Chapter-3

"Assalamualaikum..."

"Waalaikumsalam..." ia melihat ibunya pulang.

"Ibu!" serunya. Ia berlari dan memeluk ibunya.

"Dessy, kamu sehat Nak?" tanya Ratih.

"Dessy sehat Bu! Dessy rindu sama Ibu!" Dessy tak melepaskan pelukannya.

"Syukurlah Nak," Ratih mengelus-elus rambut Dessy.

"Nak, Ibu ke sini tidak sendirian," tambahnya.

Dessy melepaskan pelukannya, lalu menengadahkan kepalanya. "Siapa?" tanyanya.

"Non!" panggil Ratih. Tasya memasuki rumah Ratih.

"Dessy, ini majikan Ibu. Dia akan tinggal di sini. Kamu tidak keberatan, kan?" tanyanya lembut.

Dessy melirik Tasya, memperhatikannya dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Tidak apa-apa Bu," jawabnya.

"Hah..." Ratih bernafas lega. "Nona, tidur sama Dessy, ya?"

Tasya mengangguk, "Iya Bi..." jawabnya.

"Nak, kamu antar Nona Tasya ke kamarmu..." titah Ratih.

"Iya Bu. Ayo Nona!" ajak Dessy.

Tasya mengikuti Dessy ke kamar. "Memang tidak besar, saya harap Nona nyaman tinggal di sini," ucap Dessy sambil tersenyum. Ia membantu Tasya merapikan pakaiannya.

"Terima kasih..." ucap Tasya.

"Sama-sama Nona," jawabnya.

"Bi-bisakah kamu tidak memanggilku Nona? A-aku bukan majikan ibumu lagi."

Dessy tersentak, lalu ia tersenyum. "Baiklah..."

"Maaf, aku jadi merepotkan kalian," ucapnya pelan.

Dessy mengambil tangan Tasya, "Kamu gak ngerepotin aku kok. Aku yakin Ibu juga tidak merasa direpotkan," ucapnya dengan lembut.

"Terima kasih Dessy!" Tasya memeluk Dessy.

Awalnya, ia pikir Dessy tidak suka dengan kehadirannya di rumahnya. Namun, semua pikiran negatifnya salah! Dessy orang yang baik dan lembut. Persis seperti ibunya, Ratih.

"Bisakah kita berteman?" tanyanya.

Tasya menganggukan kepalanya dengan cepat. "Tentu. Tentu saja, aku sangat senang. Terima kasih Dessy!" serunya.

***

"Angga!" panggil seseorang dari kejauhan.

Angga mengeryit, "Laura?"

Laura berjalan mendekati Angga, lalu memeluk Angga. "Aku kangen kamu! Gimana kabar kamu Ga?" tanya Laura, masih memeluk Angga.

Angga melepaskan pelukan Laura dari tubuhnya. "Aku baik." Jawabnya singkat.

"Angga... Laura..." Santi menghampiri mereka berdua.

"Angga, kamu sama Laura sudah berteman sejak kecil, kan? Nah, Laura ini yang ingin Mama jodohkan dengan kamu," ucap Santi, membuat Angga terkejut.

"Apa? Di-di jodohkan dengan Laura, Ma?"

"Iya Ga... Mama kan sudah bilang, kalau Mama akan menjodohkanmu dengan anak sahabat Mama. Ya, anak sahabat Mama itu Laura." Santi merangkul calon menantunya.

"Tapi Ma, Angga belum siap untuk menikah."

"Lama-lama juga pasti siap. Laura, kamu temani Angga ya? Kalian ngobrol-ngobrol dulu saja. Mama mau ke dapur. Buatin makanan untuk kalian," Santi menepuk pundak Laura sambil tersenyum. Lalu pergi meninggalkan mereka berdua.

"Ga... kita ke dalam yuk!" ajak Laura. Laura menggenggam tangan Angga, lalu mengajaknya masuk ke dalam rumah.

Angga melepaskan genggaman tangan Laura. "Ra," Angga menatap Laura dingin. "Kamu menyetujui perjodohan ini?" Laura mengangguk cepat.

"Kenapa? Apa kamu punya perasaan padaku? Atau kamu dipaksa Mama buat setuju sama perjodohan ini?" tanya Angga menyelidik.

"Ti-tidak! Aku tidak terpaksa Ga. Aku menyetujui itu karena aku suka sama kamu."

"Kamu tahu kan? Aku sudah menganggapmu sebagai adik. Tidak mungkin aku menikahi wanita yang sudah kuanggap sebagai adik," tuturnya.

Mata Laura berkaca-kaca, sudah menjadi sifatnya bila ia terbawa perasaan. "Angga, aku ingin kamu yang jadi suamiku. Anggap aku seperti kekasih... aku mohon..." lirih Laura. Ia langsung memeluk Angga.

"Aku harap kamu membatalkan perjodohan ini. Maafkan aku..." Angga melepaskan pelukan Laura dari tubuhnya. Lalu pergi meninggalkan Laura yang termangu.

***

Ratih sedang menyiapkan sarapan untuk Dessy dan Tasya. Dessy membantu ibunya memasak, dan menata piring-piring di lantai. Ya, begitulah mereka. Hidup sederhana.

"Nona, mari makan!" ajak Ratih.

Tasya keluar dari kamarnya. Ia menatap beberapa piring dan makanan yang tertata di lantai. Untuk orang sepertinya, mungkin tidak biasa makan sambil duduk di lantai.

"Non, maaf Bibi hanya bisa memasak tahu dan tempe saja." Ratih mengambilkan nasi ke piring Tasya, lalu menambahkan beberapa tempe dan tahu.

"Tidak apa-apa Bi, ini juga enak. Terima kasih..." ucapnya.

Mereka makan dengan lahap, meskipun dengan lauk pauk yang sederhana. Setelah selesai makan mereka mencuci piring kotornya masing-masing.

"Non, biar Bibi saja yang mencucinya," kata Ratih.

"Tidak Bi, aku bisa kok!"

"Bibi tahu, Nona bisa. Tapi, biarkan Bibi saja yang mencucinya ya, Non?" bujuknya.

"Tidak Bi, ini hampir selesai. Oh ya Bi, jangan memanggilku Nona lagi. Karena aku bukan majikan Bibi lagi."

"Tidak Non, saya akan tetap memanggil Non, Nona," tolaknya.

Ia selesai mencuci piring dan menyimpan piring itu ke rak. "Bi, Tasya tidak enak sama Bibi. Tasya sudah terlalu merepotkan Bibi. Bibi Panggil Tasya saja ya, Bi?" bujuknya.

"Tidak Non, Bibi tidak bisa. Dan Nona Tasya tidak merepotkan Bibi sama sekali," ujarnya.

Tasya menghela nafasnya, "Bibi memang sangat baik. Tasya beruntung memiliki Bibi!" Tasya memeluknya dengan sayang.

***

Tasya pergi mencari pekerjaan. Ia sudah melamar ke beberapa perusahaan. Namun, ia tidak diterima dengan alasan tidak ada lowongan. Mengandalkan jasa make up, rasanya kurang. Apalagi, bulan ini bukan musim pernikahan. Sebelumnya ia mendatangi pamannya ke kantor. Namun, ia malah di usir oleh pamannya itu! Sungguh tega pamannya melakukan hal ini padanya.

"Ke mana lagi aku harus melamar?" Tasya duduk di pinggir jalan sambil meneguk minuman mineral untuk menghilangkan dahaganya.

Ia melihat ada gedung yang cukup besar. "Aku akan mencoba melamar di sana! Kerja apapun akan aku lakukan. Aku tidak ingin semakin menjadi beban untuk Bibi!" Tasya menyebrangi jalan, lalu memasuki gedung itu.

"Maaf Mbak. Anda siapa?" tanya satpam.

"Oh! Saya Tasya. Maaf Pak, apa di sini ada lowongan pekerjaan? Saya ke sini ingin melamar sebuah pekerjaan." Tanyanya dengan sopan.

"Wah, kebetulan Mbak. Di sini memang sedang ada lowongan. Namun, yang kami butuhkan adalah office girl atau office boy," jawab satpam itu.

Tasya nampak berpikir, office girl? Dia akan jadi office girl? Namun, tak ada pilihan lain. Ia harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Akhirnya, ia mengangguk. "Saya mau Pak!" serunya.

"Kalau begitu, saya akan mengantar kamu." Satpam itu membawa Tasya kepada HRD.

"Anastasya! Kamu sarjana ekonomi..." orang itu membaca berkas-berkas lamaran Tasya. "Kamu bisa langsung bekerja besok."

"Besok?? Jadi saya di terima Pak?" tanya Tasya kegirangan.

"Iya, kamu di terima," jawabnya.

Tasya menjabat tangan orang itu, "Terima kasih Pak, sekali lagi saya ucapkan terima kasih!" serunya.

"Ya, sama-sama. Selamat bergabung di perusahaan ini. Bekerjalah dengan baik."

"Siap Pak. Kalau begitu saya permisi." Tasya pamit. Ia pulang dengan rasa senang. Ia tak menyangka akan semudah itu ia diterima kerja. Mungkin, karena memang sedang sangat membutuhkan OG atau OB.

***

Happy reading 😘

Terpopuler

Comments

Devi Handayani

Devi Handayani

gpp jadi OG..... tapi OG nya CEO hihihihi😁😄😄😄😁😄😄😄😁😁😁😁

2023-03-07

0

mami Fauzan

mami Fauzan

Oalah,, biasanya jd majikan malah kebalikannya skrng,, yg sabar Tasya pst akan indah waktunya nanti...

2021-12-11

1

Dezy Dwi Hafiani

Dezy Dwi Hafiani

semoga awal yg baik ya tasya, gpp jd OB dulu hbs itu jd manager dan raih perusahaan kamu lg

2021-07-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!