mengingatkan kembali bawahannya agar menjalankan perintahnya mengenyahkan staf ceroboh yang membuat kekacauan besar ini.
"Siap, Pak. Kami akan laksanakan segera,"
Kedua orang bawahannya bergegas keluar dari ruangannya. Satya memutar kursinya dan memandang gedung-gedung yang tinggi menjulang di sekitar kartornya dari balik kaca jendela sambil merebahkan tubuhnya di kursi.
Satya terjaga ketika ia mendengar ribut-ribut di depan ruangannya. Seorang karyawan tampaknya menerobos masuk ruangan Satya meski pak Win telah berusaha mencegahnya. "Saya mohon, jangan pecat saya, pak Satya. Maafkan saya. Saya berjanji akan bekerja lebih teliti. Tolong, ijinkan saya membantu pak Rushdi minta maaf dan koordinasi dengan PT Zee supaya penalti itu dapat dibatalkan," katanya dengan suara lantang namun terdengar sendu di telinga.
Tak terdengar suara pak Win mencegah perempuan yang sudah terlanjur masuk ruang direktur utama tanpa persetujuan. Barangkali ia menyerah, malas meladeni tipe-tipe emak kebayakan yang merasa tindakannya selalu benar.
Cih, itu pasti suara perempuan ceroboh asisten direktur teknik yang tadi ditegurnya. Enak saja dia minta maaf. Dipikir uang penalti semudah itu bisa dibatalkan oleh karyawan selevel asisten yang minim pengalaman dan sangat ceroboh. Satya tetap tak membalikan badannya. Tadi ia memang tertidur sebentar karena terlalu lelah dan kurang tidur. Sengaja tidak menghadap meja kerjanya. Ia memilih nemutar kursi agar bisa menatap pemandangan di balik kaca ruangan yang berada di lantai 7 itu. Begitu lebih nyaman daripada menghadap laptop dan tumpukan pekerjaan yang tergeletak di atas meja. Kepalanya hampir meledak. Ia sedang berada di titik jenuh tingkat tinggi.
"Tolong keluar dari ruangan saya! Jangan memohon seperti itu. Hanya orang kompeten yang bisa bekerja di perusahaan ini. Saya tidak bisa memaafkan segala jenis kecerobohan," tegas Satya.
"Tolong saya, pak Satya. Beri kesempatan pada saya untuk memperbaiki kesalahan saya."
"Rusdhi tidak memberi tahu berapa besar penalti yang harus aku bayar karena keteledoranmu?"
"6 milyar."
"Kamu sanggup bayar upah buruh mingguan sebesar itu andai penalti itu tetap diberlakukan?"
Perempuan itu diam sebentar mencari kata yang mungkin dapat membuat pimpinan perusahaan itu luluh dengan kesungguhannya, "Saya akan berusaha keras agar penalti itu dapat digagalkan."
"Dengan cara apa? Jual diri?" Satya langsung membalas dengan pertanyaan sinis dan kasar.
Tak ada suara.
"Saya tidak pernah sepicik itu menjual tubuh perempuan demi bisnis, ibu Aritha. Saya akan menyelesaikan masalah ini dengan cara profesional," jelas Satya kemudian.
"Saya juga akan mempertanggungjawabkan kesalahan saya dengan cara profesional, Pak. Saya mohon, beri saya kesempatan untuk menyelesaikan masalah ini!"
Satya membalikan kursinya. Jengkel dengan sikap karyawan baru yang sok bertanggung jawab dan keras kepala. Cari masalah saja. Ia tahu perempuan yang memilih bekerja di perusahaan konstruksi adalah perempuan- perempuan tangguh yang berjiwa maskulin. Tapi baru kali ini ada perempuan keras kepala yang berani masuk ke ruangan pimpinan tertinggi di perusahaan hanya untuk meminta diberi kesempatan memperbaiki kesalahannya. Bukankah lebih mudah jika ia sadar diri dan terima saja surat pemecatannya lalu cari pekerjaan lain daripada harus berurusan dengan Satya.
Dipandanginya dengan tajam perempuan muda dengan setelan blazer dan celana panjang formal warna biru yang berdiri dengan kepala menunduk di depannya. Hijab motif awan dengan dasar warna biru langit tampak rapi menutupi rambutnya.
"Apa untungnya buat saya kalau saya kasih kesempatan kamu? Saya nggak mau perusahaan ini hancur gara-gara mempekerjakan karyawan ceroboh seperti kamu."
"Saya akan berusaha keras menyelesaikan kasus ini dan memperbaiki cara kerja saya. Saya akan loyal dan memberikan dedikasi penuh buat perusahaan," ucapnya dengan suara bergetar. Terdengar naif, tapi itulah suara hatinya.
"Jika gagal atau melanggar janji, apa kompensasi yang akan diterima perusahaan?" kini suara berat Satya terdengar lebih mengintimidasi.
"Saya akan mencicil kerugian perusahaan atas keteledoran saya. Perusahaan bisa memotong separuh gaji saya untuk membayar penalti itu," jawabnya lirih.
Huh, ternyata perempuan itu berani bertaruh juga. Baiklah. Siapa takut. Ikuti saja apa maunya. Satya malah penasaran ingin tahu sampai dimana kemampuannya menyelesaikan masalah dan bertahan di dunia konstruksi yang keras ini.
"Oke, saya kasih satu kesempatan. Pak Win, tolong buatkan surat perjanjian di atas materai tentang kewajiban dan konsekwensi yang dikatakan ibu Aritha barusan. Silakan keluar dari ruangan saya. Urusan anda sekarang dengan pak Win, tim legal dan HRD," Satya mengibaskan tangannya.
"Terimakasih atas kesempatan yang telah bapak berikan. Saya pasti bersungguh-sungguh akan mempertanggungjawabkan keteledoran saya," Aritha tersenyum lebar. Kini ia mulai bisa mengangkat kepalanya dengan berani.
Satya kaget ketika bertemu pandang dengan mata biru elektriknya menyala. Aritha, perempuan itu seketika terlihat sangat unik dan menarik dengan mata indahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
Halina
tersepona pada pandangan pertama ... cie cie cuit cuit
2021-10-07
2
💖SEKAR💖
pandangan pertama...😗😗😗
2021-09-13
3
Ati Nurhayati
terpesona.....akuu terpesona memandang memandang matamu yg biru ❤️❤️
2021-08-05
3