Tidur malam yang bagiku sudah lebih dari cukup telah berganti menjadi pagi yang indah. Aku bangun dari jam lima pagi. Tidak ingin terlambat ke sekolah. Perjalanan dari rumah ke sekolahku memakan waktu hampir satu jam dengan berjalan kaki.
Hari ini adalah hari rabu. Ada jadwal PJOK di kelasku. Sesuai info dari Pak Guru di pertemuan sebelumnya. Hari ini akan diadakan pengambilan nilai lari jarak jauh. Dimana satu persatu siswa akan di lawankan dengan berpasang-pasangan.
Sebenarnya aku selalu resah setiap kali pelajaran ini. Dimana aku selalu terkendala dengan sepatuku. Untuk berjalan saja rasanya sudah sakit apalagi kalau harus untuk berlari.
Tapi aku selalu berusaha menutupi keresahan yang berselimut dalam diriku. Tak ingin emakku sampai tahu. Karena beliau sudah pasti akan sedih.
Setibanya di sekolah. Tak lama kemudian kami sudah berkumpul di lapangan. Pak Guru datang dan mulai memimpin doa.
"Baik anak-anak, di pertemuan kali ini kita akan melakukan lari jarak jauh. Dengarkan baik-baik, Bapak akan bacakan pasangan masing-masing yang akan menjadi lawan kalian", ucap Pak Guru memulai pelajaran PJOK.
"Jovan berpasangan dengan Bagas", tiba-tiba terdengar namaku disebut. Dan sudah ku duga aku pasti berpasangan dengan dia lagi.
"Ah itu kecil. Bagas dilawan", teriak Bagas menyombongkan diri dan banyak anak cewek yang mensuportnya.
"Bagas, kamu tidak boleh sombong. Buktikan kemampuanmu!", lerai Pak Guru.
Tibalah giliranku untuk maju. Tak terasa semua siswa sudah mendapat giliran. Aku memantapkan langkahku. Dalam hati aku berdoa kepada Tuhan. Karena hanya dengan ridhoNya aku pasti bisa menang.
"Hei, anak tengil. Kamu pasti kalah", ucap Bagas ketika menyalip langkah kakiku.
Sepatuku mulai robek satu persatu. Dan menambah robekan yang semakin luas. Tapi aku tak pedulikan itu. Aku semakin menambah kecepatan berlariku.
Berulang kali Bagas ingin mencurangiku dengan menaruh batu kerikil di tengah jalan. Namun berhasil ku lewati tanpa terinjak.
Ketika ia berusaha mengambil ranting berduri ke tengah jalan, tiba-tiba kakinya tersandung dan ia pun terjatuh. Hingga akhirnya aku bisa mendahuluinya dan memenangkan perlombaan ini.
Aku tak tega melihatnya. Setelah memasuki finish, dan Pak Guru menyatakan aku pemenangnya aku kembali menghampiri Bagas yang masih kesakitan dengan lecet di bagian lututnya.
Ku ulurkan tanganku untuk membantunya berdiri. Plakkk. Seketika tangannya menampar tanganku.
"Nggak usah sok mau nolong deh. Ini semua salahmu. Aku jadi sial", ucapnya sambil mencoba berdiri.
"Hei, apa kalian buta. Nggak lihat apa aku jatuh. Bantuin oeyyy", teriaknya memanggil anggota gengnya.
Tak lama teman-temannya membantunya berdiri dan membawanya ke ruang uks.
Aku hanya duduk terdiam. Apa salahku? Sehingga Bagas begitu jijiknya menerima uluran tanganku. Tapi lagi-lagi ku kuatkan hatiku. Aku tidak boleh rapuh. Aku adalah laki-laki sejati. Kata emak laki-laki sejati tidak boleh cengeng.
Jam pelajaran telah berganti. Pelajaran lari tadi telah menguras tenagaku. Dari rumah tadi aku belum sarapan. Pantas saja kalau saat ini perutku sudah keroncongan.
Aku duduk di belakang perpustakaan. Mencoba mengobati perih di lambungku karena lapar. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara seorang gadis yang sedang menangis terisak disana.
"Hei, apa kamu bisa menolongku?",tanyanya padaku.
"Maksudmu aku?", aku seperti orang linglung.
"Iya. Siapa lagi? Disini hanya ada kamu dan aku", jawab gadis itu.
"Apa yang bisa aku lakukan?", tanyaku kemudian.
"Belikan aku air minum. Ini uangnya. Kembaliannya ambil untukmu", menyerahkan uang dua puluh ribu.
Aku mengambil uang itu dan segera pergi ke kantin. Betapa beruntungnya aku hari ini. Aku pun bisa membeli roti dan air minum untuk mengganjal perutku yang lapar.
Tak ingin berlama-lama di kantin. Aku segera mendapatkan pesananku. Banyak anak-anak di kelasku yang melihatku. Pasalnya aku hampir tak pernah ke kantin. Boro-boro ngantin, untuk makan saja sulit.
"Ini air minumnya", aku menyerahkan jus jeruk yang ku bawa untuknya.
"Terimakasih", ucapnya.
Aku hanya berbalik. Sebenarnya aku juga ingin mengucapkan kata terimakasih padanya. Karena dirinya aku bisa makan. Tapi ku urungkan niatku. Aku harus cepat kembali ke kelas.
"Hei, tunggu. Siapa namamu?", teriak gadis itu.
"Jovan", aku hanya menjawab singkat dan segera berlalu. Aku bukannya sombong. Tapi aku takut. Karena sepertinya dia anak orang kaya terlihat dari merk sepatu yang ia kenakan tadi.
Aku tidak ingin berurusan dengan orang kaya yang buntutnya hanya ingin mencaciku seperti teman-temanku yang lainnya. Dan baru kali ini seumur-umur aku sekolah disini ada yang mau bertanya namaku selain Pak Guru dan Bu Guru.
Sesampaiku di kelas. Alhamdulillah pelajaran belum di mulai. Salah seorang teman dekat Bagas berdiri menghadangku. "Hei, apa kalian tahu, barusan aku lihat dia ke kantin. Dapat uang darimana dia kira-kira? Jangan-jangan mencuri. Hahahaha", teman yang lain ikut tertawa.
Aku hanya diam. Meladeni mereka hanya menguras tenagaku. Biarkan mereka tertawa sepuasnya asal aku tidak melakukan apa yang dituduhkannya. Tak lama wali kelasku datang.
"Anak-anak, ujian nasional akan diadakan dua bulan lagi. Pergunakan waktu kalian untuk melakukan les tambahan", ucap wali kelasku menyampaikan.
Lagi-lagi aku terdiam memikirkan. Aku sudah berulang kali di panggil ke bagian administrasi. Dan terancam tidak akan bisa ikut ujian akhir kalau belum melunasi administrasi yang menunggak.
Tanda bel istirahat berbunyi. Membuyarkan lamunanku. Mungkin saatnya aku harus lebih giat bekerja. Agar dapat mengikuti ujian nanti.
Seperti biasa aku tidak ke kantin. Kalaupun keluar aku selalu ke tempat persembunyianku yaitu belakang perpus. Dan mungkin siang ini aku akan kesana.
"Hei, bukankah kamu anak yang tadi? Jovan ya namamu?", tiba-tiba gadis itu datang lagi dari arah belakang.
"Iya benar", jawabku gugup.
"Kenalin aku Jessy anak kelas lima B", mengulurkan tangannya kemudian aku pun membalas.
"Oh ya, aku kelas enam B", ucapku.
"Apa kamu sering kesini?", tanya Jessy.
"Ya aku setiap kali jam istirahat selalu kesini".
"Apa kamu tidak ke kantin? Bagaimana kalau ke kantin denganku?", ajak Jessy.
"Tidak terimakasih. Aku lebih suka disini", jawabku tanpa memberi penjelasan kalau aku tak punya uang.
"O ya sudah. Aku temani kamu saja disini. Apa boleh aku memanggilmu Kakak?", tanya Jessy lagi.
"Boleh kalau kamu tidak keberatan memanggil orang sepertiku dengan sebutan Kakak", jawabku.
"Kenapa tadi kamu menangis?", tanyaku memberanikan diri.
Jessy belum menjawab. Ia terlihat murung. Kemudian matanya seperti berkaca-kaca. "Papa mamaku mau bercerai", ucapnya kemudian.
"Papaku berselingkuh dengan tanteku. Setiap hari kedua orang tuaku bertengkar. Dan mengabaikanku. Aku seperti anak terlantar. Mereka hanya memenuhi kebutuhan materiku tapi tak pernah memberiku kehangatan dan kasih sayang", Jessy menuturkan keluh kesahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
🌹Dina Yomaliana🌹
tanpa disengaja, Jovan dan Jessy ternyata bisa saling mengisi🥺🥺🥺🥺 jodohkan mereka kelak kalau sudah dewasa thor😂
2021-06-25
1
Abu Alfin
hadir Thor
Salam hangat dari
Cinta Asteria & Isyaroh
🙏🙏🙏
2021-06-08
1
Anita Jenius
Semangat berkarya thor.
Sukses selalu ya.
2 like buat kk..
2021-03-04
1