eps3

Sedih, itu pasti yang di rasakan oleh Tria. Gadis kecil yang masih duduk di bangku kelas 6 SD itu, harus merasakan kekejaman takdir yang menghampirinya.

Ketika ia duduk di bangku kelas 3 SD, ia sudah menyandang status sebagai piatu karena di tinggal oleh ibunya. Dan sekarang, ia pun di tinggal oleh ayahnya, sehingga menjadikannya sebagai anak yatim piatu.

Tria masih terduduk lemas di depan tanah gundukan tempat istirahat terakhir ayahnya. Ia enggan meninggalkan kuburan itu.

Sebuah tangan menyentuh bahunya, ”Nak, mari kita pulang.” Tria menoleh melihat Burhan, ia mengangguk dan segera berdiri setelah melihat kembali kuburan di depannya itu.

Tubuhnya masih terasa lemas, tatapannya kosong, senyum pun hilang dari bibir mungilnya.

Menangis? Ia ingin sekali menangis, tetapi, air matanya seakan sudah mengering untuk keluar lagi. Status yatim piatu yang di sandangnya tidaklah berat, yang ia pikirkan adalah bagaimana ia akan menjalani hidup ke depannya?

Apakah paman dan bibinya juga saudara sepupu yang kini telah menjadi saudara angkatnya itu bisa menyayangi dirinya? Bisakah mereka akan menerima dirinya dengan baik dalam keluarga? Ia sama sekali tidak ingin tinggal bersama paman dan bibinya, akan tetapi, amanah dari ayahnya membuat ia harus bertahan hidup bersama mereka.

*

*

*

Di kediaman Marzuki.

Tria menatap kosong pada rumah megah yang ada di hadapannya itu. Suara canda tawa bersama ayah dan ibunya terngiang di telinganya. Bayang wajah ayah dan ibunya tergambar jelas di pelupuk matanya. Seketika ia merindukan kehangatan ayah dan ibunya.

Burhan merasa iba melihat Tria yang seakan kehilangan separuh hidupnya setelah kepergian Marzuki, kakak angkatnya.

”Assalamu 'alaikum, Nak Tria, Pak Burhan, Bu Karmila.” Terdengar suara seorang pria dari arah belakang mereka.

Tria, Burhan, dan Karmila menengok ke belakang, melihat orang yang baru saja menyapa mereka.

”Wa 'alaikum salam, Pak Fadil.” Burhan bersalaman dengan Fadil, pengacara dari Marzuki.

”Saya tidak perlu memperkenalkan diri saya lagi. Tentunya, Pak Burhan sudah mengenal siapa saya.”

”Hahaha, Pak Fadil bisa bercanda juga. Em...mari Pak, kita bicara di dalam rumah saja. Tidak baik kita hanya berdiri dan berbicara di sini.” Burhan mengajak Fadil masuk ke dalam rumah.

”Iya, Pak Burhan. Alangkah bagusnya seperti itu.” sahut Fadil.

”Iya. Mari-mari, mari masuk.” ajak Burhan, ia melangkah masuk ke dalam rumah, Fadil menyusul di belakangnya. Tria dan Karmila ikut masuk ke dalam rumah.

Di dalam rumah, ruang tamu.

”Mari duduk, Pak Fadil.” Burhan menunjuk kursi sofa untuk Fadil. Ia sendiri telah duduk. Tria juga duduk di kursi panjang bersama Burhan. Fadil segera duduk di kursi sofa tunggal.

”Bagaimana, Pak Fadil? Apa tujuan Bapak datang kemari?” Burhan melihat map yang baru saja di keluarkan Fadil dari dalam tas. Ia bisa menebak apa isi dari map tersebut.

”Saya datang kemari untuk membicarakan tentang surat wasiat yang dituliskan oleh almarhum pak Marzuki. Sebelum sakit beliau bertambah parah, beliau membuat surat wasiat untuk mu, Pak Burhan.” Fadil menyimpan map itu di atas meja.

Karmila baru datang dari arah dapur dengan membawa nampan berisi minuman.

”Silahkan di minum kopinya, Pak Fadil.” Karmila meletakkan secangkir kopi di hadapan Fadil. Ia juga membagikan kopi kepada Burhan, suaminya. ” Pa, kopinya.”

”Iya. Terima kasih, Bu Karmila.” Fadil tersenyum ramah sambil meraih cangkir kopi tersebut. Ia meminumnya satu teguk, dua teguk, tiga teguk, lalu ia letakan kembali cangkirnya di atas meja.

”Sama-sama, Pak Fadil.” Karmila duduk di samping Tria.

”Pak Burhan, untuk mempersingkat waktu, saya langsung saja membacakan isi surat wasiat dari almarhum ya.” Fadil menggeser cangkir kopinya sedikit, ia membuka lembaran map.

”Ah, iya. Silakan, Pak.” Burhan mempersilahkan. Ia dan Karmila sudah tidak sabar lagi ingin mendengar apa isi dari surat wasiat tersebut.

”Saya, Marzuki bin Abdul yang bertanda tangan dibawah ini, memberikan seluruh warisan harta ku kepada putriku satu satunya, Tria Handayani Marzuki. Akan tetapi, karena anakku masih kecil dan masih berusia 12 tahun, untuk sementara, saya memilih dan menunjuk langsung Burhan untuk menjadi wali warisnya. Burhan, selaku adikku dan sebagai paman dari anakku, Tria. Setelah Tria dewasa dan berusia 20 tahun, maka warisan itu resmi menjadi hak dari Tria Handayani Marzuki. Atau jika Tria telah menikah, ia berhak mendapatkan warisannya meskipun usianya belum genap 20 tahun.” Fadil membacakan isi wasiat itu dengan jelas dan tegas.

”Itulah isi wasiat dari almarhum Marzuki.” Fadil menutup map setelah membacanya. Burhan dan Karmila tampak senang mendengar isi dari wasiat yang di tulis oleh almarhum Marzuki. Terutama Karmila, ia sangat amat bahagia mendengarnya.

Karmila sangat tahu apa saja yang menjadi kekayaan Marzuki, saudara ipar angkatnya itu. Marzuki pergi dengan meninggalkan perkebunan teh yang luasnya 5 hektar, yang hasil perbulannya sangat menggiurkan. Marzuki juga memiliki 1 bidang tanah yang di atasnya di dirikan rumah sewa dua susun. Marzuki juga memiliki mobil mewah, rumah megah, dan masih ada lagi harta yang lainnya.

”Sesuai dari isi suratnya, maka, saya akan datang lagi ke sini untuk menyerahkan langsung wasiat tersebut kepada Tria, setelah Tria berusia 20 tahun. Saya harap, Pak Burhan dapat menjalankan kewajiban Bapak sebagai wali waris dengan bijaksana. Dan mohon, kiranya Pak Burhan mempergunakan dengan bijak atas harta dari almarhum. Dan juga, merawat Tria dengan baik seperti Pak Burhan merawat kedua putri Bapak,” nasehatnya untuk Burhan.

”Baik, Pak Fadil, saya akan menjalankan kewajiban saya dengan baik dan akan merawat Tria dengan baik pula.” Burhan dengan percaya dirinya menyanggupi tanggung jawabnya.

”Baik. Pak Burhan, ini ada beberapa aset yang telah di tandatangani oleh almarhum Marzuki, silahkan Bapak pelajari.” Fadil memberikan beberapa buah map yang berisi aset Marzuki kepada Burhan.

”Baik, Pak Fadil, saya akan mempelajarinya.” Burhan mengambil dan membukanya. Ia membaca sekilas apa yang tertulis di sana. Burhan sangat senang karena ia sebagai kepala dari perkebunan dan juga sebagai kepala dari beberapa usaha lainnya yang dilakoni oleh Marzuki.

”Pak Burhan, urusan saya sudah selesai. Saya permisi dulu, Insya Allah, saya percaya Bapak akan merawat Tria dengan baik dan memberikan Tria kebahagiaan dalam keluarga Bapak.” ucap Fadil. Ia memasukkan kembali surat wasiat yang di bacanya tadi ke dalam tasnya. Ia menghabiskan kopinya.

”Hahahaha! Pak Fadil ini bicara apa? Tentunya saya akan menjaga dan memberikan kebahagiaan untuk Tria. Tidak ada perbedaan antara anak kandung saya dan anak dari abang saya. Saya akan merawat dan membesarkan mereka bertiga dengan adil.” sahur Burhan.

Fadil mengangguk dan tersenyum, tapi... entah mengapa hatinya merasa perkataan Burhan bertentangan dengan nalurinya.

Pasti ini hanya perasaan ku saja! Marzuki percaya pada Burhan, makanya ia menitipkan Tria padanya, bukan padaku. Jadi...aku juga harus percaya pada Burhan. benak Fadil.

”Syukurlah jika begitu. Saya tidak perlu khawatir lagi tentang Tria,” Fadil melihat Tria sebentar lalu, ia kembali melihat Burhan. ”saya permisi dulu,” pamitnya. Ia berdiri.

”Bu Karmila, terima kasih atas kopinya. Pak Burhan, kita akan bertemu lagi delapan tahun yang akan datang,” lanjut Fadil berucap.

”Baik, Pak Fadil. Terima kasih atas waktu Bapak berkunjung kemari.” Burhan mengulurkan tangannya, Fadil menyambut tangan Burhan dengan tersenyum. Mereka saling berjabat tangan.

Fadil kembali melihat Tria dan berkata, ”Tria, bisa antar Paman sampai di depan rumah?”

Tria melihat Fadil sebelum akhirnya ia menjawab, ”Bisa, Paman.”

Tria segera berdiri menyambut tangan Fadil yang terulur. Mereka melangkah bersama keluar dari rumah.

Karmila mengikuti langkah mereka. Ia penasaran kenapa Fadil mengajak Tria yang mengantarnya ke depan, bukan dirinya ataupun Burhan.

Di teras rumah Burhan.

Fadil menghentikan langkahnya. Ia membalikkan badan menghadap Tria. Bahkan ia berjongkok agar tingginya sejajar dengan tinggi badan Tria, saat melihat Karmila di bibir pintu, sedang melihat mereka.

Fadil menggenggam tangan Tria dan memberikan kartu ke tangan Tria. Tria sempat menolak, tapi, Fadil menggenggam tangan Tria yang memegang kartu tersebut. Fadil memeluk Tria.

”Ini adalah kartu kredit milik ayahmu, kamu pegang lah. Jangan berikan kartu ini kepada mama dan papa mu. Juga... jangan sampai mereka tahu tentang kartu ini. Kartu ini adalah milikmu, kamu akan membutuhkannya nanti. Kartu ini tanpa batas, tiap bulannya akan terisi secara otomatis dari setengah hasil perkebunan ayah mu. Kamu mengerti?!” bisik Fadil di telinga Tria.

Tria mengerti, ia mengangguk dan menggenggam erat kartu yang ada di tangannya itu.

Fadil melepas pelukannya dan berdiri. Ia tersenyum melihat Karmila yang masih berada di bibir pintu. Ia kembali melihat Tria dan tersenyum padanya. ”Jaga dirimu, Tria. Paman pergi dulu,” pamitnya.

”Iya, Paman. Hati-hati di jalan, Paman.” sahut Tria.

”Iya, sayang.” Ia membelai kepala Tria. Fadil melangkah keluar dari kediaman Marzuki, yang kini di huni oleh Burhan. Karmila memutar badan kembali masuk ke dalam rumah.

Tria menyimpan kartu yang di berikan Fadil ke dalam sak celananya. Ia masuk ke dalam rumah.

*

*

*

Di dapur, kediaman Burhan.

”Auh sakit!” Tria menjerit kecil, jarinya teriris pisau saat memotong sayur. Hal itu juga menyadarkannya dari ingatan masa lalunya.

Tak terasa, air matanya jatuh membasahi pipinya, mengingat bagaimana kehidupan yang ia jalani sekarang. Semua berbanding terbalik dari kata-kata Burhan yang di ucapkannya dulu di hadapan Fadil, pengacara ayahnya.

Beruntung, ia memiliki kartu limited milik ayahnya yang di berikan oleh Fadil kala itu. Tria menggunakan uang itu untuk membangun sebuah Kafe sederhana ketika ia menginjak kelas 1 SMA. Kafe tersebut di jaga oleh Aisyah, adik sepupu dari Nani yang kebetulan tidak sekolah lagi. Tria juga menggunakan kartu itu untuk menambah uang jajannya.

”Hidup bersama orang tua angkat dan orang tua kandung... rasanya... memang berbeda....”

Tria tertawa kecil, mengejek dirinya sendiri. ”Ternyata, mama menelfon, menyuruh ku pulang hanya untuk mengerjakan ini? Memasak untuk kedua putrinya yang sudah besar itu.” Ia menghela nafas kesal.

”Tria, Cepat! Aku sudah lapar! Lama bangat sih, masaknya!” Terdengar suara teriakan Yuli dari meja makan.

”Iya, kak! Bentar lagi, tinggal sedikit lagi masakannya sudah selesai!” jawab Tria. Ia menghapus air mata dan melanjut memasak.

Lima menit kemudian, masakan Tria telah selesai. Ia menata semua masakannya di atas meja makan.

”Kak, makanlah,” ucapnya pada Yuli. Tria sudah duduk dan menyendok makanan untuknya sendiri.

”Masak makanan segini saja...lama banget!” Omel Yuli dengan ketus. Ia mengambil makanannya. Tria hanya menghela nafas sabar, menanggapinya.

”Panggilkan Rahma sana! Bilang ke dia untuk turun makan, aku menunggunya,” titahnya pada Tria.

Tria menghentikan suapannya, ia menyimpan kembali sendok itu di atas piring. Ia berdiri melangkah keluar dari dapur. Ia pergi ke kamar Rahma.

Di kamar Rahma.

Tok tok tok! ”Kak, kak Rahma,” panggilnya. Namun, tak ada sahutan dari sang empu kamar. ”Mungkin dia masih tidur.”

Ceklek! Tria membuka pintunya dari luar, ternyata pintunya tidak terkunci. Ia masuk ke dalam kamar, ia melihat Rahma yang masih tertidur. Ia berjalan mendekati Rahma.

”Kak Rahma, ayo bangun untuk sarapan.” Tria membangunkan Rahma dengan menggoyangkan bahu Rahma, dengan pelan.

”Apaan sih! Ganggu aja!” Gerutu Rahma dengan kesal. ”Sana sana sana! Keluar!” Bukannya bangun, Rahma justru mengusir Tria.

Tria menghela nafas. ”Kak Rahma, ayo bangun, kita makan dulu! Kak Yuli sudah menunggu mu di meja makan,” ucapnya lembut membujuk Rahma.

”Berisik!” sahut Rahma ketus. Terpaksa ia bangun, ia turun dari ranjang dengan kesal. ”Beresin kamar ku,” perintahnya. Ia keluar dari kamar. Tria kembali menghela nafas.

Mengapa dia kesal dan marah? Aku seperti pembantu di rumah ku sendiri. Dan ini sudah berjalan selama beberapa tahun ini semenjak ayah ku meninggal dan tinggal bersama mereka. benaknya.

Ia membersihkan kamar Rahma, ia tidak berani menolak untuk tidak mengerjakannya. Ia takut akan kena marah lagi sama Karmila jika ia menolak.

”Oh, ya Allah, begini kah jalan hidup dari takdirku? Kenapa takdir begitu mempermainkan ku? Apa aku tidak pantas untuk hidup bahagia?”

Tria telah selesai membersihkan kamar Rahma. Ia kembali ke dapur, bergabung kembali di meja makan melanjutkan makannya yang tertunda.

”Sudah beresin kamar ku?” tanya Rahma.

”Sudah, Kak.”

Mereka makan dalam diam. Setelah selesai makan, Rahma dan Yuli pergi menonton televisi di ruang keluarga. Sedangkan Tria, wanita itu membersihkan dapur dan meja makan.

”Alhamdulillah, akhirnya selesai juga.”

Meskipun Tria sering dibentak dan dimarahi oleh keluarga angkatnya, ia tidak pernah membenci ataupun dendam pada mereka. Begitulah Tria, ia diajarkan kebaikan, ketulusan, dan keikhlasan dari orang tua kandungnya, Nur Hasanah.

Tria mengingat kembali pesan Nur Hasanah, ibu kandungnya kepadanya, saat ia baru masuk kelas 1 SD.

”Tria, sayang. Anak Mama, dengarkan pesannya Mama baik-baik, ya.” ucap Nur Hasanah, ibunya Tria.

”Iya, Mama. Tria akan dengar.” sahut Tria kecil.

”Tria, anak Mama yang cantik. Ingat, kita harus menjadi orang yang baik, kita tidak boleh jahat sama orang, meskipun orang itu berbuat jahat kepada kita. Dan kita harus tulus juga ikhlas dalam menjalani ataupun melakukan sesuatu. Karena, apapun yang kita alami, kita lalui, itu adalah ujian dari Allah. Dan juga takdir yang sudah ditentukan untuk kita. Ingatlah, Nak! Allah tidak akan menguji hamba-Nya di batas kemampuannya. Dan orang yang sudah jahat pada kita, biarlah Allah yang akan membalasnya. Jadi... bersabarlah dalam menghadapi apapun.” Nur Hasanah menasehati Tria.

”Iya, Mama. Tria akan selalu ingat pesan Mama ini.” Tria memeluk ibunya, ” Tria sangat sayang pada Ibu dan ayah.”

”Ibu dan ayah juga sangat sayang pada mu, Nak.” Nur Hasanah balas memeluk Tria dengan erat.

Tria tersenyum sendiri saat mengingat kembali momen berdua dengan ibunya. ”Aku merindukan ibu,” gumamnya sedih.

Tria kembali ke kamar setelah ia membersihkan dapur.

Terpopuler

Comments

Annie

Annie

hmmm kan banyak duit,beli aza knp hrs nunggu tria masak

2021-07-05

4

coco

coco

mampir LG kk

2021-07-04

1

Fathia Nur Jannah

Fathia Nur Jannah

Lanjut.

2021-04-24

1

lihat semua
Episodes
1 eps I
2 eps2
3 eps3
4 eps 4
5 eps 5
6 eps6
7 eps 7
8 eps8
9 eps9
10 eps10
11 eps11
12 eps12
13 eps 13
14 eps14
15 eps15
16 eps 16
17 eps 17
18 eps18
19 eps19
20 eps20
21 eps21
22 eps22
23 eps23
24 eps24
25 eps25
26 eps26
27 eps27
28 eps28
29 eps29
30 eps30
31 eps31
32 eps32
33 eps33
34 eps34
35 eps35
36 Eps36
37 eps37
38 eps38
39 eps 39
40 eps40
41 eps 41
42 eps 42
43 eps 43
44 eps 43
45 eps44
46 eps 45
47 eps 46
48 eps47
49 eps48
50 eps49
51 eps 50
52 eps51
53 eps52
54 eps53
55 eps54
56 eps55
57 eps56
58 eps57
59 eps57
60 eps58
61 eps59
62 eps60
63 eps61
64 eps 62
65 eps 63
66 eps64
67 eps65
68 eps 66
69 eps67
70 eps 68
71 eps 69
72 eps 70.
73 eps71
74 eps72
75 eps73
76 eps74
77 eps75
78 eps76
79 eps77
80 eps78
81 eps79
82 eps80
83 eps81
84 eps82
85 eps83
86 eps84
87 eps85
88 eps86
89 eps87
90 eps88
91 eps89
92 eps90
93 eps91
94 eps 92
95 eps 93
96 eps 94
97 eps 95
98 eps 96
99 eps97
100 eps98
101 eps 99
102 eps 100
103 eps101
104 eps 102
105 eps 103
106 eps 104
107 eps 105
108 eps 106
109 eps 107
110 eps 108
111 eps 109
112 eps 110
113 eps 111
114 eps 112
115 eps 113
116 eps 114
117 eps 115
118 eps 116
119 eps 117
120 eps 118
121 eps 119
122 eps 120
123 eps 121
124 eps 122
125 eps 123
126 eps 124
127 eps 125
128 eps 126
129 eps 127
130 eps 128
131 eps 129
132 eps 130
133 eps 131
134 eps 132
135 eps 133
136 eps 134
137 Eps 135
138 eps 136
139 Eps 137
140 eps 138
141 eps 139
142 eps 140
143 eps 141
144 eps 142
145 eps 143
146 eps 144
147 eps 145
148 eps 146
149 eps 147
150 eps 148
151 eps 149
152 eps 150
153 Eps 151
154 eps 151
155 eps 152
156 eps 154
157 eps 155
158 eps 156
159 eps 157
160 eps 158
161 eps 159
162 eps 160
163 eps 161
164 eps 162
165 eps 163
166 eps 164
Episodes

Updated 166 Episodes

1
eps I
2
eps2
3
eps3
4
eps 4
5
eps 5
6
eps6
7
eps 7
8
eps8
9
eps9
10
eps10
11
eps11
12
eps12
13
eps 13
14
eps14
15
eps15
16
eps 16
17
eps 17
18
eps18
19
eps19
20
eps20
21
eps21
22
eps22
23
eps23
24
eps24
25
eps25
26
eps26
27
eps27
28
eps28
29
eps29
30
eps30
31
eps31
32
eps32
33
eps33
34
eps34
35
eps35
36
Eps36
37
eps37
38
eps38
39
eps 39
40
eps40
41
eps 41
42
eps 42
43
eps 43
44
eps 43
45
eps44
46
eps 45
47
eps 46
48
eps47
49
eps48
50
eps49
51
eps 50
52
eps51
53
eps52
54
eps53
55
eps54
56
eps55
57
eps56
58
eps57
59
eps57
60
eps58
61
eps59
62
eps60
63
eps61
64
eps 62
65
eps 63
66
eps64
67
eps65
68
eps 66
69
eps67
70
eps 68
71
eps 69
72
eps 70.
73
eps71
74
eps72
75
eps73
76
eps74
77
eps75
78
eps76
79
eps77
80
eps78
81
eps79
82
eps80
83
eps81
84
eps82
85
eps83
86
eps84
87
eps85
88
eps86
89
eps87
90
eps88
91
eps89
92
eps90
93
eps91
94
eps 92
95
eps 93
96
eps 94
97
eps 95
98
eps 96
99
eps97
100
eps98
101
eps 99
102
eps 100
103
eps101
104
eps 102
105
eps 103
106
eps 104
107
eps 105
108
eps 106
109
eps 107
110
eps 108
111
eps 109
112
eps 110
113
eps 111
114
eps 112
115
eps 113
116
eps 114
117
eps 115
118
eps 116
119
eps 117
120
eps 118
121
eps 119
122
eps 120
123
eps 121
124
eps 122
125
eps 123
126
eps 124
127
eps 125
128
eps 126
129
eps 127
130
eps 128
131
eps 129
132
eps 130
133
eps 131
134
eps 132
135
eps 133
136
eps 134
137
Eps 135
138
eps 136
139
Eps 137
140
eps 138
141
eps 139
142
eps 140
143
eps 141
144
eps 142
145
eps 143
146
eps 144
147
eps 145
148
eps 146
149
eps 147
150
eps 148
151
eps 149
152
eps 150
153
Eps 151
154
eps 151
155
eps 152
156
eps 154
157
eps 155
158
eps 156
159
eps 157
160
eps 158
161
eps 159
162
eps 160
163
eps 161
164
eps 162
165
eps 163
166
eps 164

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!