Menikah Dengan Abang Sahabatku
Ruangan berukuran 4 × 4 meter persegi itu lengang. Perlahan tirai jendela berwarna putih susu bergerak, mengibas ke sembarang arah karena tertiup angin yang berasal dari ventilasi jendela. Semilir angin dingin dan lembut menyelinap masuk dan menyentuh mesra kulit pipi gadis tersebut.
“Uhh, dingiiin,” gumam nya perlahan seraya menarik selimutnya hingga ke leher.
Rintik hujan gerimis perlahan terdengar. Angin yang semula lembut kini berangsur kencang. Tirai jendela yang semula bergerak perlahan kini bergerak ke sembarang arah dengan kuat. Gadis tersebut mulai terusik. Selimut yang semula masih memberikan kehangatan kini tidak membantu apapun.
“Duh gila dingin banget, hooaaaam,” gumamnya lagi seraya menguap.
Matanya yang bulat dengan bulu mata panjang dan lebat perlahan terbuka. Sekilas dia perhatikan suara rintik hujan dari jendela lantas kemudian melirik jam beker di samping ranjangnya.
“Yaa ampun udah setengah enam!! Gilaaa, aku telat shalat shubuh. Astaghfirullahal’adzim!” Istighfar nya kemudian sembari beranjak dari ranjangnya menuju kamar mandi.
Gadis berumur 25 tahun ini bernama Naisyila Putri. Orang terdekat sering memanggilnya Nana. Di rumah besar dengan empat kamar tidur dan tiga kamar mandi ini ia hanya tinggal seorang diri. Bukan karena orang tua dan kerabatnya berada di luar kota, namun karena mereka semua sudah tiada sejak beberapa tahun yang
lalu.
Dulu, dia adalah gadis yang penuh dengan senyuman yang mengembang di bibir nya. Ibarat seorang anak kecil yang gemar berlari-lari di padang bunga yang luas, menghirup udara musim panas yang hangat, lepas tanpa beban. Kini yang tersisa dari nya hanya lah raga yang penuh dengan tekanan masa lalu.
Kakek nya meninggal dunia saat Nana kelas 2 SMA sedangkan nenek nya meninggal dunia saat Nana masuk kuliah semester pertama.
Kematian kakek dan nenek nya tidak terlalu membuat Nana sedih berkepanjangan karena kondisi kakek maupun neneknya memang sudah sakit-sakitan sejak Nana SMP. Namun, kecelakan yang menewaskan Ayah, Ibu, Abang dan tiga orang adiknya jelas sangat membuat Nana terpukul berat hingga sulit untuk bernapas kala itu.
Jam menunjukkan pukul 05.35 WIB, pintu kamar mandi perlahan terbuka. Nana melangkah keluar kemudian mengambil sajadah lalu menggelarnya di atas lantai. Tangan kanannyamengambil mukenah berwarna putih susu kemudian memakainya. Nana pun mulai khusyuk menunaikan ibadah shalat shubuh nya. Tak lupa setelah salam ia berdoa.
Setelah merapikan kembali perlengkapan shalat nya, Nana pun berjalan menuju ranjangnya. Mata nya kemudian menatap ponsel pintar di atas tumpukan buku yang mulai berdebu. Tangannya perlahan sedikit gemetar saat menggenggam ponsel tersebut. Ponsel berwarna putih susu ini penuh dengan kenangan. Hampir 3 tahun lama nya ia tidak berani menyentuh ponsel tersebut.
Tidak pernah melihat isi pesan yang terus berdenting, tidak pernah mengangkat satu pun nomor telepon yang masuk. Sungguh, Nana benar-benar membuat diri nya menghilang bak di telan bumi sejak kecelakaan besar itu. Sahabat, baik yang laki-laki maupun perempuan tidak pernah ditemuinya. Kerabat jauh yang datang berbelasungkawa pun tidak pernah digubrisnya dengan baik.
Jiwa nya telah lama kosong. Dalam tiga tahun terakhir ia mengisi hari nya berteman kan kesepian dan mencintai kesendirian itu sendiri.
Namun, hari ini beda. Ia harus bangkit.
Bangkit dan menyapa kembali oaring-orang yang dahulu telah di lupakannya bersama kenangan buruk.
“Bismillah,” ucap nya kemudian.
Jari-jari nya yang panjang perlahan mulai menekan tombol on/off ponsel pintar tersebut. Walaupun tiga tahun telah berlalu, tetapi Nana selalu ingat untuk mengisi pulsa kartu nya sehingga masih aktif sampai sekarang.
Perlahan layar gelap ponsel tersebut menyala menampilkan ikon nya yang berwarna merah kemudian berpendar-pendar. Tampak layar kunci yang dihiasi wallpaper tokoh komik kesukaannya dahulu.
Tanpa disadari bulir bening mulai berjatuhan dari sudut mata bulat nya. Sungguh berat rasanya, hati nya pun berkecamuk. Seakan terdapat gemuruh kecil yang bergejolak.
“Nggak Na, lo harus kuat,” lirih nya pelan.
“Kamu udah pergi cukup lama, udah cukup kabur-kaburannya, udah cukup. Kali ini kamu harus bangkit dan menerima kembali,” lirih nya lagi.
Mungkin bagi sebagian orang perasaan atau pun tingkah laku Nana sungguh aneh. Mengapa harus menghilang dan menghindar dari orang-orang yang peduli dengannya? Jawabannya, karena ia tidak ingin merasa kehilangan lagi. Jadi, lebih baik membiasakan diri berteman dengan kesepian dan mencintai kesendirian.
Nana mulai memasukkan kata sandi ponsel nya “I love you Ily”. Seketika dada nya pun bergemuruh membuat nya sulit bernapas. Tangan kanannya menekan kuat bagian tengah dada nya, tepat pada rasa sakit itu.
“Hah, hah, huuuftth.” desah nya sembari menarik
napas kemudian.
“Ily ku apa kabar?” tanya Nana pelan dengan tatapan sendu.
Ily adalah cinta sekaligus luka bagi Nana. Mengenal nya merupakan hadiah yang tidak pernah terkira namun pada akhir nya Ily juga pergi ke tempat yang tidak bisa ia rengkuh.
Sakit yang di rasakan karena di tinggal oleh keluarga dan di tinggal oleh cinta nya membuatnya membangun sebuah benteng yang tinggi dan mengambil sebuah keputusan besar dalam hidupnya yaitu tidak akan lagi mengenal apa itu cinta dan tidak akan pernah menikah.
Tidak!!
Sudah cukup rasa nya.
Ayah, mamak, maafkan aku yang tidak pernah menjadi seorang anak yang baik bagi kalian. Perkataan lembut yang menyenangkan tidak pernah kalian dengar dariku, hanya kata-kata kasar yang penuh dengan emosi yang selalu terucap. Semoga, doa-doa ku selama ini cukup, cukup menjadi bukti rasa cinta ku.
Abang, kita jarang jumpa. Kita jarang bicara. Kamu memang bukan abang yang terbaik dan juga hebat. Tapi kamu tetap lah abangku. Luka yang kamu rasakan juga lah luka ku. Bahagia mu juga menjadi bahagia ku. Terima kasih untuk selama ini. Kamu abang terganteng sekaligus terjelek di mataku, kamu yang terbaik sekaligus yang terburuk. Apapun itu, aku sayang Abang, semoga Allah memberikan tempat yang terbaik bagi Abang dan mengampuni segala dosa abang. Aamiin..
Aldi, Angga dan Ayi. Kalian adalah permata dalam hidup kakak. Kalian membuat kakak bahagia sekaligus menderita. Kesal, tawa, tangis dan juga dendam di dalam hubungan ini kita lewati bersama. Tanpa kalian, sekarang hari kakak menjadi sepi. Nggak ada yang buat kakak marah, nggak ada yang buat kakak ketawa dan juga nangis.
Aku pernah berpikir bagaimana jadi nya hidupku tanpa kalian semua? Apakah lebih bahagia?
Jawabannya, aku terpuruk bahkan hingga ke dasar nya. Di hadapan ku hanya ada sebuah ruangan hampa, tidak ada tanya, tawa atau pun canda. Di bawah ku sebuah jurang. Dan di belakangku ada kalian yang membawa cinta sekaligus luka ini.
Nana terdiam lama. Air mata nya masih menetes sebanyak luka masa lalu yang terngiang di kepala nya.
Tiba-tiba saja ponsel pintar yang digenggam nya berdering. Dering “bounce” yang sudah lama tidak didengarnya kini terdengar sangat nyaring di telinganya. Sebuah nomor tidak dikenal muncul di layar ponsel nya.
“Kok bisa ada yang telepon?” tanya nya heran.
“Ponsel ini kan baru aja ku nyalakan. Gimana bisa?” tanya nya lagi.
“Ini, nomor siapa?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
Nuri Ummu Reyhan
seperti nya seruu ini,lanjut baca
2024-03-14
0
Lia Shechibie'slove
mampir Thor, kok malah kejebak!!! baru awal baca z Ud baper😭😭😭
2022-07-22
0
Siti Jamila
mengulang yg kedua kali aku Thor
2022-06-03
0