Bobby kembali kekantor dengan perasaan sedih yang sangat mendalam. Selama dalam perjalanan ia hanya memikirkan bosnya yang terlihat kuat namun sebenarnya ia sangat rapuh.
"Iklima, bos ada dimana?" Tanya Bobby sambil berjalan kearah Iklima yang duduk di bangkunya, mencoba mencerna kejadian yang masih belum di mengerti nalarnya.
"Aku tidak tahu. Setelah melihat vidio yang mas kirimkan, wajah bos langsung pucat. Ia melempar ponselnya sampai sehancur ini." Ucap Iklima sambil mengeluarkan pecahan Ponsel yang ia masukkan kedalam plastik putih.
Hhmmm! Bobby menghela nafas, penuh penyesalan. Ia berpikir, seharusnya ia tidak mengirimkan vidio itu, walau bagaimanapun bosnya berhak tahu apa yang terjadi di belakang punggungnya.
"Memangnya vidio apa yang mas Bobby kirim, sampai bos semarah itu?" Tanya Iklima penasaran.
Bobby mengerutkan keningnya, sambil mendekatkan wajahnya pada wajah sepupunya itu. Iklima salah tingkah, ia memundurkan wajahnya sambil memicingkan matanya, kesal.
"Anak kecil tidak boleh tahu." Ucap Bobby sambil melanyangkan tangannya menyentil jidat Iklima.
Sssttt. Aauuu! Iklima meringis kesakitan. Sementara Bobby, peria nakal itu hanya tersenyum melihat sepupunya kesakitan.
"Dasar jahat." Teriak Iklima pada Bobby yang terus melangkah meninggalkannya.
Anak kecil...? Iklima sangat membenci kata itu. Tentu saja Iklima sangat marah, diusianya yang sudah menginjak dua puluh dua tahun ada orang yang berani mengatainya 'ANAK KECIL'.
Lihat saja nanti, aku pasti akan membalasmu mas Bobby konyol...! Lirih Iklima sambil merapikan meja kerjanya yang tidak terlalu jauh dari meja kerja Bobby.
...***...
Perutku masih terasa mual, mengingat cara Seren bercumbu dengan peria lain membuatku merasa jijik. Aku merasa sangat jijik sampai-sampai sekujur tubuhku terasa nyeri.
Terkadang untuk melepas penat, sesekali aku akan mengunjungi tempat hiburan malam. Meminum minuman yang dilarang Agama, bahkan mama pun selalu mengatakan hal yang sama.
Alan, sayang. Seorang laki-laki akan menjadi Imam bagi keluarganya. Mama tahu, mama dan papa bukan pasangan yang sempurna. Seorang wanita tidak hanya butuh Harta, mereka juga butuh kasih sayang, dan yang lebih penting dari itu, sanggupkah kamu membawa keluargamu masuk kedalam Surga? Menggenggam tangan mereka dan berkumpul bersama?
Hatiku terasa perih.
Penghianatan Seren bagai lampu merah yang akan menghentikan jalannya kehidupanku. Bagaimana aku akan meneguk kebahagian dengan wanita lain jika wanita yang ku cintai saja menghancurkan hatiku sehancur-hancurnya.
Di bandingkan pada Seren, aku lebih kesal pada diriku sendiri karna air mata sialan ini tidak mau berhenti menetes.
Tampa ku sadari, mobil yang ku kendarai sudah meninggalkan Ibu Kota sangat jauh.
"Ponsel. Dimana ponselku?" Aku mulai mencari ponselku sambil melempar semua barang yang ada di dalam mobil.
"Ahh iya, aku sudah menghancurkan ponsel sialan itu." Ucapku pelan sambil mengetuk kepalaku dengan tangan kanan.
"Aku akan tiada jika aku tidak melampiaskan amarah ini! Bagaimana aku akan melaspiaskannya jika orang yang membuatku sangat marah tidak ada di depanku."
Hhhuuhh! Aku membuang nafas kasar, berharap apa yang terjadi hari ini hanya mimpi belaka. Semakin aku mencoba melupakannya, semakin jelas wajah Seren menari-nari di pelupuk mataku.
Aku keluar dari mobil sambil menahan sesak yang bersumber dari dadaku.
Huekk. Hueekk. Huekkk.
Lagi-lagi aku memuntahkan isi perutku.
Seren berani melakukan hal yang sangat menjijikkan, benar-benar di luar dugaanku. Aku memang pria brengsek, walaupun begitu aku tidak akan pernah melakukan hal seburuk itu pada wanita yang ku cintai sebelum ada ikatan halal.
"Tuhan, aku tahu aku tidak begitu dekat denganmu. Maafkan aku karna berani meminta padamu, bimbing langkah kakiku agar aku tidak tersesat jalan." Lirih ku pelan sebelum aku benar-benar hilang kesadaran.
...***...
"Dimana anak nakal itu? Kenapa tidak ada kabar darinya. Hikkhikk." Bu Nani benar-benar sedih mengetahui sejak tiga hari ini Alan menghilang tanpa kabar.
Tidak seorangpun yang mengetahui keberadaannya.
Bahkan semua tempat telah disusuri oleh semua anak buah pak Otis, papanya Alan. Tetap saja nihil belum ada kabar apapun.
"Ada apa dengan anak mu, kenapa dia sangat cengeng? Aku yakin dia memiliki masalah, karna itu dia melarikan diri seperti pengecut." Ucap oppa Ade yang merupakan anggota tertua keluarga Wijaya.
"Papa jangan bicara seperti itu. Biar bagaimanapun dia adakah putraku, kebanggaanku." Balas bu Nani dengan derai air mata yang tidak bisa ia bendung.
"Apa oppa tidak khawatir cucu kita menghilang? Bukan satu hari, tapi ini sudah tiga hari." Ucap omma Ochi istri oppa Ade.
Oppa Ade hanya bisa diam mendengar ucapan istrinya sambil mengerutkan keningnya. Sebenarnya ia juga khawatir, namun ia tidak ingin memperlihatkan itu di depan keluarganya. Hanya orang lemah yang akan menunjukan kelemahannya kemudian menangis karna hal sepele.
"Cepat temukan dia." Teriak pak Otis pada anak buahnya.
"Jika kalian tidak bisa menemukan putraku, kepala kalian yang akan jadi tebusannya." Ucap pak Otis lagi kemudian melempar
ponselnya kelantai.
Sabina terkejut ketika ponsel yang di lempar papanya tepat mengenai kakinya. Seumur-umur ini pertama kalinya ia melihat papanya yang lemah lembut itu marah sampai merusak barang.
"Sabina, sayang. Maafkan papa nak." Ucap pak Otis sambil berjalan kearah Sabina kemudian memeluk putrinya itu.
Sabina hanya mengangguk pelan. Ia mengarahkan pandangannya kearah mamanya yang masih menangis sedih.
"Kak Alan. Kakak dimana, kak?" Lirih Sabina palan. Ia menghampiri mamanya yang masih menagis kemudian merangkulnya dari belakang.
...***...
"Anda sudah bangun? Syukurlah." Ucap perempuan separuh baya sambil meletakkan segelas air putih di atas nakas yang tidak terlalu jauh dari tempatku terbaring lemah.
Rumahnya sangat kecil, mataku menerawang kesegala arah, hanya ada satu kamar dan ruang tengah.
Tidak ada kasur empuk, tempat ku berbaring hanya tempat tidur biasa beralaskan karpet bermotip bunga-bunga.
Setelah wanita separuh baya itu meletakkan segelas air, ia langsung meninggalkanku sendiri. Entah apa yang dimasaknya, suara percikan minyak terdengar sangat keras karna memang jarak dapurnya hanya dibatasi dinding papan yang sudah lapuk dimakan usia. Aku benar-benar heran ternyata di Negara yang ku banggakan ini masih banyak orang yang tinggal di tempat sekumuh itu. Aku tidak bisa menyebut tempat ini rumah, karna sesungguhnya kamar mandikupun jauh lebih luas.
Meskipun begitu aku sangat bangga pada pasangan separuh baya itu, mereka terlihat sangat bahagia di tengah kekurangannya. Tidak seperti diriku yang memiliki segala hal tapi masih saja kekurangan.
"Pak, jangan kemana-mana dulu. Malam ini sepertinya akan ada badai. Ibu tidak ingin bapak kenapa-napa.." Ucap wanita separuh baya itu pada suaminya sambil menyodorkan segelas koffe. Dan tanpa sepengetahuan mereka aku meninggalkan rumah tua itu sambil berjalan tertatih-tatih.
...***...
"Nenek. Nenek. Nenek dimana?" Ucap seseorang sambil berteriak. Suaranya tidak terlalu jauh, bahkan sekarang aku melihat seorang gadis muda yang tidak terlalu jauh dari tempatku berdiri.
Ia berlari sambil menoleh kenan dan kekiri, tadinya aku merasa baik-baik saja. Entah kenapa tiba-tiba saja bayangan Seren yang sedang bercumbu dengan pria lain kembali berputar-putar di kepalaku.
Aku marah. Sekuat tenaga aku berlari kearah gadis itu. Menarik lengannya dari belakang. Sorot matanya membuatku takut, ia sangat terkejut.
"Kamu siapa? Lepaskan tanganku!" Ucapnya kasar.
Aku rasa tubuhku demam lagi. Pasangan separuh baya itu bilang selama tiga hari ini aku tidak sadarkan diri. Aku sendiri tidak sadar bagaimana aku bisa berada di tempat ini, terjebak dihutan yang biasa dilewati pendaki yang ingin mendaki kegunung Butak.
Dan gadis ini, kenapa dia bisa muncul di hadapanku. Apa aku sudah tidak waras? Sekarang aku melihat wajahnya tampak seperti Seren. Ia masih tetap berontak, dan hal itu semakin membuatku kesal. Darahku terasa mendidih, padahal sekarang gerimis perlahan datang.
Aku mendorong tubuh yang terlihat tampak seperti Seren itu. Tubuhnya menghempas pohon besar dan dia meringis kesakitan. Tentu saja aku tidak perduli itu, aku ingin balas dendem padanya, Seren gadis jahat yang sangat kubenci.
"Apa yang anda lakukan?" Ucap gadis itu berteriak.
"Kamu berani berteriak padaku? Sekarang lihat apa yang bisa ku lakukan padamu!" Ucapku kasar sambil mendekat padanya.
Aku mengunci tubuh gadis itu dengan kedua lengan kekarku, ia tetap berontak. Semakin ia berontak semakin aku menguatkan dekapanku padanya. Aku melempar penutup kepalanya kasar. Ia berteriak sambil menangis, suaranya bergetar karna ketakutan.
"Aku tidak perduli jika kamu menangis sampai air matamu kering. Kamu berani bermain dengan peria lain di belakangku. Apa laki-laki itu melakukan ini padamu, hah?" Teriakku kasar. Gadis malang itu terus-menerus berontak, suara tangisnya semakin membuatku ingin memasukinya lebih dalam.
"Kamu menangis dihadapanku, sementara dengan peria laknat itu kamu tersenyum manis, hah?" Aku masih melihat wajah Seren yang menangis di depanku.
Tubuh lemah itu benar-benar tidak bisa menandingi tenagaku. Ia kalah, namun ia tidak pasrah. Tamparan keras mendarat di wajahku. Aku tidak perduli itu, aku hanya ingin membalas Seren.
Satu jam berlalu, gadis itu masih menangis pilu. Wajahnya terlihat pucat. Aku kembali sadar, wanita yang kuhimpit bukan Seren namun wanita lain. Sekujur tubuhku merinding ketakutan. Kenapa aku sebuas ini? Aku bertindak seperti Singa Kelaparan. Dan gadis ini, siapa dia?
Aaahhh? Aku berteriak, marah pada diriku sendiri. Gadis itu menangis tanpa mengeluarkan suara. Aku menyelimuti tubuh polosnya dengan jas yang tadinya kulempar kasar.
"A-P-A Yaanng sudahhhh anda laakukannn kepadaku...?" Ucap gadis itu dengan derai air mata kesedihan.
"Tidakkahhh andaaa takut kepada Allah." Ucapnya pelan.
Mendengar nama Allah tubuhku bergetar, entah karna demam atau karna ketakutan mendengar nama itu, aku benar-benar tidak tahu. Dengan sisa-sisa tenaganya ia membaca ayat suci yang tidak ku mengerti maknanya.
Wa la taqrabuz-zina innahu kana fahisyah, wa sa'a sabila.
Dan janganlah kamu mendekati zina, zina itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk. (Qs. Al-Isra: 32).
Aku merasa jijik pada diriku sendiri, aku meninggalkan gadis lemah itu sendiri tanpa menoleh kebelakang. Aku benar-benar pengecut.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Sweet Girl
lhaaa kok lari kamu Alan...
tanggung jawab dong...
2023-08-11
0
Yullie Kasih
Makanya kalo mencintai itu sewajarnya, cintai pasangamu sepenuh hati jangan sepenuh jiwa, jadi jika kau sakit cuma hati saja tdk sampai sakit jiwa.
siapa yg berbuat siapa juga yg dapat getahnya, ksian tuh si gadis di perkaos 🥹
2023-01-26
0
Maulana ya_Rohman
enak bener ya🤔🤔🤔🤔🤔🤔🤔
2022-08-23
0