"Giro, sayang. Teruslah hidup, tidak peduli seberapa perih luka yang kau rasa, jangan pernah menyerah. Berjuanglah untuk kebahagiaanmu. Adik-adikmu telah bahagia bersama Ibu disini. Jangan memperdulikan kami lagi, hiduplah untuk dirimu sendiri! Bahagialah!"
"Kak Giro jelek kalo lagi nangis!"
"Dadah kakak!"
Giro mencoba berlari mendekati mereka. Tetapi, semakin cepat dia berlari, semakin mereka tidak terjangkau.
"Selamat tinggal, anakku tersayang"
Mereka tersenyum dan melambaikan tangan. Perlahan bayangan mereka pudar, menghilang. Menyisakan kegelapan yang menenggelamkan.
"Tunggu... Ibu... Nova... Giru..." ujar Giro terisak.
"Jangan tinggalkan Giro sendirian..." lanjutnya pelan.
"TIDAAAKKK!!" teriak Giro terbangun dari mimpinya.
Dia terdiam. Entah sejak kapan pipinya basah oleh air mata. Dia tersadar jika sekarang dia seorang diri. Tidak ada lagi yang menemani hari-harinya. Tidak ada lagi suara lembut Nova yang selalu membantunya. Tidak ada lagi tingkah nakal dari adiknya Giru. Tidak ada lagi pelukan hangat dari ibunya. Tidak ada lagi.
"Bertahan hidup dan bahagia, huh?" gerutunya pelan.
Dia bangkit dari tempat tidur. Dia melihat ke sekelilingnya, tidak ada apapun yang bisa dia lakukan. Sudah satu minggu sejak dia datang kesini. Makanan bukanlah masalah, setiap hari seseorang selalu datang membawakannya makanan. Mungkin, dia harus berterima kasih kepada orang tersebut. Walaupun Giro tidak pernah menganggapnya, tetapi orang tersebut selalu tersenyum dan memperlakukan Giro dengan baik.
Sreeettt.... Suara pintunya terbuka.
"Oh... Kau sudah bangun... Ku harap kau lapar, aku membawakanmu sup jagung, makanlah selagi masih hangat" ujar seorang wanita paruh baya sambil menyimpan makanannya di meja.
"Terima kasih..." ucap Giro pelan.
"Apa? Kau mengatakan sesuatu?" tanya wanita tersebut.
"Terima kasih" jawab Giro menaikkan suaranya.
"Hohoho... Ini sudah tugasku. Tidak usah berterima kasih kepadaku" ucap wanita tersebut lembut.
"Kalau tidak keberatan, bolehkah aku bertanya siapakah anda? Dan... dimana aku sekarang?" tanya Giro kepadanya, mencoba mencari informasi yang bisa ia dapatkan tentang keadaan saat ini.
"Namaku Naomi. Panggil saja aku Bibi Naomi. Dan sekarang kau sedang berada di rumahku" Jawab wanita yang bernama Naomi tersebut.
"Dan... Kenapa aku tinggal disini?" tanya Giro lagi.
"Kapten Lazor yang membawamu kesini, dia bilang kau tawanannya dan menyuruhku untuk mengurusmu disini" jawab Bibi Naomi dengan lembut.
"Siapa sebenarnya Kapten itu?" tanya Giro semakin penasaran.
"Habiskan dulu makanmu. Setelah itu temui aku diluar, sudah terlalu lama sejak terakhir kali kau menghirup udara segar" ucap Bibi Naomi menolak menjawab pertanyaan Giro.
"Baiklah. Aku akan segera kesana" ucap Giro sambil duduk di kursi dan segera menyantap makannya. Ia ingin segera mengeluarkan apa yang selama ini tertinggal di benaknya.
"Enak... terima kasih, Bibi" ujarnya pelan.
"Tentu saja, sup itu buatanku sendiri" ujar Bibi Naomi tersenyum dan dia pun keluar dari ruangan Giro.
Setelah makan, Giro segera keluar dari kamarnya. Dia menyusuri lorong kecil yang memisahkan kamarnya dan ruangan lainnya. Perlahan dia mendengar alunan suara musik samar-samar. Dia mendekati arah suara tersebut.
Lantunan suara musik tersebut semakin terdengar jelas saat ia melihat seorang perempuan dengan anggunnya memainkan alat musik yang tidak diketahui Giro. Suara yang dihasilkan alat musik tersebut begitu indah, membuat Giro terpana, mematung di tempatnya.
Tiba-tiba perempuan tersebut berhenti setelah merasakan kehadiran Giro. Dia melihat kearah Giro, dan segera beranjak dari tempat duduknya, pergi meninggalkan Giro begitu saja.
"Tu... tunggu..." ujar Giro kepada perempuan tersebut.
Tapi perempuan itu mengacuhkannya dan pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun, meninggalkan Giro sendirian yang mematung disana.
"Sepertinya kau sudah bertemu dengan anakku, Yura"
Suara Naomi mengagetkan Giro. Dia sama sekali tidak menyadari Naomi yang sedang menyapu halaman rumahnya.
"Kemari. Pasti banyak sekali pertanyaan yang saat ini mengganggu fikiranmu" ujar Bibi. Dia menyimpan sapu yang ia gunakan dan duduk di teras halamannya.
Giro mendekati Naomi dan duduk di sebelahnya.
"Baiklah, kita mulai dari mana ya..." ucap Bibi lembut.
"Kota ini disebut Kota Rugha. Beberapa tahun lalu, kelompok Kapten Lazor datang kesini dan menggulingkan Tuan Hueska, pemilik dari Kota ini sebelumnya. Sejak saat itu, tempat ini berubah menjadi milik Kapten Lazor..." Naomi memulai ceritanya.
"Saat itu kami, penduduk kota ini begitu ketakutan. Mengira jika hidup kami akan segera berakhir. Karena kau sendiri mungkin sudah tahu, kelompok mereka adalah kelompok Savager yang kejam, menghancurkan sebuah kota sudah menjadi kebiasaan mereka..."
"Tapi ternyata Kapten Lazor memiliki kepentingan yang berbeda. Alih-alih menghancurkan kota ini, dia membuat kota ini menjadi rumahnya, dan tentu saja rumah bagi kelompoknya..."
"Awalnya kita semua sangat takut, walaupun kita masih hidup saat itu, tapi tidak akan ada yang tau nasib apa yang akan mereka hadapi setelah mereka berbagi tempat tinggal dengan kelompok pembunuh seperti mereka..."
"Tapi ternyata perkiraan semua orang salah. Kapten Lazor merupakan orang yang sangat adil. Dia terkenal sangat keras tetapi tidak menggunakan kekuasaannya untuk menindas orang lain. Malah, sejak kedatangan mereka kesini, kota ini menjadi tempat yang sangat aman karena tidak ada satupun kelompok lain yang berani menyerang..."
"Tapi tetap saja, mereka tetaplah kelompok Savager. Beberapa bulan sekali mereka pergi keluar kota untuk menyerang kelompok atau desa lain. Saat mereka pulang, mereka membagikan sebagian harta rampasannya untuk penduduk kota. Hingga akhirnya kami semua menghormatinya..."
"Dan minggu lalu, setelah mereka pulang dari penyerangan, Kapten Lazor mendatangiku dengan membawamu. Dia menyuruhku untuk mengurusmu..."
"Dan disinilah kita sekarang... apa kau masih ada pertanyaan?" tanya Bibi mengakhiri ceritanya.
"Mengapa dia membawaku kemari? Bukannya membunuhku saja disana, bersama keluargaku dan penduduk desa lainnya..." ujar Giro lirih.
"Aku tidak tahu apa yang di fikirkan oleh Kapten saat membawamu kesini. Selama ini dia tidak pernah membawa korban yang selamat. Mungkin, kau harus bertanya langsung kepadanya suatu saat nanti" jawab Bibi tidak yakin dengan jawabannya.
"Ngomong-ngomong, umurmu berapa sekarang?" tanya Bibi.
"Aku 13 tahun" jawab Giro.
"13 tahun... pasti berat bagimu melihat seluruh keluargamu dibunuh oleh mereka..."
Giro menggertakan giginya, begitu keras hingga terdengar oleh Naomi. Bibi mendekatkan dirinya dan memeluk Giro dengan erat. Perlahan air mata Giro kembali membasahi pipinya, dia seolah merasakan pelukan ibunya.
"Tak apa. Kau sudah aman sekarang. Bibi tidak tahu apa tujuan Kapten. Tetapi, selama kau disini, kau akan bisa hidup dengan layak..." ujar Bibi melihat isak tangis Giro di pelukannya.
Seketika Giro mengingat semua yang telah terjadi di hidupnya hingga saat ini. Keluarganya, desanya, hutan di belakang rumahnya. Dia merasakan panas yang menyerang dadanya, panas yang selalu membuatnya sesak. Jika memang inilah yang harus ia jalani, maka ia hanya harus menjalaninya!
Dia kembali mengingat mimpinya semalam.
"Teruslah hidup, tidak peduli seberapa perih luka yang kau rasa, jangan pernah menyerah. Berjuanglah untuk kebahagiaanmu"
Ucapan dari ibunya itu mengalir begitu halus kedalam dadanya, menghapus rasa panas yang selama ini mengganggunya.
Dia harus tetap hidup. Menjadi lebih kuat, dan membalaskan dendam keluarganya kelak. Tidak peduli rintangan apa yang akan dia hadapi, dia tidak akan pernah menyerah.
"Tunggu aku, Lazor" gumamnya pelan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
anggita
Giro.,👌
2021-04-04
0
Ende Setiani
hallo Giro. Ansell datang lagi membawa like like like like. yuk tengokin Ansell
2021-03-07
0
Little Peony
Like like like
2021-02-24
0