Mentari baru saja keluar dari peraduannya, namun seorang bocah manis membuat rumah riuh oleh suara tangisnya. Sejak semalam ia merengek karna tidak menemukan Al-Quran yang biasa ia gunakan untuk menghafal.
"Al-Quran itu sudah lusuh sayang, Ummi janji akan membelikan yang baru untukmu siang ini." Ucapku menyakinkan.
"Aku tidak mau yang baru Ummi, aku mau Al-Quran ku itu titik." Ucap bocah manis itu merajuk.
"Aku mencintai Al-Quran ku, karna itu Al-Quran pertama yang Ummi belikan. Jika aku tidak bisa menemukannya, aku janji tidak akan bicara selama satu jam dengan Ummi." Ucap bocah itu lagi, kali ini sambil membelakangiku dengan tubuh kecilnya.
Bocah manis itu berlari keluar Rumah sambil membawa wajah cemberutnya.
"Fatimah. Ada apa dengan Fazila?" Ucap seseorang dari luar rumah. Sontak membuatku menoleh kearah pintu untuk melihat siapa yang datang sepagi ini.
"Nyai sudah datang?" Tanyaku pelan sambil melirik piring yang ada di tangan kanannya.
"Fazila merengek sejak semalam karna dia tidak bisa menemukan Al-Quran yang biasa ia gunakan untuk menghafal. Saya tidak tahu harus mencari Al-Quran itu dimana, karna saya sendiri tidak tahu itu ada dimana. Saya sudah berusaha mencari kesetiap sudut rumah. Sayangnya tidak ada." Ucapku pasrah sambil mengambil bawaan nyai dari tangannya.
"Tentu saja tidak ada dirumah mu, karna Fazila meninggalkannya di rumah Kiai." Mendengar ucapan Nyai rasanya segala cemasku menghilang.
"Syukurlah. Nyai tahu? Anak aktip itu selalu saja melupakan beberapa barang berharganya dan dia mulai menyadari itu setelah sampai dirumah. Biasanya dia tidak suka ngambek, tapi kali ini sepertinya dia sangat sedih karna berpikir kehilangan Al-Quran yang sangat dia cintai." Ucapku sambil duduk di samping Nyai yang sudah ku anggap seperti ibu sendiri.
"Itu artinya Fazila kita sangat mencintai Al-Quran. Dan Kiai bilang minggu ini Fazila kita akan diwisuda Akbar. Selamat nak, kamu berhasil mendidik anak mu menjadi Ahlul Quran." Ucap Nyai sambil memeluk ku. Aku bisa merasakan kasih sayang seorang ibu dari sentuhannya.
Sepertinya aku sangat bahagia sampai air mata haru keluar dari bola mataku. Tidak ada yang lebih membahagiakan bagi seorang ibu selain anak-anaknya menjadi sukses. Dan hari ini putri manisku mempersembahkan kesuksesan terbesarnya dengan cara menjadi penghafal Al-Quran.
"Kamu tahu nak? Jika fazila ngambek dia pasti akan lari kepada kiai sambil mengeluhkan kalau kau adalah ibu yang sangat baik yang tidak pernah marah, dan dialah putri yang buruk karna membuatmu melihatnya ngabek." Ucap Nyai sambil melepaskan pelukannya.
Nyai dan Kiai adalah pasangan suami istri yang berhati mulia. Di usia senjanya beliau tidak memiliki anak yang akan menjadi penerusnya, meskipun aku dan putriku orang asing mereka selalu menyambut kami dengan tangan terbuka.
Begitulah seharusnya manusia hidup bertetangga.
Dari Abu Syuraih Radhiyallahhu 'anhu meriwayatkan bahwa nabi Sallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
"Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. "Sahabat bertanya, "Siapa wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Yang tetangganya tidak aman dari keburukannya." (Hr.Bukhari. No.6016).
Dalam Riwayat lain di jelaskan.
Dari Abu Hurairah Radhiyallah 'anhu berkata Rasulullah bersabda "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir maka janganlah dia mengganggu tetangganya." (Hr.Bukhari. No.1609) dan (Hr.Muslim. No.2463)
"Nak, Fatimah. Pagi ini Kiai meminta agar kau datang ke tempat Tahfiz. Beliau bilang ada hal penting yang harus beliau sampaikan kepadamu menyangkut Fazila." Ucap Nyai Latifa.
"Ada apa dengan anak aktip itu Nyai, apa dia membuat masalah?" Ucapku khawatir.
Fazila putri yang baik, namun terkadang sikap aktipnya bisa mendatangkan masalah. Sudah beberapa kali ini secara tidak sengaja ia merusak barang di rumah Nyai Latifa. Untungnya Kiai Hasan dan Nyai Latifa tidak mempermasalahkan itu, tetap saja aku sebagai ibunya harus bekerja keras untuk mengganti barang yang sama seperti yang di rusak putriku.
"Nyai, apa Fazila merusak sesuatu lagi?" Tanya ku dengan tatapan rasa penasaran.
Nyai Latifa tersenyum sambil mengusap lembut wajahku. Aku bisa merasakan kasih sayang tulus seorang ibu dari caranya memperlakukanku dengan sikap lembutnya.
"Tentu saja... Tidak. Apa kau pikir putri semanis Fazila akan melakukan hal yang salah di belakang punggungmu? Kiai bahkan sangat menyayangi anak polos itu. Dan hal itu mengingatkan Kiai pada putri kami yang tiada seusia Fazila."
Hhhmmm! Aku menghela nafas merasa bersalah melihat Nyai Latifa meneteskan air mata.
"Aku bangga padamu, nak. Kau berhasil mendidik Fazila menjadi anak yang mencintai Al-Quran. Dan sebaik-baik orang tua adalah orang tua yang membuat anak mereka menjadi Ahlul Qur'an." Ucap nyai Latifa tersenyum sambil menggenggam jemari ku.
Putri ku kebanggaan ku. Maha suci Allah, Maha sempurna Allah karna menyempurnakan hidupku dengan hadirnya Fazila dalam kehidupan yang hampir membuatku menyerah.
...***...
"Acara Ramadan yang akan bos Sponsori, direkturnya baru saja menelpon. Mereka berharap bisa bertemu dengan bos secepatnya. Kira-kira kapan bos akan menemui mereka? Jika bos mau saya bisa menyesuaikan jadwal baru untuk bos." Ucapan Bobby berhasil membuyarkan lamunan ku.
"Terserah kau saja." Ucap ku sekedarnya.
"Bos, tadi pagi nyonya Nani menelpon. Beliau meminta bos untuk pulang kerumah besar." Bobby merunduk sambil menyampaikan pesan dari mama, aku tahu sekertaris yang ku pekerjakan sepuluh tahun silam itu mengerti dengan baik aku tidak ingin pulang kerumah besar.
Seingatku, terakhir kali aku pulang kerumah besar itu lima tahun yang lalu. Itu pun dalam keadaan terpaksa karna Omma sakit dan memaksa agar aku pulang .
"Katakan pada mama aku tidak bisa pulang!" Ucapku menegaskan.
"Bos Alan. Saya tidak tahu masalah apa yang membuat bos berubah selama delapan tahun terakhir. Apapun itu saya hanya bisa berharap semoga Bos selalu bahagia." Ucap Bobby dengan perasaan tulus.
Bobby tahu aku tidak seceria dulu. Karna itu setelah menyelesaikan ucapannya ia keluar dari kantorku, tinggal aku yang tersisa bersama kehidupan sunyi ku.
Aku menyandarkan kepala di kursi kebesaranku. Tidak ada teman atau pun kerabat.
"Ma. Pa. Aku merindukan kalian, sayangnya aku tidak bisa pulang. Aku hanya orang jahat yang tidak pantas menerima kebahagian dari kalian. Tolong jangan maafkan aku, karna aku tidak pantas untuk itu." Lirihku pelan sambil menghapus air mata yang mulai tumpah.
Aku memutuskan keluar dari rumah besar dan tinggal di Apartement sendirian. Semua keluarga menentang keputusan sepihak ku, tapi aku tidak bisa dilarang oleh siapapun. Mungkin sikap keras kepalaku menurun dari Oppa, karna itulah Oppa memanggilku pemuda berdarah dingin. Bahkan aku lebih dingin dari perasangka siapapun.
Aku sudah tiada! Aku sudah tiada sejak delapan tahun silam. Tidak ada lagi Alan berhati lembut, ataupun Alan yang ceria. Yang ada hanya Alan penuh derita. Setiap kali aku berusaha memejamkan mata, bayangan wajah wanita yang ku renggut kesuciannya seolah menari di pelupuk mataku.
Wanita itu bertanya kenapa aku melakukan itu padanya, aku sendiri tidak tahu kenapa? Iblis dalam diriku seolah menari bahagia karna aku telah melakukan dosa yang tidak bisa terampuni. Katakan padaku, bagaimana aku bisa berdiri di tengah keluargaku jika aku sendiri tidak bisa berdiri untuk diriku sendiri.
Aku berharap wanita itu masih hidup dan mengutuk ku seumur hidupnya. Aku tidak akan pernah bisa berdiri di hadapannya walau hanya untuk mengucapkan kata M-A-A-F.
...***...
Putriku sedang sibuk mengulangi hafalannya ketika aku tiba di kediaman Nyai Latifa dan Kiai Hasan.
"Nak, selamat. Di antara 50 anak yang menghafal Al-Quran, Fazila berhasil wisuda minggu ini." Ucap Nyai Latifa dan hal itu berhasil membuat ku menangis haru.
Dan sekarang aku berdiri sambil mendengarkan suara merdu putriku membaca Al-Quran.
Aku berdiri di tempat yang tidak bisa di lihat Fazila, namun aku tetap bisa mendengar suara merdunya. Nyai Latifa melihatku, kemudian beliau memintaku masuk kerumahnya karna Kiai Hasan sudah menunggu kedatangan ku.
Assalamu'alaikum... Ucap ku sambil memasuki rumah yang memiliki dekorasi ala Timur Tengah itu. Pasangan suami istri itu menyambut salamku dengan senyuman. Bahkan sebelum aku memasuki rumahnya, di atas meja telah tersaji teh dan makanan ringan. Sikap sopan santun seorang mukmin dalam menyambut tamu ditunjukan oleh pasangan separuh baya itu.
"Fatimah, nak. Bapak sudah mendaftarkan Fazila untuk mengikuti kontes Hafiz Quran di acara televisi." Ucap Kiai Hasan membuka percakapan begitu aku duduk di sofa yang berwarna Maroon itu.
"Kontes Hafiz Qur'an? Apa maksut Kiai?" Tanyaku penasaran.
"Fazila kita adalah anak yang cerdas. Dalam tempo singkat yakni dua tahun, dia berhasil menghafal tiga puluh juz Al-Quran, bapak berharap ia bisa memberi inspirasi bagi keluarga Muslim lainnya untuk mendidik anak-anak mereka menjadi Hafiz Qur'an, karna itu bapak mendaftarkan Fazila menjadi salah satu peserta audisi tahun ini." Ucap Kiai Hasan bangga.
Akulah yang paling bangga. Fazila ku Peri Kebanggaanku, tidak ada yang lebih baik dari ini. Terimakasi Tuhan untuk karunia tanpa batasmu.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Sweet Girl
kenapa kamu Ndak mencari wanita itu untuk menebus dosamu...
2023-08-11
0
Sweet Girl
klo kamu masih bersikap kayak gitu sama aja kamu buat sedih orang tua, Lan...
2023-08-11
0
Sweet Girl
Masyaa Alloh...
2023-08-11
0