Tepat ketika aku hampir jatuh, aku merasa seperti berjalan di lantai. Aku berhenti dan membuka mataku perlahan. Aku melihat sekeliling. Tidak ada apa-apa. Aku masih tergantung di jembatan, hampir saja jatuh. Aku menutup mataku lagi dan lagi, sebelum aku benar-benar terjatuh. Tapi lagi-lagi tidak, aku merasakan hal yang sama, berjalan di lantai. Aku tidak bisa membuka mataku, aku tidak bisa. Aku merasa takut jika hal mengerikan itu telah terjadi, jika ternyata aku telah jatuh.
Aku memberanikan diri untuk membuka mata. Ternyata aku masih berdiri di sana. Sama seperti sebelumnya, aku mendengar suara. Suara yang jauh tapi aku masih bisa mendengarnya samar-samar.
"Apakah kamu benar-benar serendah itu? Allah memberimu kehidupan ini dan Dia satu-satunya yang bisa mengambilnya. Jangan lakukan itu! Hidupmu akan menjadi lebih baik, percayalah! Allah merindukanmu."
Suara itu seperti suaraku sendiri, tapi terdengar lebih manis dan ceria. Suara itu bergema di benakku. Aku membuka mata dan melihat sekeliling. Tidak ada apa-apa. Tidak ada seorang pun yang mengatakan itu.
Aku naik ke sisi lain jembatan dan mundur selangkah, meletakkan telapak tanganku di dahi. Kepalaku mulai terasa sakit, entah kenapa. Sakit, sakit sekali. Aku terduduk di tepi jembatan itu, sambil menahan sakit di kepalaku yang berdenyut. Aku tidak tahan lagi merasakannya, aku menjambak rambutku, mencoba untuk menghilangkan rasa sakit di kepalaku. Aku belum pernah merasakan sakit seperti ini. Aku masih terduduk, berharap rasa sakit ini segera menghilang. Tapi, rasanya itu tidak mungkin.
Setelah beberapa saat, rasa sakit ini menghilang perlahan. Dan beberapa saat kemudian, rasa sakit itu tidak ada lagi. Seolah-olah, sakit itu datang dan pergi begitu saja. Aku memberanikan diri membuka mata dan melihat sekeliling lagi. Tidak ada siapa-siapa. Lalu, dari mana suara itu berasal? Dan apa maksudnya?
"Apa ada orang di sini?" Aku berteriak. Tidak ada, tetap tidak ada siapa pun. Aku melihat sepatuku yang tergeletak di tepi jembatan. Aku memikirkan kembali tentang apa yang baru saja akan kulakukan dan aku segera tersadar. Aku melihat ke bawah dari tepi jembatan, air itu tak lagi bergemuruh, tak ada lagi gemuruh yang seolah-olah memanggilku. Hanya ada air yang mengalir dengan tenang dan menciptakan rasa damai bagi yang melihatnya.
Aku kembali memikirkan kata-kata yang membuatku berhenti melakukan hal konyol itu, tiba-tiba aku merasakan sakit di dadaku. Bagaimana bisa hanya dengan melompat, semua masalahku akan selesai? Bagaimana aku bisa melakukan itu? Apa yang terjadi padaku? Aku berdiri dan berjalan pulang, seingatku dari sana lah tadi aku berjalan ke sini, semoga aku tidak salah jalan.
Aku ingin cepat-cepat menjauh dari tempat itu. Aku ingin cepat-cepat pergi dari sana dan melupakan hal-hal tidak masuk akal yang baru saja terjadi. Aku mencoba mencari 'rumah' baruku, tetapi aku tidak dapat menemukan jalannya. Mungkin tempat itu tidak pantas disebut 'rumah' untukku, tempat itu lebih pantas disebut neraka, karena disitulah aku merasa seperti berada di dalam neraka.
Setelah sekitar dua puluh menit akhirnya aku dapat menemukan rumah itu. Aku melihat lampu rumah itu menyala. Aku mengamati rumah itu sejenak sebelum menarik napas dalam-dalam dan melangkah masuk ke dalam.
Aku melihat Vian duduk di sofa sambil merokok. Dia tidak melihatku. Bahkan, mungkin dia tidak menyadari bahwa aku sudah lama pergi dari tadi.
“Di mana kamu?” Dia bertanya tanpa melihat ke arahku.
Aku memikirkan dari mana aku barusan. Tapi aku segera menggelengkan kepala. Aku tidak ingin memikirkannya lagi. Dan aku tidak perlu memberitahunya. Sayangnya aku tidak bisa menahan diri untuk tidak memberitahunya. Aku ingin melihat bagaimana reaksinya jika aku bunuh diri.
"Aku ingin bunuh diri. Tapi ternyata kamu tidak beruntung, aku gagal melakukannya," ucapku dengan nada yang sama dinginnya dengan kata-katanya. Aku sangat penasaran. Aku sangat ingin tahu, apa yang akan dia katakan.
"Jadi, aku tidak beruntung kalau kamu gagal bunuh diri, begitu?" ucapnya dingin. Kemudian dia berjalan ke kamar tidur dan menutup pintu dengan suara keras. Lalu, aku mendengar dia mengunci pintu.
Aku menarik nafas dalam-dalam, lalu melangkahkan kakiku menuju sofa. Aku berbaring di sana karena tidak ada tempat lain untuk tidur. Pakaianku terasa sangat tidak nyaman, tetapi aku tidak bisa melakukan apa-apa sekarang, walaupun sekedar untuk mengganti pakaian.
Aku memandang langit-langit. Aku merasa sangat lelah, setalah melalui hari ini. Kepalaku lagi-lagi terasa sakit, membuatku tak bisa walau hanya sekedar menutup mata, apalagi terlelap. Hal seperti ini sering sekali terjadi. Entah kapan terakhir kalinya aku tidur nyenyak, aku tak tahu. Atau mungkin, aku belum pernah merasakannya sama sekali seumur hidup. Bayang-bayang masa laluku selalu menghantuiku dan membuatku tak bisa tidur.
Mataku tertuju pada meja dan aku melihat laptop. Sebuah ide muncul di benakku. Aku mengambil laptop itu. Aku meletakkannya di pangkuanku, kemudian aku berselancar mencari sesuatu yang ingin kutahu.
Aku mengetik beberapa kata untuk mencari tahu tentang apa yang telah terjadi padaku tetapi semua yang muncul tidak berguna. Aku ingin tahu apa yang terjadi padaku, kenapa aku bisa mendengar suara-suara aneh.
Aku mencari tentang hukum bunuh diri menurut Islam. Aku menyurusi beberapa informasi yang terpampang di layar laptop. Banyak sekali orang-orang yang memposting cerita mereka, penjelasan mengapa seseorang bunuh diri. Itu cukup untuk membuatku menyadari apa yang baru saja akan kulakukan. Aku menggulir layar ke bawah untuk mencari lebih banyak informasi. Saat membaca penjelasan tentang depresi dan hal-hal yang mereka rasakan membuatku merasa sangat sedih.
Bagaimana bisa aku melakukan hal seperti itu? Jika aku bunuh diri apakah Allah dengan mudahnya akan mengampuniku, menghapus dosa dosaku? Tidak! Tidak semudah itu!
Bukankan Allah tidak akan memberikan ujian pada hambanya diluar kemampuan hambanya? Aku benar-benar merasa sangat tidak berharga.
Aku kembali menelusuri tulisan demi tulisan, aku ingin tahu segalanya. Aku mengklik sebuah blog dari seseorang yang menulis tentang bunuh diri. Aku mulai membaca.
Ketika Allah memberi kita sesuatu yang buruk, itu berarti kita tidak meminta kepada Allah, kita tidak berdoa kepada Allah. Karena itu Allah merindukan kita, Dia menguji kita untuk menaikkan derajat kita. Setiap ujian adalah proses untuk menuju tingkat yang lebih tinggi. Sama seperti ujian sekolah, kalau kita tidak lulus, kita tidak akan naik kelas. Begitulah yang namanya ujian.
Tidak terasa air mata mengalir di wajahku. Bagaimana aku bisa begitu buta dan egois? Aku akan membuang nyawa yang telah diberikan Allah kepadaku. Sesaat, aku merasa lebih baik setelah membaca tulisan itu. Walaupun akhirnya aku kembali mengingat kata-kata orang tuaku bahwa aku tidak berguna.
Aku tenggelam dalam kenangan buruk itu lagi hingga aku tidak mendengar Vian keluar dari kamarnya. Aku melihat sekeliling dan melihat jam. Hari sudah pagi, dan aku belum tidur sama sekali.
"Aku pergi," ucap Vian tanpa melihatku. Dia berjalan ke dapur dan mengambil makanan.
"Apakah kamu ingin aku membuatkan sesuatu untukmu?" tanyaku Aku merasa ingin membuatkan dia makanan agar kita bisa sarapan bersama. Walau hanya makanan kecil.
"Aku tidak menginginkan apa pun dari tangan kotormu! Apa yang terjadi pada wajahmu itu? Lihatlah dirimu sendiri," celetuknya sambil menatapku dengan jijik dan melangkahkan kakinya keluar pintu.
Aku merasakan air mata menetes dari mataku, tetapi air mata itu segera kuhapus bahkan sebelum jatuh. Aku sudah terbiasa dengan kata-kata seperti itu jadi aku tidak kaget ketika dia mengatakan hal itu. Dan selain itu, kenapa aku harus menangis untuk sebuah pernyataan yang memang merupakan suatu kebenaran? Aku memang menjijikan, bukan begitu?
Aku menghela nafas sembari beranjak ke kamar mandi. Melihat wajahku di cermin, aku bahkan merasa takut untuk melihat wajahku sendiri. Aku melihat riasan pengantin yang masih ada di wajahku, tapi sudah tak beraturan, make up belepotan ke mana-mana. Rambutku juga sangat berantakan dan menjuntai ke mana-mana.
Aku berjalan kembali ke kamar suamiku dan mengambil pakaianku dari lemari. Aneh, mereka menaruh pakaianku di sini, padahal aku tidur di ruangan lain. Aku segera melepas gaun pengantin yang kukenakan lalu mandi. Entah berapa lama aku menghabiskan waktu di kamar mandi.
***
Hari sudah larut malam. Aku duduk dan memakan sedikit makanan. Aku tahu ini sudah terlalu malam untuk makan, tapi aku sudah terbiasa makan larut malam. Aku biasanya hanya mendapat sedikit makanan untuk sarapan dan bahkan terkadang tidak makan malam. Jadi, aku harus menyelinap keluar di tengah malam untuk mencari makanan sisa yang masih bisa dimakan.
Saat aku hendak pergi tidur aku mendengar suara pintu depan dibuka. Kemudian terdengar suara ketukan langkah kali seseorang yang masuk, aku tahu itu pasti Vian.
Setelah itu, sebuah suara mengejutkanku. Aku mendengar sesuatu pecah. Aku bergegas berjalan ke sana untuk melihatnya. Ternyata Vian hampir terjatuh dan bau alkohol menyeruak dari tubuhnya menyengat hidungku. Itu sangat menjijikkan dan membuatku kembali mengingat masa laluku.
Dia sedang mabuk dan akan memukulku, aku tahu itu. Itu yang selalu dilakukan kakakku. Itu juga yang selalu dilakukan ayahku. Tubuhku gemetar dan mulai berkeringat, tetapi aku mengabaikannya. Dia menatapku beberapa saat, lalu melangkahkan kakinya ke arahku. Aku sontak menutup wajahku dengan kedua tanganku, berusaha untuk melindungi diri.
Dia menatapku dengan mata lebar lalu menyeringai.
“Aku bisa memukulmu sampai kamu mati,” ucapnya membuatku gemetar. Aku tidak bergerak, aku takut jika dia benar-benar akan melakukan hal itu. Jika aku bergerak atau mengatakan sesuatu, dia akan memulainya.
"Katakan sesuatu!" ucapnya kasar, karena melihatku hanya diam saja. Air mata mulai mengalir dari mataku. Perlahan aku menghembuskan nafas yang sedari tadi kutahan.
"Apa yang kamu ingin aku katakan?" Aku berkata perlahan. Dia hanya menatapku dan mencoba melangkah menuju ke kamar tidur tetapi dia terjatuh. Aku menghela nafas sembari membantunya berdiri lalu memapahnya ke tempat tidurnya.
Aku takut dia akan melakukan sesuatu kepadaku tetapi ternyata dia tidak melakukan apa-apa. Aku melepas sepatunya dan menyelimuti tubuhnya. Setelah itu aku pergi ke ruang tengah yang telah menjadi kamar tidurku, aku berbaring di sofa dan memejamkan mata mencoba untuk terlelap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Mammi Rachmah
ksh vian bucin thor
2021-11-15
0
princess purple
uwaaa isi pikirannya udah negatif semuaa, dari kecil ortunya udah nanemin pikiran buruk kalo dia gak bharga dan gak dibutuhkannn.. 😭😭
2021-11-11
0
Dewi Rahayu
selalu semangat ya thor untuk up
2021-02-27
1