Aku mulai mengambil langkah mundur perlahan saat dia mulai berjalan mendekat. Hingga aku merasakan dinding membentur punggungku sehingga aku tidak bisa mundur lagi. Sekarang aku terjebak di sudut ruangan dan tidak bisa pergi ke mana pun. Matanya membelalak menatapku. Itu sangat mengerikan, seolah ia telah siap untuk menerkamku.
"Siapa yang memberitahumu!?" hardiknya dengan suara keras. Membuatku tergelagap. Namun aku mencoba menahan diri untuk tetap diam. Aku takut dia akan menjadi semakin marah jika aku mencoba berkata-kata. Namun ia terus menatapku dengan sorot mata tajam seolah akan menusukku.
"Tidak ada," ujarku pelan. Akhirnya aku mencoba untuk berkata-kata. Aku memejamkan mata sejenak sambil mencoba mengatur nafasku, kemudian membuka mataku lagi. Aku sangat takut. Bayang-bayang masa laluku kembali muncul memenuhi pikiranku. Hal-hal yang tidak pernah ingin kurasakan lagi, meskipun aku sudah terbiasa.
"Siapa?! Katakan! Katakan, siapa yang telah meberitahumu!?" ucapnya dengan marah. Dia ingin tahu. Dia sangat ingin tahu. Dan aku tahu bahwa aku harus memberitahunya jika aku tidak menginginkan hal buruk di masa laluku terjadi lagi.
"Kamu mengatakannya dalam mimpi burukmu tadi malam. Kamu berteriak memanggil namanya." Masih dengan menahan rasa takutku, aku akhirnya mencoba mengatakannya.
Dia kemudian mundur selangkah dan lagi. Untuk pertama kalinya aku melihatnya menatapku dengan tatapan mata lembut. Aku tahu tatapan itu tidak ditujukan kepadaku dan aku tahu bahwa dia sedang memikirkan gadis yang bernama Liza itu. Dia menggelengkan kepalanya berkali-kali.
"Siapa dia?" tanyaku dengan lembut, aku masih takut dia akan kembali marah atau menjadi panik seperti yang dialaminya dalam mimpinya tadi malam. Aku tahu bahwa dia tidak akan memberi tahuku tentang siapa dia, tetapi aku masih saja ingin bertanya.
"Itu bukan urusanmu!" katanya sambil mengepalkan tangannya. Aku segera menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku. Rasa takut mulai menjalar ke seluruh tubuhku dan aku menutup mata, menunggu dia memukulku. Aku tahu bahwa aku tidak mungkin dapat menghindarinya. Aku sudah siap untuk menerima pukulan itu dan merasakan rasa sakit yang akan kudapat. Aku menutup mataku lebih erat lagi dan mencoba menahan napasku.
Namun tiba-tiba bel pintu berbunyi. Aku tidak pernah sebahagia ini sebelumnya ketika mendengar bel pintu berbunyi. Sontak aku melihat ke arah Vian untuk menanyakan siapa itu, tetapi dia memalingkan wajahnya melihat ke arah pintu. Aku melangkah untuk membukanya, namun ia mendahuluiku dan langsung membuka pintu itu. Di balik pintu telah berdiri seseorang yang aku belum pernah melihatnya sebelumnya. Jadi, aku pikir dia adalah teman Vian. Dia adalah pria yang menakutkan, mengenakan pakaian hitam, dan berkepala botak dan memiliki sepasang mata dengan sorot mata tajam. Sosok yang sangat menakutkan.
Dia memberi Vian anggukan kecil setelah itu dia menatapku sesaat. Pria itu memberinya paket tanpa mengatakan apa-apa.
Aku penasaran apa yang baru saja dibeli oleh Vian dari pria menyeramkan itu. Vian mengeluarkan dompetnya dari saku celananya lalu meletakkan sejumlah uang di tangan pria itu. Kemudian pria itu menatapku sekilas sebelum akhirnya pergi. Aku merasa jijik sembari mengusap dadaku. Tatapannya sama dengan tatapan beberapa orang yang dulu melihatku seperti itu.
"Apa itu?" Aku bertanya kepada Vian. Dia tidak mengatakan apa-apa lalu membuka bungkusan itu. Isinya seperti tanaman, tapi kering. Lalu aku tersadar. Itu ganja! Apakah dia merokok ganja? Husam terkadang melakukan itu saat dia pulang bersama teman-temannya. Baunya menjijikkan dan mereka selalu bertingkah berbeda saat merokok itu. Aku memutar bola mataku seolah tak percaya.
"Kamu pasti bercanda," kataku sambil melihatnya dengan tak percaya.. Aku tidak ingin dia merokok dan melakukan hal-hal yang telah Husam lakukan padaku. Aku tidak menginginkan hal itu.
"Kenapa kamu terus bertanya-tanya padaku?! Kamu bukan siapa-siapa bagiku!" Dia meludah. Aku melihat ke bawah, menyadari itu bukan urusanku.
"Kamu benar. Aku bukan siapa-siapa." Aku berkata dan pergi ke pintu mengambil jaketku. Jika dia akan merokok itu, aku akan pergi. Aku tidak ingin tahu apa yang akan terjadi padanya. Aku akan melakukan apa pun untuk melindungi diriku dari semua kemungkinan buruk yang akan terjadi.
Aku melangkah keluar. Namun, suaranya menghentikan langkahku dan aku berbalik.
"Kemana kamu akan pergi?" tanyanya sambil menyiapkan rokoknya dengan gulma, dengan ganja yang baru saja dibelinya itu.
"Kenapa kamu menanyakan itu padaku? Itu bukan urusanmu," ucapku dengan nada yang sama saat dia mengatakannya padaku. Dia hanya mengangkat bahu dan menyalakan rokoknya atau apalah itu.
Aku segera meninggalkan rumah itu, lalu pergi ke taman yang tak jauh dari rumah. Aku duduk di bangku dan memandangi anak-anak yang sedang bermain. Anak-anak selalu menghiburku. Aku sadar, aku tidak akan memiliki anak hingga aku tua nanti. Aku melihat mereka bermain dengan riang, bercanda tawa dengan teman-temannya.
Beberapa saat kemudian aku melihat seseorang melintas. Orang itu adalah orang yang sama yang mengunjungi rumah Vian tadi ... Dia melihat ke arahku. Lalu, begitu dia menyadari bahwa aku juga melihatnya, dia dengan cepat menghilang di belakang sebuah gedung.
Aku jadi merasa takut setelah melihatnya. Jadi aku berdiri untuk pulang. Sebenarnya ini aneh. Aku pergi ke sini untuk menghindari Vian, tapi sekarang aku kembali menemui Vian karena takut melihat orang itu. Tapi, biar bagaimanapun, Vian tidak seseram pria itu. Entah kenapa, persaanku jadi tak enak. Aku ingin cepat-cepat pergi meninggalkan tempat ini. Aku bangkit dari dudukku dan melangkahkan kaki untuk kembali ke rumah.
Baru saja aku akan melangkah pergi, tba-tiba seseorang memegang tanganku dengan erat. Aku tercekat dan sontak berbalik arah. Aku melihat pria menyeramkan itu berdiri di depanku. Dia menatapku dengan jijik, seringai terpampang di wajahnya. Seluruh tubuhku dijalari rasa takut, dan semakin takut saat aku melihat seringainya. Jantungku mulai berdetak lebih cepat dan aku merasa seperti tidak aman. Aku merasa sesuatu yang buruk akan terjadi.
"Vian bisa mendapatkan gadis secantik ini? Huh?" katanya menyeringai sambil menatapku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Membuatku langsung merasa jijik hingga rasanya ingin memuntahkan makananku tadi pagi. Tiba-tiba bayangan masa lalu itu kembali muncul di ingatanku, tetapi aku mengabaikannya. Aku tidak ingin menanggapi apa yang dia katakan. Mengabaikan adalah yang terbaik, pikirku. Jadi, aku mencoba untuk pergi tetapi tangannya masih mencengkeram lenganku dengan erat. Membuat tanganku mulai gemetar pelan karena ketakutan dan aku melihat ke sekeliling mencari-cari kalau ada seseorang tetapi tidak ada satu pun orang yang terlihat. Kakiku terasa lemas, tetapi aku mencoba untuk tetap berdiri meskipun sulit.
"Kamu cantik ... bukan begitu? Dan juga gadis yang baik?" ucapnya, membuatku merasa ingin memuntahkan sedikit sarapan yang sempat kumakan pagi tadi. Aku semakin ketakutan dan terus melihat sekeliling mencari seseorang. Bahkan aku berharap Vian akan datang untuk menolongku. Tapi tidak ada orang sama sekali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
princess purple
jdi penasaran trauma apa aja yg didapet sama mreka br2
2021-11-12
0
Ajril Bm
kyk pov trus y, baca@ , agk aneh
2021-10-25
0
Siti Nur Alijah
banyak bayangan nya...😆
2021-02-25
4