Bulan membawa ibunya pulang menaiki taksi online.
"Apa yang kau bicarakan dengan Tuan besar tadi?" tanya Arum.
"Hanya masalah ganti rugi Bu. Jangan pikirkan apa apa lagi. Semua akan baik baik saja. Ibu tenanglah."
"Tapi uang sebanyak itu dapat darimana?"
"Jangan pikirkan itu Bu, semua jadi urusan Bulan. Ibu hanya perlu istirahat. Setelah ini Ibu tidak usah bekerja lagi. Biar Bulan saja yang bekerja sambil kuliah. Bulan sudah dapat beasiswa Bu."
"Benarkah?"
"Iya Bu, Ibu hanya perlu terus berdoa agar Bulan bisa menjadi orang sukses dan membahagiakan Ibu."
"Tanpa kau mintapun, ibu selalu mendoakanmu."
Bulan memamah Ibunya setelah turun dari taksi. Kontrakan mereka masuk gang kecil, jadi taksi tidak bisa masuk.
Tiba tiba ponsel Bulan berbunyi.
"Bulan angkat telepon dulu ya Bu."
Bulan melihat nomor yang tidak dikenal meneleponnya.
"Siapa ya, apa mungkin Tuan Bharata." batin Bulan. Bulan ragu ragu untuk mengangkatnya.
"Jambret!" Bulan berteriak sekencang kencangnya saat dua orang pria menaiki motor mengambil paksa ponselnya.
"Tolong....jambret." Bulan terus berteriak sambil berlari mengejar. Tapi tak ada gunanya, mereka naik motor, berlari sekencang apapun tidak akan sanggup untuk mengejar penjambret itu.
Bulan tersungkur ditanah sambil menangis. Jalan itu lumayan sepi, tidak ada orang yang menolongnya.
Melihat anaknya dijambret Arum segera mendekat ke arah Bulan.
"Kamu tidak apa apa nak?" Arum membantu Bulan untuk berdiri.
"Ponsel aku Bu, hiks hiks hiks.," jawab Bulan sambil menangis. Bukan masalah ponselnya yang dia tangisi. Tapi dia butuh nomor kontak Satria.
Arum mengajak Bulan pulang. Dia merasa hari ini masalah datang bertubi tubi.
Bulan masuk ke kamarnya. Pikirannya sangat kacau. Ponselnya hilang, bagaimana dia bisa menghubungi Satria.
"Darimana aku bisa mendapat uang itu jika aku tidak meminta bantuan Om Satria. Aku tidak punya nomor ponselnya, bagaimana aku bisa menghubunginya." batin Bulan.
Bulan frustasi memikirkan masalahnya. Kenapa dia bisa kehilangan ponsel disaat dia sangat membutuhkannya. Bulan memutar otaknya untuk mencari cara menghubungi Satria.
Kalau saja Satria ada di Indonesia, Bulan pasti akan langsung datang ke kantornya. Tapi situasinya lain sekarang. Satria ada di Amerika.
Bulan pergi kerumah tetangganya untuk meminjam ponsel. Dia mencari nomor telefon perusahaan Satria dari internet.
Bulan mencoba menghubungi nomor tersebut. Saat recepcionis menjawab, Bulan meminta nomor pribadi Satria atau nomor Boy, asistennya. Tapi recepcionis itu menolak karena tidak mau memberikan nomor ponsel kepada sembarang orang.
Bulan sangat frustrasi, dia sudah berusaha mencari berbagai cara, tapi hasilnya nihil.
Bulan memutar otak semalaman hingga dia baru tertidur dini hari.
"Saya ingin bertemu dengan Tuan Bharata." Bulan berkata pada security di rumah Bhara. Ya, pagi ini Bulan memutuskan datang ke rumah Bhara untuk meminta perpanjangan waktu. Dia harus menunggu sampai Satria pulang.
"Permisi Tuan, ada yang ingin bertemu dengan anda." kata seorang pelayan kepada Bhara yang tengah sarapan bersama Dilla.
"Siapa?"
"Namanya Bulan."
"Suruh dia masuk dan menunggu di ruang kerjaku," titah Bhara.
"Bulan, untuk apa pagi pagi dia datang kesini Mas?" Tanya Dilla.
"Nanti aku ceritakan, aku temui dia dulu." Jawab Bhara yang lalu beranjak menuju ruang kerjanya.
"Selamat pagi Bulan, apa kau sudah membawa uangnya?" tanya Bhara.
"Maaf Tuan, saya kesini untuk meminta perpanjangan waktu. Tolong beri saya waktu 2 minggu lagi." Bulan sangat yakin jika 2 minggu lagi Satria pasti sudah pulang ke Indonesia.
"Hahaha.... Apa aku tidak salah dengar. Bukankan kemarin kau sangat percaya diri akan membayar ganti rugi siang ini?"
"Maaf Tuan, ada kendala sedikit. Tolong beri saya waktu hingga 2 minggu kedepan. Saya akan memberi 300 juta dulu sekarang." Bulan berharap Bhara akan menyetujuinya.
"Maaf tapi tidak bisa. Tepat jam 12 siang, aku akan melaporkan ibumu ke polisi."
"Tolong Tuan, tolong beri saya waktu. Saya berjanji akan membayarnya." Bulan mengatupkan kedua telapak tangannya.
"Tidak bisa, aku pastikan jika hari ini ibumu akan dibawa ke kantor polisi," ancam Bhara.
"Jangan Tuan, ibu saya memiliki penyakit darah tinggi. Saya tidak ingin tekanan darah ibu saya naik. Sekarang saja kondisinya belum baik." Bulan takut jika ibunya akan terkena stroke seperti yang dikatakan dokter kemarin.
"Ada satu cara agar aku tidak melaporkan ibumu ke polisi."
"Apa itu Tuan?" Bulan seperti mendapat angin segar saat mendengarnya.
"Menikahlah denganku."
Bulan menjatuhkan tubuhnya dikursi. Kata kata itu sungguh membuat tubuhnya terasa lemas. Tidak mungkin dia akan menikah dengan Bhara yang sudah memiliki 2 istri.
Dan Satria, bagaimana dengan dia. Bulan mencintai Satria dan sudah berjanji tidak akam meninggalkannya.
Tapi ibunya? nasib wanita itu sedang diujung tanduk sekarang.
"Pilihan macam apa ini. Bahkan saat ujian pun, tak pernah ada pilihan sesulit ini." Bulan berkata dalam hati.
"Pulanglah, pikirkan apa yang akan kau pilih. Menikah denganku dan hidup enak, atau melihat ibumu dipenjara. Bahkan mungkin jika tekanan darah ibumu terus naik, kau tak akan bisa melihatnya lagi selamanya." Ancam Bharata.
Bulan berjalan keluar dari ruang kerja Bhara. Air matanya terus mengalir menangisi nasibnya yang begitu buruk.
Bhara tersenyum penuh kemenangan. Kali ini sepertinya rencananya akan berhasil. Bhara membuka laci mejanya. Dia mengambil ponsel milik Bulan. Ya, ternyata penjambret kemarin adalah orang suruhan Mario.
"Bulan, kau kenapa?" Seorang wanita cantik menyapanya.
"Anda siapa, kenapa tahu nama saya?" tanya Bulan.
"Saya Dilla, majikan ibumu."
"Jadi wanita ini istri Tuan Bharata." batin Bulan. Bulan memandangi Dilla, wanita itu masih cantik walau usianya sudah 38 tahum. Ada tatto di leher dan lengannya.
"Kenapa kau menatapku seperti itu? kau takut melihat tatto ditubuhkan?" Dilla sadar apa yang Bulan perhatikan.
"Maaf nyonya, saya tidak bermaksud begitu."
"Sudahlah, jangan takut, aku tidak makan manusia." Dilla mencoba mencairkan suasana. "Kenapa kau menangis setelah keluar dari ruang kerja suamiku?"
"Saya..... saya... " Bulan bingung bagaimana cara menceritakannya.
"Ikutlah denganku."
"Kemana?"
"Sudahlah, ayo ikut." Dilla menarik Bulan menaiki tangga menuju kamarnya.
Bulan benar benar takjub melihat kemewahan kamar Dilla.
"Duduklah." Dilla mengajak Bulan duduk disofa. "Ceritakan apa yang terjadi."
Bulan menceritakan semuanya, juga dengan tawaran Bhara untuk menikah dengannya. Dilla sudah bisa menebak, sepertinya suaminya menggunakan cara licik untuk bisa menikahi Bulan.
"Lalu apa pilihanmu?" tanya Dilla.
"Saya masih bingung Nyonya."
"Lihatlah kamar ini, bagus sekali bukan?" Bulan mengangguk menjawab pertanyaan Dilla. "Kau akan mendapatkannya jika menikah dengan suamiku. Bahkan ibumu tak perlu bekerja lagi dan aku jamin, dia akan hidup enak dimasa tuanya. Apa kau tidak ingin ibumu hidup enak? atau kau ingin ibumu dipenjara?"
"Saya tidak akan pernah membiarkan ibu dipenjara."
"Kalau begitu, Menikahlah dengan suamiku."
Bulan tidak menyangka jika ada seorang wanita yang menyuruh wanita lain untuk menikahi suaminya.
"Apa anda tidak marah atau sakit hati?"
"Aku tidak marah, aku hanya sedikit iri padamu. Sepertinya suamiku tergila gila padamu."
"Maafkan saya Nyonya, saya tidak pernah menggoda suami anda. Saya tidak pernah membuatnya tergila gila pada saya." Bulan merasa sudah menyakiti hati Dilla.
"Aku tahu, semua bukan salahmu. Suamiku orang yang baik. Kau pasti bahagia menikah dengannya. Walaupun mungkin kau harus sering cemburu karena berbagi suami. Bukan hanya berdua denganku, tapi bertiga."
"Saya tahu itu Nyonya."
"Aku yakin kau sangat menyayangi ibumu. Buatlah ibumu bahagia dimasa tuanya."
"Tapi saya tidak yakin ibu akan menyetujui jika saya menikah dengan Tuan Bhara?"
"Serahkan semua padaku, biarkan aku yang membujuk ibumu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
aryuu
/Smug/speechless sama Dilla
2025-01-03
0
fifid dwi ariani
trus sabsr
2023-01-27
0
mom arzy
dasar licik... licik kau bharata.... 😡😡😡😡
2022-12-28
0