Sekarang Alyra tengah duduk di halte Busway, dengan menyenderkan badannya pada kursi calon penumpang yang tersedia disana. Dia masih belum percaya lelaki yang menolongnya orang yang begitu dekat di masa lalu.
"Juno."
Alyra memulai membuka percakapan dengan pria disamping-nya, yang sudah sangat lama sekali mereka tidak pernah bertemu. Bahkan jika mereka tidak begitu dekat saling bertatap dia tidak akan kenal pada pria itu.
"Harusnya kita tidak duduk disini, setidaknya kita makan makan atau minum di Restoran, dinner kek kaya orang-orang." Ledek Juno sambil tersenyum jenaka pada gadis di sampingnya, yang terlihat semakin cantik sekarang, setelah mereka berpisah dari masa-masa SMA keduanya tidak pernah kembali bertemu.
Setelah sekian lama mereka di pertemukan kembali dengan postur tubuh Juno yang sudah jauh lebih tinggi dari Alyra.
"Mana motor antik mu aku sudah kangen boncengan dengan motor itu?" tanya Lyra dengan senyum simpul sambil celingak celinguk melihat-lihat kendaraan yang di bawa Juno, namun dia tidak melihatnya, tidak ada kendaraan maupun motor yang di bawa sahabatnya.
Dialah Arjun Januar lelaki pertama yang mengetahui tentang hidup Alyra, dan hanya Alyra yang hanya memanggil nama Juno untuknya, Alyra tidak pernah mempunyai teman lelaki selain pria tinggi di sampingnya.
"Apa hanya pada motor butut itu kamu kangennya Ly, kamu tidak kangen pada si tampan ini." Arjun percaya diri, sambil menusuk jari telunjuknya pada pipi kiri dan kanan so imute. Membuat Alyra terperangah dan melirik dan menatap tajam pada lelaki di sampingnya.
Sekarang dia masih sama seperti beberapa tahun lalu. yang berbeda hanya postur tubuhnya saja, dan sekarang dia berjambang.
Gerutu hati Alyra dengan senyum simpul menatap pada lelaki itu, lalu dia menggeleng melihat tingkah kocak sahabatnya itu. Alyra menghembuskan napas perlahan. "Bagaimana kabar om Akbar dan Luna?" Tanya Juno dengan tatapan lurus pada wanita disampingnya.
"Mereka Baik semua, namun sekarang ayah sudah pensiun Juno." Sahut Alyra datar. Dia enggan harus berbagi tentang hidupnya saat ini.
"Apakah kuliahmu sudah selesai Ly, harusnya sudah, kan?" tanya Juno menatap wanita di sampingnya, Alyra menggeleng. "Aku berhenti kuliah Juno, aku hanya mampu mempertahankan study ku sampai semester delapan." Sahut Ayra sambil menarik napas, lalu membuangnya, jika dia mengingat semua itu hatinya sedih.
"What ! kenapa, apa yang terjadi Ly?"Juno kaget luar biasa mendengar gadis di sampingnya berhenti kuliah, bukankah itu cita-cita gadis itu untuk merubah nasib keluarga mereka, dan mengambil hak keluarga mereka yang di rampas Paman mereka yang serakah itu.
"Lupakan tentang kuliah Jun, aku terpaksa memutusnya, Aku harus terjun langsung mengelola usaha kue ibu untuk meneruskan hidup kami, dan bagaimana adikku bisa terus sekolah, sukses, dan bisa mendapatkan pekerjaan lebih baik untuknya, setidaknya dia bisa berdiri di kakinya sendiri." Sahut Alyra menarik nafas dalam, lalu kembali mengumpulkan kata-kata yang mudah di mengerti oleh pria di sampingnya.
"Cita-citaku hanya itu, membuat adiku bisa bahagia, membuka jalan hidupnya lebih baik, aku sudah menyerah tentang berharap jadi pegawai kantoran yang selalu kita bahas dulu, dimana aku bisa bekerja di perusahaan bareng kamu dan menjadi bagian dari staf ahli di perusahaan kita, aku sudah kubur semua itu Jun."
Alyra berkaca-kaca menceritakan semua cita-cita-nya yang tidak kesampaian, untuk meraih apa yang menjadi impian mereka ketika masih sekolah dulu.
"Sekarang kamu kerja dimana Jun?" Alyra balik bertanya pada pria di sampingnya. Juno Masih terdiam mendengar cerita gadis di sampingnya, ada banyak yang dia lewatkan tentang sahabat yang dia sayangi itu.
"Sekarang adikmu kuliah dimana?" Arjun tidak menjawab pertanyaan sahabatnya, malah balik bertanya dimana keberadaan Luna.
"Masih kuliah di dekat kampus sini, Allhamdulilah dia dapat biaya tunjangan separuh dari pihak kampus, untuk membantu membayar biaya sekolahnya." Alyra dan Arjun kembali terdiam, mereka dalam pikirannya masing-masing.
"Tapi kamu masih maukan kerja di kantoran seperti keinginan kita dulu Ly?" Tanya Arjun serius, Lyra menggeleng. "Aku sudah tanggung Juno, hidupku sudah bersatu dengan tepung-tepung yang menemaniku setiap hari hehe."
Seloroh Lyra di iringi kehkehan ringan sambil menutup mulutnya dengan pashmina. Arjun terkesima sekarang gadis di hadapannya sudah banyak berubah. Semakin dewasa dan cantik.
Arjun berandai andai, jika saja dia berani mengutarakan perasaannya, namun sungguh pecundang-nya dia, dia begitu takut akan mendapat penolakan dari gadis itu, dan membuat mereka jadi renggang, dia hanya ingin melihat Alyra bahagia.
Arjun begitu takut, Perasaannya tidak berbalas sesuai dengan harapannya, bagaimana jika cintanya di tolak, sebab itulah Arjun hanya bisa gigit jari jika sudah di hadapkan dengan hatinya.
Dia sudah lama memendam rasa pada gadis di hadapannya. "Juno hey.." Alyra mengibaskan tangannya di depan Sahabat-nya.
"Apakah rumah kamu masih sama di alamat yang dulu Ly?" tanya Arjun, Alyra kembali menggeleng, dia tidak langsung menjawab pertanyaan itu semua, ada yang sesak dalam rongga dadanya.
"Kamu masih ingat, pinjaman Ayah pada bank waktu itu, sisa pembayaran rumah sakit pengobatan ibu menguras habis harta kami, terpaksa kami menjualnya agar kita bisa hidup lebih tenang, tidak ada pembantu, tidak ada tagihan listrik selangit, tidak ada pajak bangunan yang mencekik, sekarang kami pindah kerumah BTN." Jelas Alyra tenang, dan sukses membuat hati Arjun seperti di remas, dia tidak bisa membantu mereka.
Arjun terdiam dengan mata memerah, dia tahu bagaimana kisah bidadari yang harus terjatuh dan terhempas sekaligus, bagai mana gadis itu menjalani hari- harinya yang sulit.
Alyra kembali ceria, saat mengingat hidup mereka sekarang, lebih bahagia dan tidak ada beban yang berasa di kejar- kejar ketika beranjak tidur, pihak bank yang bolak balik kerumah besar mereka, menjadi mimpi buruk bagi hidup Alyra.
Semua uang tabungan sang ayah sudah raib tak bersisa, yang tersisa hanya kenangan saja, jika Alyra dulu pernah menjadi gadis manja, dan banyak uang.
Sejak ekonomi mulai merosok turun, kebahagiaan itu satu persatu hilang, sahabat nge-amall sahabat libur weekand sahabat yang menghabiskan satu persatu uang jajannya perlahan meninggalkannya, Alyra hanya bisa tersenyum getir dan dadanya sesak, dia tidak mempunyai sahabat selain pegawai dan sang adiknya sekarang.
Sekarang dia hidup sederhana, dengan dua orang yang di sayangi itu juga sudah cukup baginya. Banyak orang bilang dia gadis dalam sangkar, tidak pernah tahu tongkrongan dunia malam, dan asyiknya nongkrong di Mall, hidupnya hanya berteman dengan tepung dan telur, namun Alyra bahagia saja, walaupun banyak kekurangan dalam hidupnya sekarang, karena dia masih ada dua orang yang menjadi semangat untuk tetap hidup, dia merasa bahagia saja.
Namun tidak dengan pemikiran Arjun dia merasa gagal untuk melindungi sahabatnya, dia gagal membuatnya untuk tetap tersenyum.
Alyra menyingkap lengan baju, yang menutupi jam tangannya. "Juno aku pamit ya, di toko lagi ramai pasti mereka menungguku." Sahutan Alyra membuat Juno harus rela melepas gadis itu, mereka tidak akan sama seperti dulu yang bebas bermain kemana saja.
"Ly aku ikut kerumah kamu ya?" Lyra menggeleng."jangan, besok-besok aja kamu datangnya, aku lagi sibuk yang ada nanti kamu aku cuekin, terimakasih telah menolongku tadi." Sahut Alyra tanpa jeda lalu melangkah seiring busway berhenti di depannya.
Dia masuk saat pintu terbuka, dan tanpa melihat lagi kebelakang, hanya kerudung pashmina yang melambai di belakang pundaknya. Arjun tertegun sejak kapan sahabatnya bilang terimakasih, dulu dia paling enggan walau hanya untuk bilang itu.
Arjun benar-benar merasa jauh kehilangan gadis ceria itu, tidak ada senyum kocak seperti dulu, tidak ada kaki yang saling sered-seredan ketika sedang menikmati perjalanan, hati Arjun tercubit, keadaan merubah Alyra menjadi sosok yang lebih dewasa, sebenarnya dia senang, namun sakit saat melihat beban yang memenuhi otak sahabatnya.
Arjun segera menelpon sahabatnya untuk segera menjemputnya, karena Arjun sama halnya dengan Alyra dia tidak lagi mengejar sekolah bisnis melainkan merintis untuk sekolah ke perguruan, dan dua bulan ini dia sibuk yang mendaftar untuk jadi dosen di universitas Negri di nusantara.
Alyra turun dari koridor busway dengan langkah terburu-buru, untuk segera sampai ke tokok kuenya. Dia teringat pada sosok Arjun yang sekarang lebih tampan.
"Akhh..apaan sih Lyra kamu ini, jangan macam-macam kamu hanya harus pokus untuk kedua orang yang paling berarti untuk hidupmu." Gerutu Lyra sepanjang trotoar dia terus bergerutu dan sesekali berlari- lari kecil untuk mempercepat langkahnya, dia tidak akan kembali naik kendaraan umum untuk menghemat biaya pengeluaran hari ini.
"Assalamua'laikum." terlihat orang-orang berkerumun di tokok kuenya, dia sudah tidak enak perasaan, "ada apa kok ramai sekali apakah ada banyak pelanggan?" gerutu bertanya pada dirinya sendiri.
Alyra melangkah pelan saat dia sampai di depan pintu kiosnya, "Ada apa ini mbak?" tanya Lyra semakin takut, Ami pegawai tetap di tokonya melirik kearah datangnya suara.
"kakak Lyra ayah tiba-tiba pingsan tadi, dan sekarang masih belum siuman."
Deg. jantung Alyra serasa mau copot, yang dia takutkan terjadi, jika sang ayah akhirnya sakit juga.
Alyra berjongkok dengan peluh membanjiri anak rambutnya, dia mengguncang tubuh ayahnya.
"Ayah Alyra sudah pulang bangunlah, kita hari ini banyak pelanggan ayah."
Tangisan Alyra pecah, saat sang Ayah tidak ada tanda-tanda untuk segera sadar, dia sudah memijit dan memberi minyak kayu putih dekat hidungnya.
"Ayah bangunlah." Lyra terus saja panik dan terlihat kalut. Mobil tetangga Alyra datang, mereka dengan sukarela memberikan tumpangan padanya untuk membawa Ayah kerumah sakit. Alyra semkin bingung bagaimana dengan biaya rumah sakitnya.
D sepanjang perjalanan ia berpikir keras, bagaimana mencari cara untuk biaya rumah sakit sang ayah, hingga tidak terasa mobil yang membawa Ayahnya sudah tiba di rumah sakit.
Gerakan cepat langkah kaki para suster yang membawa papanya Alyra menuju UGD, untuk segera di berikan penanganan. Suara isak tangis dari Luna dan Alyra semakin keras saat keduanya duduk di luar ruangan dimana sang ayah di rawat.
"Kakak bagaimana dengan ayah?" Luna menangis tersedu di pelukan kakak tercintanya, beban mereka semakin bertambah.
"Apakah Adik putri dari bapak Akbar?" tanya suster, kedua gadis itu mengangguk, "silahkan ikuti kami untuk mengurus administrasi, untuk ruang inap, ayah anda sudah di tanggung oleh pihak rumah sakit, kartu kesehatan yang pak Ali Akbar miliki memperingan biaya rumah sakitnya, namun untuk obat yang susah di temukan di rumah sakit ini, terpaksa adik-adik untuk bersedia membeli di Apotek luar, atau dengan membawa langsung pada rumah sakit dengan fasilitas lebih lengkap, Ayah anda terkena gagal ginjal!"
Suara dokter yang menangani Ayah Ali, langsung menceritakan segalanya, untuk siap siaga pada hal terburuk yang mungkin saja sewaktu-waktu di alami pasiennya.
"Masa kritisnya belum di lalui, dan mungkin saja akan mengalami koma lebih lama, dan lebih lanjut." Sambung Dokter dengan tegas.
"Jika dia masih belum siuman dua hari ini, kami terpaksa memberi rujukan pada rumah sakit yang lebih besar, dengan fasilitas memadai." Suara Dokter semakin membuat kedua gadis di depannya, saling memegang erat, memberi kekuatan untuk mereka.
Mereka berdua keluar, dan berdiri di depan jendela kamar ayahnya, sambil menangis terisak, keduanya bingung harus berbuat apa jika di hadapkan dengan keadaan seperti itu.
"Kakak apa yang akan kita lakukan?" Tanya Luna dengan tangisan pilu, memeluk kakaknya. Alyra mengusap lembut dan dia lebih tegar di hadapan sang adik. "Tenang sayang kita minta petunjuk pada Allah agar semuanya baik- baik saja."
Alyra memberi kekuatan pada sang adik yang lebih terluka atas kesakitan sang Ayah, dia masih belum setega dirinya, mereka menangis terisak, dan Alyra bergegas mengambil air whudu lalu bergerak menuju Mushola Masjid yang ada di rumah sakit, dia shalat dengan tertib lalu berdo'a meminta kesembuhan untuk ayahnya.
****
Hari-hari makin terasa berat dua hari yang lalu sang ayah udah siuman, dan tangisan mereka berdua pecah, saat mengingat biaya besar yang akan terus menguras kantong uang mereka, biaya cuci darah yang harus di lakukan dua minggu sekali membuat Alyra semakin bingung.
Pada siapa lagi dia harus ajukan pinjaman untuk pengobatan ayahnya.
"Sayang kamu tidak ke kampus nak?"
Tanya ayah Akbar dengan bibir pecah-pecah kering, dan warna kulitnya tidak berseri, kelihatan jelas jika dia sedang sakit parah.
"Aku berangkat siang ayah." Sahut Luna dengan mata sembab. "kenapa kalian menangis bukankah ayah sudah baik-baik saja?"tanya pak Ali dengan suara dalam dan juga pelan.
"Ayah Maafkan kami, rumah kita satu-satu-nya udah kita jual." Sahut Alyra dengan airmata berderai. "kita pindah, dan sekarang kita tinggal di kios saja bertiga.
Lyra menjeda ucapannya, mengumpulkan kekuatan untuk tidak menangis.
Sisa uang pengobatan ayah sudah kami gunakan untuk membuat tambahan kamar di kios." Sahut Alyra terpaksa memberi tahu dari awal agar sang Ayah tidak terpuruk dan semakin sedih nanti.
Namun justru itu menjadi beban pikiran buat sang Ayah, dia yang menyebabkan putri-putrinya harus menderita. Mereka pulang bergantian jika sang adik menunggu di rumah sakit, Alyra pulang untuk membantu dua pekerja di kios mereka.
**
Alyra berjalan terseok-seok kerudung pashmina yang dia kenakan, menutupi sebagian wajahnya, angin sore ini begitu kencang, dia memeluk tubuhnya dengan kedua tangannya, perut lapar semakin terasa, ketika hawa dingin menerpa tubuhnya, membuatnya terasa melayang.
"Cewek sinting kalau jalan lihat-lihat, memangnya ini jalan nenek moyang lo, hah, sudah bosan hidup kamu hah?"
Teriak seorang lelaki membuka kaca mobil dengan pandangan yang bengis, marah-marah antara kaget dan kesal, ketika dia terpaksa harus mengerem mendadak, karena Alyra berjalan terlalu tengah.
Alyra bahkan tidak menggubris teriakan pria yang berada di dalam mobil, rasa lapar yang mendera membuat-nya hilang konsentrasi.
"tunggu kamu harus tanggung jawab sama waktuku yang sudah kamu buang-buang." teriak pria itu lantang, pria tadi begitu kesal, dengan sikap cuek Alyra untuk pertama kalinya ada perempuan yang mengacuhkan ucapannya, darahnya naik, hingga dia turun mengejar gadis yang jalannya terseok-seok itu.
"Hey...wanita sinting kenapa kamu tuli ya tidak mendengar ucapanku." suara nyaring dari si pengendara mobil kembali terdengar, Alyra hanya menggeleng dan memegang perutnya. Rasa lapar semakin menjadi, hingga dia benar-benar lemas dan tubuhnya oleng.
"Bay, dia kayanya kesakitan lihat matanya terpejam, pasti dia kenapa-kenapa!" seru teman si pria itu,
Ucapannya benar, Alyra terhuyung kedepan dan dengan sigap pria itu menangkap tubuh Alyra.
"Uki jangan bengong buruan bantuin gw."
Si pria itu memanggil temannya. Dengan memeluk tubuh Alyra, Kepala Alyra menyentuh dadanya.
Deg.
Deg.
Tiba-tiba ada yang aneh dengan dadanya pria yang memegang tubuh Alyra itu.
dengan sigap mereka memangku Alyra memasukannya pada mobil mereka.
Dialah Bayu Samudra, lelaki tampan usia 27 tahun, pemilik hotel berbintang. Bisnis menjadi hidupnya.
Keluarga yang broken home, menjadikan dia putus asa, enggan mengenal pernikahan di kamus hidupnya, semua wanita dimatanya sama saja, sama-sama mata duitan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
𝕸𝖆𝖘𝖎𝖙𝖆𝖍 𝕬𝖟𝖟𝖆𝖍𝖗𝖆
semangat kak Ekha.... lanjut 🥰🥰🥰
2021-03-06
0
ARSY ALFAZZA
sambungan jejak ❤️
2021-03-04
0
Ƭιαɴι🥀
Next Thor
2021-03-01
1