Kiai Hasan mendaftarkan putriku mengikuti Hafiz Qur'an?
Itu adalah keputusan luar biasa. Sejak Fazila masih berada dalam kandungan, tak seharipun aku lalai memperdengarkan Murottal Al-Quran, aku berbeda dengan ibu-ibu lainnya. Aku tidak memiliki Suami yang bisa ku ajak bicara atau sekedar mengelus perut ku yang mulai membuncit.
Peristiwa mengerikan itu masih membekas, aku mulai putus asa dan hilang harapan. Nenek Alma yang menjadi sandaran hidupku kembali kehadirat Yang Kuasa, Mahkota berharga yang selalu di jaga setiap wanita termasuk diriku hilang di renggut Manusia tak Berperi Kemanusiaan. Kemana aku akan mencari keadilan?
Hari itu, di Pusara nenek Alma aku menangis sejadi-jadinya. Dan di rumah, aku mulai mengurung diri, aku lemah, tak ada lagi harapan yang bisa ku percaya bahwa aku akan baik-baik saja.
Kepalaku terasa berkunang-kunang. Aku pikir aku akan menemui nenek Alma, nyatanya itu tidak terjadi. Aku menangis lagi seperti orang gila hilang kesadaran.
Aku bisa menerima nenek Alma pergi dan tidak akan kembali lagi.
Aku tidak bisa menerima diriku yang kotor, aku berjalan kearah dapur. Netraku menerawang kesetiap bagian dapur yang biasa ku gunakan untuk memasak. Netraku terhenti kala melihat pisau dapur berada di tumpukan piring kotor yang belum sempat ku bersihkan.
"Jika aku melakukan itu, semuanya akan berakhir. Penderitaan yang seharusnya tidak ku alami ini akan menghilang seiring tubuh lemahku terpendam dalam tanan." Lirihku sambil mengarahkan pisau dapur tepat di urat nadiku.
Bismillah hirrahmanirrahim...
Bukannya merasa tenang setelah mengarahkan pisau dapur di nadiku, tubuhku malah bergetar hebat, aku tumbang, aku menangis di lantai sambil sesegukan.
Ya Ayyuhallazina amanu la ta 'kulu amwalakum bainakum bill batili illa an takuna tijaratan 'an taradim mingkum, wa la taqtulu anfusakum. Innallaha kana bikum rahima.
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil(Tidak Benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Allah Maha penyayang kepadamu" (Qs.An-Nisa' 29).
Bunuh diri?
Aku hampir melakukan itu!
Setelah akal sehatku kembali normal, aku mulai kembali kepada Allah. Memohon ampun karna hampir mengakhiri hidup ku.
Sebulan berlalu begitu saja.
Menghabiskan setiap hari dengan tetap berada di rumah. Setiap pagi ku berlalu dengan rasa mual yang menyesakkan dada. Malam hari pun tidak bisa ku nikmati dengan kenyamanan. Pusing dan mual seolah menjadi sahabat baikku.
Nak, jika kau hamil anak pertamamu. Jagalah kesehatanmu, awal-awal kehamilan sangat rentan dan mudah sekali keguguran. Selama nenek menikah dengan kakekmu, nenek mengalami tiga kali keguguran, dan itu sangat menyedihkan. Tutur nenek Alma ketika beliau masih hidup.
"Bagaimana menurutmu nak, apa kamu setuju dengan keputusan bapak mendaptarkan Fazila mengikuti Audisi Hafiz Qur'an?" Ucapan Kiai Hasan berhasil membuyarkan kenangan pahit masa laluku.
Aku tersenyum sambil menganggukkan kepala. Tidak ada hal yang lebih membahagiakan dari ini, aku berharap Fazila menjadi anak yang bermanfaat bagi umat. Dan ini langkah pertamanya.
"Saya setuju Kiai. Tidak ada hal yang lebih membahagiakan dari ini." Ucapku penuh syukur.
"Audisinya sudah di mulai. Dan vidio Fazila menghafal Al-Qur'an sudah bapak kirimkan ke-Email pihak penyelenggara. Bapak menggunakan nomer ponsel pribadi mu, jika kita beruntung, mereka pasti akan menghubungi nomor ponsel mu. Semoga Fazila kita beruntung." Kiai Hasan tersenyum sambil menggenggam tangan Nyai Latifa. Mereka berdua terlihat bahagia walaupun Fazila bukan cucu kandung mereka.
Terkadang Allah mempertemukan kita dengan orang yang salah agar kita bisa berhati-hati dari keburukan tabiatnya. Dan saat ini aku bertemu dengan orang baik yang setiap hari aku bisa mendapatkan kebaikan dari perangainya.
...***...
"Pa, ini sudah delapan tahun. Mama khawatir pada Alan, kenapa anak itu tidak pernah menyebutkan tentang pernikahannya." Ucap bu Nani pada suaminya, pak Otis.
"Ada apa dengan anak kalian? Sepuluh tahun berlalu sejak mereka bertunangan. Sampai sekarang kenapa mereka tidak juga menikah, jika mereka memutuskan untuk berpisah, segera carikan calon baru untuk Alan!" Ucap Oppa Ade kesal.
Di usia oppa Ade, seharusnya ia sudah memiliki Cicit manis dan lucu, sayangnya Alan terlalu lambat untuk itu.
"Panggil Seren sekarang juga!" Ucap oppa Ade lagi, kali ini ia benar-benar serius dengan keputusannya untuk segera menikahkan satu-satunya cucu lelakinya, Alan Wijaya.
"Ayah, sebaiknya kita bertanya pada Alan terlebih dahulu sebelum kita memanggil Seren! Aku takut Alan akan salah paham dengan keputusan yang akan kita ambil. Dia bukan anak kecil, biarkan dia memilih jalannya." Bu Nani berusaha meyakinkan oppa Ade agar tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan.
"Aku tidak perduli dengan keputusan anakmu, aku hanya ingin melihat anaknya Alan sebelum Malaikat maut datang menjemputku." Oppa Ade meninggalkan meja makan dan tidak perduli dengan pendapat putrinya, bu Nani.
"Ibu. Tolong bujuk ayah, aku tidak suka jika keluarga kita bertengkar karna hal sepele." Bu Nani mencoba menyakinkan omma Ochi, tapi sayangnya wanita sepuh itu lebih mendukung suaminya. Ia meninggalkan meja makan tanpa mengucapkan sepatah kata dan itu semakin membuat bu Nani tertekan.
Bu Nani mencoba menghubungi nomer ponsel Alan, berkali-kali tersambung berkali-kali juga tidak ada jawaban.
"Aistt. Kenapa anak konyol ini tidak mengangkat ponselnya, apa dia sedang menghindar dariku? Kali ini mama tidak akan melepaskan mu Alan." Bu Nani geram, ia meminta bodyguard nya untuk memata-matai segala aktivitas Alan.
"Seren, sebenarnya apa yang sudah kamu lakukan sampai membuat Alan tidak ingin menikahimu...?" Lirih bu bu Nani pelan sembari berpikir sendiri, tidak mungkin ia bertanya pada Alan. Karna sudah jelas anak itu tidak akan menjawab pertanyaannya.
"Untuk saat ini aku akan bicara pada Seren. Tapi sebaiknya tidak perlu mengundangnya ke rumah." Bu Nani beranjak menuju kamarnya mengambil kunci mobil.
...***...
"Mama selalu memintaku untuk segera menikahi Seren, bahkan aku tidak sanggup berada di dekat wanita itu walau untuk sedetik saja, lalu bagaimana aku akan menghabiskan seumur hidupku dengan wanita sepertinya."
Aku duduk termenung sambil memikirkan waktu yang ku habiskan untuk mencintai Seren, waktu yang sia-sia saja. Dan sekarang aku sangat menyesalinya.
Matahari boleh saja tenggelam dalam peraduaannya dan terbit kembali seperti sediakala, tapi cintaku ibarat pecahan kaca yang tidak akan pernah bisa di perbaiki karna hancurnya hanya akan menyakiti orang yang terkena pecahannya. Aku sudah hancur dan tidak tahu harus berbuat apa?
Terkadang aku merasa lelah sendiri, untuk apa aku memaksakan diri tersenyum di hadapan orang lain jika aku sendiri tidak ingin melakukannya.
Besok kita harus bertemu di Restaurant Gold. Aku menantikanmu... Sayang.💕💙💕
Aku menghela nafas, kasar.
Aku benar-benar kesal membaca pesan singkat yang Seren kirimkan. Sayang? Kata-kata itu membuatku ingin muntah.
Alan. Alan. Kamu dalam masalah besar jika sampai mama mu memintamu menikah dengan wanita seburuk Seren. Lirihku pelan sambil beranjak masuk ke kamar dan menutup pintu Balkon.
...***...
Hari itu hujan gerimis, meskipun begitu Fazila tetap bersemangat berjalan menuju sekolah. Anak aktip itu selalu bersemangat untuk belajar. Tak seharipun ia bermalas-malasan seperti anak lain, Dan Al-Qur'an nya? Jangan tanyakan lagi, karna itu selalu bersamanya.
"Fazila. Nanti sepulang sekolah kita kerumah ku ya...?" Ucap salah seorang anak yang berjalan bersama Fazila.
"Tidak bisa. Hari ini kita harus muraja'ah bersama kakek Kiai."
"Muraja'ah lagi, apa itu harus setiap hari? Kan tidak apa-apa jika kita bersenang-senang untuk hari ini saja! Toh Kiai Hasan tidak akan memarahi kita." Ucap anak laki-laki bertubuh gembul, mencoba menyakinkan Fazila dengan ucapan santainya.
"Tidak bisa Amir. Ummi akan memarahiku jika beliau tahu aku bolos." Ucap Fazila sembari menghentikan langkah kakinya.
"Baiklah, jika itu masalahnya. Aku yang akan bicara pada bibi Fatimah. Aku yakin bibi Fatimah tidak akan marah." Ucap bocah bertubuh gembul itu lagi.
"Aku tahu ummi tidak akan marah! Aku hanya takut apa yang ummi katakan akan terjadi padaku." Fazila mengingat setiap kata yang di ucapkan ummi nya.
"Memangnya apa yang bibi Fatimah katakan padamu?" Ucap bocah perempuan yang berdiri tepat di samping kanan Fazila.
"Ummi selalu berkata, bahwa Hafalan Al-Quran itu lebih mudah hilang dari pada Unta yang di ikat." Ucap Fazila polos, tiga sahabat yang berjalan bersamanya tidak mengerti maksut ucapannya.
"Karna Hafalan Al-Qur'an itu mudah menghilang, kita harus rajin untuk Muraja'ah, dan aku tidak ingin Al-Quran hilang dari ingatanku." Ucap Fazila lagi sambil memandang bergantian tiga sahabat yang berdiri di depannya.
Teman yang baik ibarat cahaya, cahaya yang akan menuntun mu menuju jalan kebaikan.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Ana Hardi
lnjuut kan thor
2022-01-03
0
re
Memberi pengaruh positif buat teman
2021-11-01
0