eps2

Di perjalanan mengantar Tria pulang.

”Bagaimana, Tria? Apa sekarang kamu sudah bisa menerima cintaku?” Bagas memberanikan diri untuk bertanya setelah lama ia dan Tria terdiam.

Dia selalu menunggu waktu yang tepat untuk mengutarakan cintanya yang kesekian kalinya pada Tria. Selama ini di saat dia mengatakan perasaannya, Tria selalu menolak dengan alasan masih sekolah.

”Maaf, Mas. Aku gak bisa membalas perasaan Mas.” Tria menunduk saat Bagas melihatnya dari kaca spion.

”Kenapa? Apa ada pria lain yang sudah mengisi hatimu?”

Tria terdiam. Iya, Mas. Ada seorang pria yang sudah mengisi hatiku dan pria itu adalah temanku sendiri, SATRIO NUGRAHA. Dia yang sudah mengisi relung hatiku benaknya.

Ciit! Bagas mengerem motor secara tiba-tiba.

”Astaghfirullah, Mas! Mengagetkan aja!” Tria memukul punggung Bagas dengan marah. Wajahnya nampak kesal, ia hampir terjatuh jika saja tidak memegang lengan Bagas. Ia sangat terkejut saat Bagas menghentikan motornya secara mendadak.

Bagas tertawa. ”Maaf, Maaf! Aku minta maaf, habisnya kamu gak jawab pertanyaan aku. Kamu justru melamun, apa yang kamu lamun kan?” tanyanya.

”Uda, Mas! Jalan lagi... nanti aku telat nyampe di rumah,” Tria masih berwajah kesal.

”Jawab dulu pertanyaan ku, baru aku lanjut jalan.” Bagas turun dari motor. Membuat Tria juga ikut turun dari motor.

Tangan Bagas memegang kedua bahu Tria seraya bertanya, ”Apa sudah ada pria lain yang mengisi hatimu?” Bagas serius menatap Tria. Selama beberapa menit mereka saling menatap.

Tria menepis tangan Bagas. ”Apaan sih, Mas! Gak ada siapapun yang mengisi hatiku. Aku hanya fokus saja dengan urusan sekolah ku selama ini...”

”Sekarang kan kamu sudah lulus. Jadi... bisakah kamu membalas perasaan ku sekarang?” Bagas menatap penuh harap pada Tria.

”Maaf, Mas. Aku tetap tidak bisa membalas perasaan Mas,” jawab Tria dengan tegas.

Tatapan Bagas berubah kecewa menatap Tria, ini sudah kesekian kalinya Tria menolaknya.

”Apa yang kurang dari ku, Tria? Tolong katakan padaku, apa yang kurang dariku, yang membuat mu tidak puas padaku?”

”Gak ada, Mas. Gak ada yang kurang darimu, kamu tampan, baik, sempurna. Tapi... maaf, aku yang tidak bisa menerima perasaan Mas. Menyerah lah Mas dengan perasaan mu. Itu akan menyakiti hati Mas sendiri...”

”Aku gak akan menyerah, Tria! Gak akan! Aku akan berusaha lagi untuk membuat mu menyukai ku dan mau menerimaku. Jangan melarang ku untuk tidak mencintai mu, aku tidak bisa....”

Tria terdiam melihat Bagas, ia bingung harus bagaimana lagi untuk membuat Bagas menyerah padanya.

”Mas, Mas tidak usah berusaha apapun. Tria gak akan bisa membalas perasaan Mas sampai kapan pun, kita hanya sahabat, jangan berharap lebih dari ini, Mas...”

Bagas menggeleng. ”Tidak, Tria. Aku akan tetap berusaha meyakinkan mu kalau aku layak untuk mu untuk menjadi kekasih mu.”

Tria dan Bagas masih saling memandang. Entah ucapan seperti apa yang harus di ucapkan Tria agar pria di depannya itu berhenti berharap banyak padanya.

”Kita lanjut jalan aja, Mas. Aku ingin cepat sampai di rumah. Kalau Mas gak mau... biar aku balik naik ojek saja.”

”Ayo naik, aku antar.” Bagas naik ke atas motor.

Tria juga kembali naik ke atas motor. Bagas melanjutkan perjalanan nya mengantar Tria pulang. Hening! Itulah suasana sekarang yang menemani perjalanan mereka berdua.

Bagas menghentikan motor tepat di depan pagar rumahnya Tria, suasana masih tetap hening. Tria turun dari motor, melepas helm dan memberikannya pada Bagas. Bagas mengambilnya tanpa bersuara.

”Terima kasih, Mas. Sudah mengantar ku pulang, dan maaf, aku sudah menyakiti hatimu dengan menolak mu kesekian kalinya.” Ucap Tria namun, Bagas tidak merespon ucapan maafnya. Pria itu malah menatapnya dengan sedih.

”Mas, aku tahu kamu sedang marah padaku. Aku menerima kemarahan mu. Sekali lagi aku ucapkan permohonan maaf ku. Maaf, sudah membuat mu marah dan kecewa.” Ucap Tria lagi.

Bagas masih terdiam menatap Tria. Tria menyerah dengan diamnya Bagas, ia memutar badan, membelakangi Bagas.

”Aku akan maafkan kamu... asal kamu menerima ku menjadi kekasih mu.”

Tria kembali menghadap Bagas, melihat pria itu dengan bingung. ”Maaf, aku tidak bisa.” Ia memutar badan dan melangkah cepat masuk ke dalam rumah.

Di dalam rumah.

Tria melihat Bagas dari balik jendela rumah. Ia berkata dalam benaknya, Maaf Mas, aku tidak bisa membalas perasaan kamu. Sedangkan perasaan aku saja untuk Rio hanya tersimpan di relung hati. Hidupku di atur oleh kedua orang tua angkat ku. Dan mas sendiri sudah ku anggap kakak untuk ku. Bagaimana bisa aku menerima Mas sebagai pacar? Sedangkan aku juga tidak menyukaimu.

Tak sadar setetes air mata keluar dari pelupuk matanya. Entahlah, hal apa yang membuat gadis itu menangis? Apakah karena tidak bisa membalas perasaan Bagas? Atau karena orang tua angkatnya? Ataukah perasaannya sendiri yang terpendam untuk Rio?

”Baru pulang kamu?” Terdengar suara Yuli dari belakangnya.

Tria segera menghapus air matanya, ia berbalik menghadap Yuli. ”Iya, kak. Aku baru saja pulang. Mama di mana kak? Kenapa Mama memintaku untuk segera pulang?”

”Mama lagi keluar. Cepat sana pergi ke dapur, buruan masak! Aku dan Rahma sudah sangat lapar.” Yuli menjawab ketus. ”Siapa yang kamu lihat dari jendela?” Ia penasaran, ia ikut melihat keluar. Tidak ada sesiapa di sana.

”Bukan siapa-siapa kak.” jawab Tria.

”Belum juga pergi ke dapur?” bentak Yuli.

”Iya, kak. Ini baru mau pergi.” Tria menurut. Ia bergegas pergi ke dapur.

Yuli dan Rahma adalah kakak angkat Tria. Mereka anak kandung dari pasangan Karmila dan Burhan, orang tua angkat Tria.

Burhan adalah adik angkat dari almarhum Marzuki, ayah kandung Tria. Sedangkan ibu kandung Tria adalah Nur Hasanah.

Nur Hasanah meninggal ketika Tria masih duduk di kelas 3 SD. Setelah ibunya meninggal, Tria tinggal bersama ayahnya. Namun, ayahnya juga pergi meninggalkan Tria ketika ia baru masuk kelas 6 SD, karena sebuah penyakit yang di deritanya.

*

*

*

Di dapur.

Tria bergegas memasak untuk Yuli dan Rahma sekaligus memasak untuk dirinya sendiri. Ia belum sempat memakan habis makanannya saat di kantin sekolah bersama temannya tadi.

Ayah, Ibu, jika ayah dan ibu masih hidup, apakah kehidupan yang Tria jalani masih sama seperti sekarang? Ayah, Ibu, Tria merindukan ayah dan ibu. benak Tria.

Tria kembali mengingat hari sebelum dimana Marzuki, ayahnya meninggal dunia. Dengan suara yang terbata-bata dan lemah menahan rasa sakit, Marzuki memaksakan diri untuk berbicara pada Tria, membujuk anaknya itu untuk tabah menerima semuanya.

Di rumah sakit.

”Nak, A__ayah sudah ti__tidak kuat lagi menahan ra__rasa sakit ini....”

Tria menggeleng. ”Tidak, Ayah! Ayah jangan berbicara seperti itu! Ayah harus kuat demi Tria, Ayah! Demi Tria, putri Ayah satu satunya, Ayah harus kuat! Hu.. hu..hu...” Ia terisak sedih.

Tria menggenggam erat tangan ayahnya yang terlihat kurus. Ia semakin menangis melihat kondisi ayahnya yang semakin menurun.

”Ayah harus kuat hu...hu....”

Marzuki ikut menangis melihat anaknya yang menangis begitu pilu. Penyakit yang di deritanya membuatnya menyerah pada kehidupan. Ia tidak dapat menahan rasa sakitnya lagi. Pengobatan yang ia jalani tidak membuatnya kunjung sembuh.

”Ma__maaf, Nak! A__ayah sudah tidak kuat. Ra__rasa sakitnya semakin membuat Ayah menderita! A__ayah sudah tidak sanggup lagi. A__apa kamu tidak mendengar ka__kata dokter?”

Tentu saja Tria sangat ingat perkataan dokter, kalau waktu ayahnya sudah tidak akan lama lagi. Untuk kesembuhan ayahnya hanya 10 %, karena penyakitnya sudah menjalar dengan cepat dan menyerang jantung juga organ penting lainnya.

Tria menggeleng. ”Hidup dan mati bukan di tangan dokter, Ayah! Asalkan Ayah punya keinginan kuat untuk tetap hidup, Ayah pasti bisa sembuh! Tria yakin Ayah akan sembuh.” Tria menguatkan dan menyemangati ayahnya.

”A__ayah sudah tidak kuat lagi, Nak! A__ayah sudah tidak sanggup... menahan sakitnya...” Nafasnya tersengal membuat Tria terkejut dan takut.

”Ayah...!” Tria histeris.

”T__Tria, a__apa pa__paman mu su__sudah datang, Nak?” tanya Marzuki lemah, suaranya terbata-bata.

Tria menggeleng lemah. ”Belum, Ayah. Mungkin paman masih dalam perjalanan ke sini, Ayah...”

Ceklek!! Suara pintu ruangan terbuka. Tria menoleh melihat ke arah pintu. Ia melihat pamannya, Burhan berjalan masuk ke dalam.

”Ayah, Paman sudah datang.”

”Ma__mana dia? Burhan....”

”Aku disini, Bang.” Burhan memegang pelan tangan Marzuki yang kurus dan lemah. ”Bang, bagaimana keadaan mu, Bang?” Ia menatap Marzuki dengan iba.

”I__ni ka__kamu, Bu__Burhan?” Marzuki memastikan.

”Iya, Bang. Ini aku, Burhan. Aku baru saja datang, Bang. Bagaimana keadaan mu, Bang?” Tangan kanannya memegang wajah Marzuki.

Marzuki memegang tangan Burhan, menggenggamnya, genggaman yang nampak lemah.

”Bu__Burhan, sebelum a__ajalku menjemput. A__aku... aku akan menitipkan putriku, Tria ke__ke kamu. To__tolong... tolong ka__kamu rawat putriku se__seperti a__anak mu sendiri.” Marzuki terbata-bata memohon pada Burhan.

Tria menggeleng. ”Tidak, Ayah! Ayah jangan bicara sembarang! Tria gak mau Ayah pergi meninggalkan Tria... Tria gak mau Ayah....”

”Tria juga gak mau tinggal bersama paman, Ayah... Tria mau tinggal bersama Ayah... hu...hu...hu.. jangan tinggalin Tria, Ayah....” Tolaknya. Ia enggan untuk tinggal bersama pamannya.

Marzuki memaksakan senyum melihat anaknya. Ia sangat yakin jika Burhan bisa menjaga dan merawat anaknya dengan baik. Meskipun Burhan hanyalah adik angkatnya saja.

”Kamu bicara apa, Bang? Kamu harus sembuh, Bang. Kamu harus kuat demi putrimu, Abang. Sembuh lah, rawat Tria hingga besar, Bang. Tria membutuhkan mu sebagai ayahnya.” Burhan juga menolak halus permintaan Marzuki.

Marzuki melihat Burhan, pandangannya sudah buram. Rasa sakit semakin menjalar di urat nadinya, lebih sakit dari yang pertama.

Tangannya gemetar meraih tangan putrinya dan meletakkan tangan Tria di atas telapak tangan Burhan.

”Tria, mu__mulai sekarang pa__pqnggil papa untuk Paman mu,” pintanya. Tria menggeleng, tangisnya semakin menjadi.

”Bu__Burhan, to__tolong ra__awat pu__putri ku...Bu__Burhan,” pintanya lagi pada Burhan di nafas terakhirnya. Tangannya terkulai lemas, terpisah dari genggaman Burhan.

Tubuh Burhan melemas seketika, ia tidak menduga pertemuannya kali ini dengan Marzuki merupakan pertemuan yang terakhir kalinya.

”Innalillahi wa inna ilaihi rojiun,” ucapnya. Ia meletakan kedua tangan Marzuki dengan benar di atas dada Marzuki. ”Aku berjanji akan merawat putri mu dengan baik, Bang...”

”Paman, apa yang Paman lakukan? Ayah ku masih hidup! Paman jangan mendoakan Ayahku sembarangan!” Tegur Tria dengan marah.

Burhan memeluk tubuh kecil Tria. ”Ayahmu sudah pergi, Nak. Ayahmu sudah tiada, sudah meninggalkan kita...”

Tria menggeleng. ”Tidak! Paman bohong!!” Ia melepas pelukan Burhan, beralih memeluk tubuh Marzuki, ayahnya.

”Ayah, paman jahat! Paman bilang Ayah sudah meninggal. Paman jahat, Ayah... Tria gak mau tinggal sama paman. Ayah bangun...” Tria menggoyangkan tubuh Marzuki, membangunkannya. Namun, Marzuki tidak merespon.

Burhan mengelus kepala Tria dengan lembut. Pandanganya juga iba melihat putri kecil Marzuki itu. Ibu kandungnya telah tiada sekarang, ayah kandungnya ikut meninggalkan gadis kecil itu.

Tria menggoyangkan terus tubuh Marzuki, membangunkannya ”Ayah... bangun Ayah! Jawab Tria, Ayah! Jangan diam saja. Ayah, bangun...hu...hu...bangun Ayah... bangun....”

Burhan kembali meraih tubuh mungil Tria dan memeluknya. ”Sudah, Nak! Ikhlaskan ayahmu pergi...biarkan ayahmu pergi dengan tenang ya.” Ia membujuk Tria.

”Tidak...!! Ayahku masih hidup, Paman jahat!! Ayah tidak pergi tinggalkan Tria! Ayahku masih hidup!” Tria melepas kasar pelukan Burhan. Ia memeluk tubuh kaku ayahnya.

”Ayah, bangun Ayah! Jangan tinggalin Tria sendiri, Ayah! Tria mohon, bangunlah Ayah! Hu...hu...hu... Ayah, jangan tinggalin Tria!! Bangun, Ayah...” Tria memukul-mukul pelan dada Marzuki.

Pintu rumah sakit terbuka, tidak lama dari ketika Burhan memencet tombol pemanggil suster.

”Suster, tolong urus jenazah Marzuki.” ucap Burhan pada suster yang berjaga di sana. Suster mengangguk. Ia menutupi tubuh Marzuki dengan kain panjang putih.

”Tidak!! Ayah...” Tria semakin histeris saat kain panjang tersebut menutupi hingga kepala Marzuki.

Burhan ikut menangis melepas kepergian kakak angkatnya, ia tidak percaya lelaki kuat dan setangguh dia kini sudah tiada.

Burhan kembali mengingat ketika pertama kali ia dan Marzuki bertemu.

Di jalan yang sempit Burhan sedang di keroyok oleh beberapa orang, ia di pukul terus menerus dan di ejek karena badannya yang kotor dan dekil.

Marzuki yang kebetulan ada di situ, ia menolongnya. Marzuki mendekati Burhan, ia membalas memukul orang yang memukul Burhan dan mengusir orang-orang yang mengejek Burhan. Anak-anak kecil yang sebaya dengan mereka, yang memukuli Burhan, lari ketakutan akibat di pukuli Marzuki.

Marzuki mendekati Burhan. ”Kamu baik-baik saja?”

”Aku... aku baik-baik saja.” jawab Burhan sambil menunduk. Ia mendongak sebentar melihat rupa dari pria yang sudah menolongnya itu, setelah melihat wajahnya, ia kembali menunduk.

Marzuki tersenyum, tangannya terjulur ke depan. ”Perkenalkan, namaku Marzuki.” Ia mengajak Burhan berkenalan.

Burhan tidak menyangka akan ada saatnya, ada sebuah tangan yang mau mengajak berteman dan merangkul dirinya. Selama ini, ia hanya sendirian tanpa teman, tanpa keluarga, tanpa orang tua.

Dengan malu, ia menyambut uluran tangan Marzuki, mereka bersalaman dan dia berkata, ”Namaku Burhan.”

”Kamu tinggal dimana? Biar ku antar.” Tawar Marzuki.

Burhan menggeleng. ”Aku... aku tidak punya rumah,” jawabnya menunduk malu.

Marzuki melihat Burhan seakan tidak percaya dengan apa yang baru di dengarnya.

”Marzuki... kamu dimana, Nak?” Terdengar suara pria memanggil nama Marzuki. Burhan dan Marzuki menoleh ke arah suara tersebut.

”Aku disini, Ayah.” Marzuki melambaikan tangannya, memudahkan sang ayah menemukan keberadaannya. Abdul melangkah besar menghampiri anaknya.

”Kamu di sini rupanya.” Abdul melirik anak kecil yang menunduk malu, anak itu sebaya dengan anaknya. Marzuki menyadari itu.

”Ayah, kenalkan ini temanku namanya Burhan. Maukah Ayah mengangkatnya sebagai adikku?” Marzuki memperkenalkan Burhan pada ayahnya, sekaligus meminta ayahnya untuk mengadopsi Burhan.

Burhan tertegun melihat Marzuki. Ia juga melihat sebentar pria yang menjadi ayah Marzuki itu. Setelah melihat wajah pria itu, ia kembali menunduk.

Abdul terdiam melihat Burhan. Marzuki hanyalah seorang diri, ia merupakan anak tunggal dari Nurul dan dirinya. Karena suatu peristiwa, Nurul tidak bisa mengandung lagi.

Abdul mengangguk. ”Baiklah,” ia langsung menyetujuinya.

”Hore...!!! Aku punya adik!” Marzuki merangkul Burhan. Ia nampak senang dan bahagia miliki saudara lelaki.

Abdul berjongkok, sejajarkan diri dengan tingginya Burhan. ”Di mana orang tua mu, Nak?” tanyanya. Ia berniat akan meminta izin pada orang tua Burhan untuk mengangkatnya sebagai anak angkat.

Burhan menggeleng. ”Aku tidak tahu mereka. Aku tidak punya orang tua,” jawabnya.

”Apa benar begitu?” Abdul memastikan kembali. Burhan mengangguk.

”Kalau keluarga mu?”

Burhan kembali menggeleng. ”Aku tidak punya.”

Abdul melihat Marzuki. ”Ayo, bawa Burhan ke rumah. Mulai hari ini...dia adalah adikmu. Sebagai kakak...kamu harus menjaganya,” ucapnya menasehati Marzuki.

Marzuki sangat senang mendengarnya, ia memeluk ayahnya. ”Terima kasih, Ayah. Marzuki janji akan menjaganya,” sahutnya.

Hari itu juga, Abdul membawa Burhan pulang ke rumahnya. Dan mengangkat Burhan sebagai adik angkat dari Marzuki yang sah.

Abdul dan Nurul memperlakukan Marzuki dan Burhan dengan adil, tanpa membedakan mereka berdua. Apapun yang mereka belikan untuk Marzuki, mereka juga membelikannya untuk Burhan.

Terpopuler

Comments

coco

coco

Yee sudah mampir

2021-06-21

1

Fathia Nur Jannah

Fathia Nur Jannah

lanjut

2021-04-23

1

💖Friza🧚‍♂

💖Friza🧚‍♂

nyimaakk😊

2021-03-28

1

lihat semua
Episodes
1 eps I
2 eps2
3 eps3
4 eps 4
5 eps 5
6 eps6
7 eps 7
8 eps8
9 eps9
10 eps10
11 eps11
12 eps12
13 eps 13
14 eps14
15 eps15
16 eps 16
17 eps 17
18 eps18
19 eps19
20 eps20
21 eps21
22 eps22
23 eps23
24 eps24
25 eps25
26 eps26
27 eps27
28 eps28
29 eps29
30 eps30
31 eps31
32 eps32
33 eps33
34 eps34
35 eps35
36 Eps36
37 eps37
38 eps38
39 eps 39
40 eps40
41 eps 41
42 eps 42
43 eps 43
44 eps 43
45 eps44
46 eps 45
47 eps 46
48 eps47
49 eps48
50 eps49
51 eps 50
52 eps51
53 eps52
54 eps53
55 eps54
56 eps55
57 eps56
58 eps57
59 eps57
60 eps58
61 eps59
62 eps60
63 eps61
64 eps 62
65 eps 63
66 eps64
67 eps65
68 eps 66
69 eps67
70 eps 68
71 eps 69
72 eps 70.
73 eps71
74 eps72
75 eps73
76 eps74
77 eps75
78 eps76
79 eps77
80 eps78
81 eps79
82 eps80
83 eps81
84 eps82
85 eps83
86 eps84
87 eps85
88 eps86
89 eps87
90 eps88
91 eps89
92 eps90
93 eps91
94 eps 92
95 eps 93
96 eps 94
97 eps 95
98 eps 96
99 eps97
100 eps98
101 eps 99
102 eps 100
103 eps101
104 eps 102
105 eps 103
106 eps 104
107 eps 105
108 eps 106
109 eps 107
110 eps 108
111 eps 109
112 eps 110
113 eps 111
114 eps 112
115 eps 113
116 eps 114
117 eps 115
118 eps 116
119 eps 117
120 eps 118
121 eps 119
122 eps 120
123 eps 121
124 eps 122
125 eps 123
126 eps 124
127 eps 125
128 eps 126
129 eps 127
130 eps 128
131 eps 129
132 eps 130
133 eps 131
134 eps 132
135 eps 133
136 eps 134
137 Eps 135
138 eps 136
139 Eps 137
140 eps 138
141 eps 139
142 eps 140
143 eps 141
144 eps 142
145 eps 143
146 eps 144
147 eps 145
148 eps 146
149 eps 147
150 eps 148
151 eps 149
152 eps 150
153 Eps 151
154 eps 151
155 eps 152
156 eps 154
157 eps 155
158 eps 156
159 eps 157
160 eps 158
161 eps 159
162 eps 160
163 eps 161
164 eps 162
165 eps 163
166 eps 164
Episodes

Updated 166 Episodes

1
eps I
2
eps2
3
eps3
4
eps 4
5
eps 5
6
eps6
7
eps 7
8
eps8
9
eps9
10
eps10
11
eps11
12
eps12
13
eps 13
14
eps14
15
eps15
16
eps 16
17
eps 17
18
eps18
19
eps19
20
eps20
21
eps21
22
eps22
23
eps23
24
eps24
25
eps25
26
eps26
27
eps27
28
eps28
29
eps29
30
eps30
31
eps31
32
eps32
33
eps33
34
eps34
35
eps35
36
Eps36
37
eps37
38
eps38
39
eps 39
40
eps40
41
eps 41
42
eps 42
43
eps 43
44
eps 43
45
eps44
46
eps 45
47
eps 46
48
eps47
49
eps48
50
eps49
51
eps 50
52
eps51
53
eps52
54
eps53
55
eps54
56
eps55
57
eps56
58
eps57
59
eps57
60
eps58
61
eps59
62
eps60
63
eps61
64
eps 62
65
eps 63
66
eps64
67
eps65
68
eps 66
69
eps67
70
eps 68
71
eps 69
72
eps 70.
73
eps71
74
eps72
75
eps73
76
eps74
77
eps75
78
eps76
79
eps77
80
eps78
81
eps79
82
eps80
83
eps81
84
eps82
85
eps83
86
eps84
87
eps85
88
eps86
89
eps87
90
eps88
91
eps89
92
eps90
93
eps91
94
eps 92
95
eps 93
96
eps 94
97
eps 95
98
eps 96
99
eps97
100
eps98
101
eps 99
102
eps 100
103
eps101
104
eps 102
105
eps 103
106
eps 104
107
eps 105
108
eps 106
109
eps 107
110
eps 108
111
eps 109
112
eps 110
113
eps 111
114
eps 112
115
eps 113
116
eps 114
117
eps 115
118
eps 116
119
eps 117
120
eps 118
121
eps 119
122
eps 120
123
eps 121
124
eps 122
125
eps 123
126
eps 124
127
eps 125
128
eps 126
129
eps 127
130
eps 128
131
eps 129
132
eps 130
133
eps 131
134
eps 132
135
eps 133
136
eps 134
137
Eps 135
138
eps 136
139
Eps 137
140
eps 138
141
eps 139
142
eps 140
143
eps 141
144
eps 142
145
eps 143
146
eps 144
147
eps 145
148
eps 146
149
eps 147
150
eps 148
151
eps 149
152
eps 150
153
Eps 151
154
eps 151
155
eps 152
156
eps 154
157
eps 155
158
eps 156
159
eps 157
160
eps 158
161
eps 159
162
eps 160
163
eps 161
164
eps 162
165
eps 163
166
eps 164

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!