Chapter-2

Tasya masuk ke dalam rumahnya. Ia melempar tasnya ke sofa. Lalu duduk, mengistirahatkan tubuhnya.

"Nona, baru pulang?" tanya Ratih, dibalas anggukan oleh Tasya.

Ratih menuangkan air ke dalam gelas. "Nona, minumlah..." ia memberikan gelas itu kepada Tasya.

"Terima kasih, Bi..." Tasya langsung meminum air itu.

"Bi? Tolong suruh Pak Mulya untuk membawa mobil Tasya ke bengkel. Mobilnya ada di jalan x." sambungnya.

"Baik Non...."

Tasya memasuki kamarnya yang bernuansa warna ungu muda. Ia mengambil handuk dan melakukan ritual mandi.

Di sisi lain...

"Maaf aku telat."

"Tidak apa-apa. Duduklah dulu!" seorang wanita mempersilakan mantan kekasihnya untuk duduk.

"Ada hal apa kamu menyuruhku ke sini?" tanyanya datar.

"Angga... aku ingin kita kembali..." lirih wanita itu.

Angga langsung berdiri dari tempat duduknya. "Jika kamu memanggilku hanya untuk ini, aku tidak punya waktu!" Angga menatap tajam mantan kekasihnya.

"Ng... duduklah dulu, aku mohon!" Angga kembali duduk.

"Begini Angga, Mama... maksudku Papa. Papa mengirimku untuk bekerja sama denganmu."

"Bekerja sama?" Angga menaikan salah satu alisnya.

"Iya, bekerja sama."

"Kalau aku tidak tertarik? Bagaimana?" tanyanya.

"Kamu harus tertarik Ga. Papa akan memarahiku jika aku tidak berhasil bekerja sama denganmu..." lirihnya.

"Mona, apa yang bisa membuatku tertarik? Sedangkan, kamu tidak meyakinkanku dengan benar. Ingat ya?! Aku tidak akan mudah menerima kerja sama dengan perusahaan yang tidak akan menguntungkan perusahaanku," jelasnya.

"Beri aku kesempatan..." lirih Mona.

"Besok kamu datang ke kantorku ," Angga berdiri dan meninggalkan Mona di cafe itu.

"Ini permulaan yang baik, Angga sayang..." Mona tersenyum menyeringai.

***

Angga menuruni anak tangga dengan tergopoh-gopoh. "Angga, sarapan dulu!" Santi melihat Angga menuruni tangga.

"Mama sudah buatkan makanan kesukaanmu." tambahnya.

"Ma, aku ada meeting," jawabnya.

"Sayang, Mama tidak rela kamu pergi sebelum sarapan bersama Mama!"

Angga menghela nafasnya. Ia terpaksa mengikuti kemauan mamanya. Karena, ia tak ingin membuat Santi sedih. Surga itu berada dalam ridho orang tua, kan? Angga hanya mempunyai mamanya di dunia ini. Angga tak akan sesukses sekarang jika tanpa doa dan ridho mamanya.

"Angga, makannya pelan-pelan!" ucap Santi mengingatkan.

"Kapan Mama dapat cucu?" tambahnya.

"Uhuk!" Angga tersedak.

"Angga, kamu ini!" Santi memberikan air minum pada Angga.

"Ma, ini masih pagi. Mama kan tahu, kalau Angga gak punya pacar. Jadi Angga belum bisa menikah dalam waktu dekat ini," Angga menyelesaikan ritual makannya.

"Tapi Mama gak sabar ingin gendong cucu," Santi cemberut.

"Ma," Angga mengambil salah satu tangan mamanya. "Angga pasti menikah, bersabarlah dulu."

"Mama iri sama teman-teman Mama. Mereka sudah mempunyai banyak cucu. Sedangkan Mama? Satu cucu pun belum punya." Keluhnya.

"Ma..." lirih Angga.

"Kalau gitu, Mama akan jodohkan kamu dengan anak sahabat Mama!" Santi meninggalkan meja makan begitu saja. Itu artinya, Santi sudah bulat dengan keputusannya. Angga hanya bisa menghela nafas.

Angga berangkat ke kantor. Pagi ini ada meeting bersama perusahaan Tunivs.

Meeting selesai. Mereka semua keluar dari ruang Meeting. Kecuali, Angga, Bije dan Mona.

"Angga, bagaimana? Kamu mau kan bekerja sama dengan perusahaan Papa?"

"Sudah kubilang. Keputusannya ada di pertemuan selanjutnya," Angga menatap Mona datar.

"Bisakah kita bicara berdua saja?" Mona melirik Bije.

"Sepertinya, saya diusir!" sindirnya. Bije meninggalkan mereka berdua.

"Ada apa lagi? Saya tidak punya waktu untuk membahas hal yang tidak penting," Angga akan keluar dari ruangan itu. Namun, tangannya di cegah oleh Mona.

"Sekali saja, dengarkan aku..." pintanya.

"Aku masih sayang sama kamu... bisakah kamu tidak berbicara formal denganku?" tambahnya.

"Terus?"

"Aku mau kita balikan Ga. Aku tahu, aku salah. Aku janji, gak akan seperti itu lagi."

"Aku tidak bisa." Tolak Angga.

"Berikan aku kesempatan, aku tahu... kamu juga masih sayang sama aku, kan?"

"......."

"Aku mohon..." tanpa dikomandani Mona langsung memeluk tubuh Angga. "Aku masih sayang sama kamu..."

"Lepaskan aku!" Angga melepaskan kedua tangan yang melingkar di dadanya.

"Aku sibuk!" Angga meninggalkan Mona begitu saja.

"Angga!" panggil Mona.

"Aku pasti akan mendapatkanmu kembali!" batin Mona.

Kediaman Anastasya

BRAK!

"Nyonya, selamat datang..." Ratih menatap Rike seperti orang yang sedang marah.

"Mengapa Nyonya Rike datang kemari?" batin Ratih.

"Tasya! Tasya!" teriaknya.

"Bi, panggilkan Tasya ke sini. Cepat!" bentaknya.

"B-baik Nyonya..." Ratih menaiki anak tangga. "Perasaanku kok gak enak ya?!" gumamnya.

Tok!

Tok!

"Non, di bawah ada Nyonya."

Tasya membuka pintunya, "Tumben Tante datang ke sini Bi?"

"Non, sepertinya Nyonya marah. Nyonya menyuruh Bibi untuk memanggil Nona," ucapnya dengan nada cemas.

Tasya dan Ratih menuruni anak tangga. "Tasya! Cepat ke sini!"

"Iya Tante..." Tasya mendekati tantenya. Saat ia ingin menyalami tangan Rike. Tangannya di tepis oleh Rike.

"Gak usah salam-salaman! Tante ke sini cuma ingin kamu meninggalkan rumah ini!" jelasnya.

"Maksud Tante apa? Kenapa Tante ingin Tasya meninggalkan rumah Tasya sendiri?"

Rike tersenyum kecut, "Rumahmu?? Rumah ini milik Tante! Jadi, sekarang kemasi semua barang-barangmu!"

"R-rumah Tante? Tapi ini rumah Tasya, Tante!" Tasya tak terima dengan ucapan Rike.

"Dodi!" Rike memanggil supirnya.

"Ini Nyonya," Dodi menyerahkan berkas.

"Lihat ini!" Rike memperlihatkan surat-surat kepemilikan. "Rumah ini dan perusahaan ini, milik suami Tante. Yang artinya, ini milik Tante!" Rike menunjuk-nunjuk surat itu.

"Tapi, sebelumnya ini milik Tasya. Bagaimana bisa namanya berubah menjadi nama Paman?"

"Tentu saja bisa, karena kau sendiri yang mengalihkan seluruh harta kekayaanmu!" Rike tersenyum licik.

"Kapan? Tasya tidak pernah mengalihkan seluruh harta Tasya pada Paman!"

"Apa kau lupa saat kau berumur 16 tahun??"

Flashback On

"Tasya sayang, kamu kan sebentar lagi berumur 17 tahun. Kamu sudah punya tanda tangan sendiri tidak?" tanya Rike.

"Sudah dong Tante!" sahutnya.

"Coba Tante lihat. Tante ingin tahu, tanda tangan kamu seperti apa sayang?"

"Aku ambil pulpen dulu Tante!" serunya.

"Iya sayang," Rike mengeluarkan kertas. "Tasya sayang, tanda tangannya di kertas ini saja ya?"

"Kertas apa itu Tante?" tanya Tasya.

"Ini kertas biasa kok. Tante mau nyimpan, Tante kan fans Tasya," rayunya.

"Wah... oke, Tante!" dengan semangat Tasya menandatangani kertas itu.

"Wah, tanda tangan Tasya bagus."

"Terima kasih Tante..." Tasya tersenyum lebar.

Flashback Off

"Tante menipu Tasya!" bentaknya.

"Bukan menipu, tapi berstrategi!" Rike menyeringai.

"Sekarang kemasi barang-barangmu, dan jangan ambil barang berharga apapun di rumah ini!" sambungnya.

Dengan perasaan emosi di dadanya, Tasya berlari ke kamarnya.

"Nona!" panggil Ratih.

"Dia bukan Nona di rumah ini lagi. Jangan memanggilnya Nona!"

"Nyonya, jangan usir Non Tasya. Akan tinggal di mana Non Tasya nanti," Ratih memohon sambil menangis.

"Cih! Jika kau kasihan pada anak itu! Pergilah juga dari rumah ini! Aku tak butuh pembantu sepertimu."

Ratih meninggalkan Rike. Ia segera mengemasi semua barang-barangnya.

Tasya membawa koper di tangannya. Ia menatap tantenya dengan benci. "Tante pasti akan mendapatkan balasan atas perbuatan Tante!" ucapnya dengan nada emosi.

"Hei anak bodoh! Kau menyumpahiku?" Rike melototi Tasya.

"Ambilah semua yang Tante inginkan!" Tasya tergopoh-gopoh meninggalkan rumahnya.

"Cih! Anak bodoh!"

"Non!" Ratih memanggil Tasya.

"Bibi? Kenapa Bibi membawa--"

"Bibi ikut Non Tasya. Nona, tinggal saja di rumah Bibi."

"Bibi, tapi Bibi jadi kehilangan pekerjaan..." lirihnya. Tasya memeluk Ratih, dan menangis.

"Bibi sayang sama Non Tasya. Sejak kecil, Bibi yang menemani Non Tasya. Jika Non Tasya pergi, maka Bibi juga pergi," Ratih mengusap-usap punggung Tasya dengan lembut.

"Bibi sangat baik, Tasya juga sayang banget sama Bibi..." ucapnya diiringi isak tangisan.

"Non ikut ke rumah Bibi ya? Rumah Bibi memang tidak sebesar rumah Non Tasya. Tapi, rumah Bibi masih layak untuk dihuni. Di sana ada anak Bibi juga. Nona mau, kan?"

Tasya menganggukan kepalanya, "Terima kasih Bi..." lirihnya.

***

Happy reading 🥰

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Wahh licik,itu mah tanda gak laku..kalo yg laku itu harus ada peguamnya keluarga tasya sekalian..

2024-09-12

0

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Dasar ngenyel,udah gak punya urat malu.ilfil langsung aku dgn cewek kayak gini,paling gak demen dgn cewek yg ngejar2 cowok..

2024-09-12

0

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Ngebet banget pengen cucu...

2024-09-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!