Malam begitu indah, langit hitam di hiasi kelipnya bintang. Eva merasa tidak bisa tidur, dia pun memutuskan untuk pergi ke balkon atap rumah. Sambil membawa susu hangat yang dia seduh di dalam termos kecil nya.
Angin malam memang sejuk, Eva bisa melihat gerak bayangan dari dedaunan. Sesaat Eva memandangi bintang-bintang di angkasa sana.
Rasa rindu kini menghampirinya, rindu terhadap kedua orangtuanya. Rindu kebersamaan dan kehangatan keluarga kecilnya dulu.
Tanpa terasa, bulir bening jatuh mengalir melalui pipinya. Dia pun menyembunyikan wajahnya di balik kedua kakinya yang dia tekuk lalu dia peluk.
Angin berhembus kencang, rasa dingin menyentuh kulitnya sampai ke tulang. Tubuhnya sedikit menggigil, dia merindukan pelukan.
"Udah malem, masuk kamar sana," ujar seseorang di belakangnya.
Namun Eva tidak menghiraukan suara itu, dia tidak bergeming dari posisinya. Dia berusaha menghapus air matanya, dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan Arya.
Tanpa permisi Arya duduk di sampingnya. Dia pun ikut memandangi langit. Eva melirik sekilas, namun kembali mengalihkan wajahnya saat Arya menoleh padanya.
Pemuda itu menyunggingkan sudut kanan bibirnya, dia tahu Eva tengah memperhatikannya.
"Disini dingin, kamu gak kedinginan," tanya Arya mencairkan suasana, yang sedari tadi terasa begitu hening.
"Kamu sendiri kenapa kesini? Udah tau dingin," jawab Eva ketus.
"Aku udah biasa kesini kalau malem."
"Ya udah kalau gitu aku pergi dulu," ujar Eva. Namun saat dirinya hendak pergi, Arya dengan sigap meraih pergelangan tangannya.
"Boleh temenin aku sebentar lagi tidak," pintanya.
Eva pun kembali duduk di samping Arya.
"Yang tadi nganterin kamu siapa? Pacar," tanya Arya tanpa basa-basi.
"Manager toko."
"Dia lumayan juga, kamu suka gak sama dia?"
Eva merasa heran dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Arya. Dari raut wajahnya pun dia tampak serius.
Tidak terlihat sosok Arya yang usil dan nyebelin.
"Emangnya menurut kamu aku tipe cewek yang gimana sih? Yang suka sama seseorang hanya karena dia tampan? atau kaya," tanya Eva pada Arya. Gadis itu mengarahkan pandangannya pada sosok Arya yang ada di sampingnya.
"Mana aku tau, yang tau sifat kamu ya diri kamu sendiri."
"Terus menurut kamu, aku suka gak sama dia(Evan)?" Mendapati pertanyaan itu, Arya tercengang di buatnya. Kenapa sekarang rasanya dia yang sedang di interogasi, batinnya.
"Tanyakan saja sama hati kamu," ujarnya. Namun kenapa dadanya terasa sesak, dia takut kalau gadis itu mengakui perasaan terhadap laki-laki (Evan) yang mengantarkannya pulang.
"Aku udah coba bicara sama dia, kalau aku tidak ada perasaan apapun terhadapnya. Tapi sepertinya dia bersikukuh, dia terus saja ngedeketin aku."
Arya menoleh pada Eva, kini keduanya saling berhadapan, pandangannya saling bertemu, suasana semakin syahdu dikala angin sepoi-sepoi menerpa tubuhnya.
Arya mulai terhanyut dalam suasana, dia mulai mendekatkan wajahnya pada wajah Eva. Belum sampai selesai, Eva sudah mendorong kepalanya.
"Jangan coba-coba berani sentuh aku," Eva mengepalkan tangannya di hadapan wajah Arya.
Pemuda itu malah tertawa, di luar nalar, rupanya Eva masih sadar. Tidak seperti kebanyakan gadis-gadis yang lainnya.
"Aku cuma ngetes kamu aja, jangan ke ge-eran. Aku salut, kamu masih bisa jaga diri. Ingat! jangan pernah berikan sesuatu yang berharga dari tubuhmu untuk laki-laki yang belum tentu jadi milik kamu."
Mendengar perkataan bijak yang keluar dari mulut Arya, Eva berdecih. Tidak di sangka, rupanya laki-laki di hadapannya ini bisa sepuitis itu.
"Besok mau ku antar lagi tidak," tanyanya.
"Tumben, sekarang kamu kok jadi baik gini sih Ar. Aku jadi takut deh," ledek Eva.
"Takut kenapa? Aku gak bakal ngapa-ngapain kamu kok."
Sejujurnya ini sudah malam, dan hawa dingin mulai membalut ke sekujur tubuhnya. Tapi gadis itu belum mau mengakhiri percakapan nya, dan dia rasa Arya tidak seburuk yang dia kira. Mungkin hanya covernya saja yang terkesan nakal, namun sebenarnya dia laki-laki baik.
Kantuk pun mulai menyerang, Eva mulai kehilangan kesadaran namun sesekali dia tersadar. Sampai akhirnya, kantuk itu tidak bisa dia tahan. Kepalanya bersandar pada bahu Arya yang cukup kekar.
Arya terkejut, karena tanpa sepengetahuan dirinya Eva menyandarkan kepalanya. Arya menatap wajah itu lekat, wajah teduh yang mampu membuatnya berdebar.
Entah sejak kapan dia merasakannya lagi. Eva memang istimewa, di balik sifatnya yang galak itu.
Arya masih mencoba menahan matanya yang mulai sayu. Dia tidak berani membangunkan gadis yang ada di dekapannya. Terlalu indah jika harus di akhiri, dia masih ingin mengusap lembut rambut gadis itu yang bergelombang.
Satu jam sudah berlalu saat Eva tertidur, gadis itu terbangun karena batuk yang menyerangnya. Mungkin karena dia kedinginan.
"Arya? Maaf aku ketiduran," ujar Eva sambil merapikan kembali rambutnya.
"Gak papa, ayo kita balik ke kamar. Kayanya kamu kedinginan banget."
___
Eva kembali melanjutkan tidur ketika sudah sampai di kamarnya. Nyaman dan juga hangat sekali, pikirnya. Tapi tiba-tiba dia tidak bisa tertidur lagi, pikirannya kembali pada kejadian tadi.
"Apa aku mimpi? Tadi aku tidur bersandar di pundak si Arya. Ya, ini pasti mimpi."
Sementara itu, Arya membaringkan kasar tubuhnya ke atas kasur. Dia mengusap wajahnya yang terasa panas.
"Kenapa jantungku berdebar. Ah... sial! Bisa-bisanya dia bikin aku tersiksa gini," erangnya.
Arya tidak bisa tidur dengan nyenyak, dia masih kepikiran wajah Eva yang ayu itu. Gadis yang selalu dia jahili, ternyata bisa membuatnya jatuh hati. Tapi dia ragu untuk mengungkapkan perasaan yang dia miliki.
Hujan turun mengguyur bumi, suara gemuruh yang menghasilkan melodi mampu membuatnya tertidur sampai esok pagi.
Mentari sudah menyapa di pagi hari. Embun yang masih tertinggal di dedaunan mampu membuat kilauan. Eva yang masih terkantuk-kantuk, terpaksa bergegas ke kamar mandi.
"Eva," panggil Ayu. Eva menoleh sekilas, dan memberikan senyuman, walau terpaksa.
"Kamu udah selesai mandi Ay," tanya Eva.
"Udah dong. Kamu gak kerja Va? Tumben jam segini baru bangun."
"Emang ini jam berapa?"
"Ini udah jam enam lebih lima belas menit loh Va, liat matahari aja udah hampir meninggi."
Eva mencoba menelaah ucapan Ayu, terdengar jelas namun dia masih belum sepenuhnya sadar. Beberapa saat kemudian, dia pun terburu masuk ke kamar mandi. Hanya lima menit gadis itu di dalam sana.
"Bisa-bisanya aku kesiangan," umpatnya pada diri sendiri. Tanpa sarapan dia bergegas berlari terbirit-birit, sampai-sampai tali sepatunya lupa dia ikat.
Di depan gerbang, Eva di suguhi pemandangan yang ajaib.
"Cepetan naik, tumben bangunnya bisa siang," ujarnya ketus.
Arya tengah menunggunya? Eva tidak habis pikir.
"Iya maaf," ucapnya.
"Kamu gak lagi sakit kan Ar? Atau kamu lagi gak sadarkan diri?"
"Maksud kamu apa?"
"Ya... gak biasanya kamu nungguin aku, biasanya mau aku telat atau tidak kamu gak peduli."
"Laki-laki itu yang di pegang ucapannya!"
"Emang kamu berkata apa," tanya Eva keheranan.
"Semalam kan aku bilang, aku bakal nganterin kamu."
"OMG... jadi tadi malam itu bukan mimpi?" batin Eva. Jika saja Arya tahu, kini wajah Eva sudah memerah mungkin pemuda itu akan menertawainya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
anggrymom
hihi..
suka...🤩🤩🤩
2021-03-19
1
Eva Yᴜɴɪᴛa/ Gadis inisial E
wkwkwk lanjut
2021-02-15
1
Inaliemitis
wkwkk.. beda banget sama karakterku yang polos.
2021-02-10
1