"Gimana, Sayang. Kamu senang nggak malam ini?" tanya Gino menguraikan senyum bahagianya.
"Banget...". ujarku tersenyum simpul.
Ia menatap lekat tepat di manikku. Begitu dalam. Tatapan yang dipenuhi dengan cinta.
Malam ini kami lewati dengan rasa yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Ingin rasanya hari ini terus terulang hingga kami menua. Kelap-kelip bintang di langit menjadi saksi perasaan kami saat ini. Mas Gino mempererat genggaman tangannya. Ia tidak melepasnya walau sebentar saja. Tidak terlihat begitu Banyak orang lalu lalang, hanya ada beberapa pasang muda-mudi sekedar lewat. Tempat ini sungguh indah untuk pasangan yang baru menikah. Lepas mata memandang terhampar kelap-kelip cahaya lampu dari rumah penduduk di bawah sana.
"Mas, aku benar-benar bersyukur bisa bertemu denganmu, kamu adalah anugerah terindah yang pernah hadir dalam hidupku". Gumamku manja.
"Mas juga, apa pun yang terjadi jangan pernah tinggalkan Mas ya, Sayang". Mas Gino membelai rambutku mesra dan mengecupnya sangat lama.
Kami menikmati malam ini dengan penuh rasa syukur atas nikmat Allah yang tak ternilai harganya.
Tiba-tiba, suara deru beberapa motor gede memekakkan telinga. Cahayanya tepat ke arah kami hingga menyilaukan mata. Dua orang dari mereka berjalan mendekati kami dan menarik lenganku dengan kasar. Aku terkejut. Begitu juga Mas Gino.
"Mas...". aku berusaha meraih tangan Mas Gino.
"Rania...". Tiba-tiba satu tonjokan mendarat di pipi Mas Gino hingga ia tersungkur.
Dua orang kekar yang menyeretku memaksa masuk ke dalam mobil putih. Aku tak berdaya dan sangat mengkhawatirkan keadaan Mas Gino.
"Maaasss...!!!!" Aku berteriak sekencang-kencangnya. Namun seseorang membekapku dengan sapu tangan. Setelah itu aku tidak sadarkan diri.
**********************
Perlahan aku membuka mata. Ku pandangi sekeliling, beberapa barang bertumpuk tak karuan.
"Aku dimana?" Kepalaku rasanya pusing sekali.
"Mas Gino, Mas dimana?" Aku melihat sekeliling. Tidak ada siapa pun. Aku segera menuju pintu. Dikunci.
"Toloooooong.... Siapa pun di luar tolong aku?". Teriakku sekencang-kencangnya. Sunyi. Tak satu orang pun mendengar suaraku.
"Bagaimana ini? Siapa mereka? Kenapa mereka mengurungku di sini?" Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
Aku mulai mencari akal agar bisa keluar dari sini. Beberapa barang yang bertumpuk hanya berupa kain bekas yang tidak dipakai lagi. Tidak satu pun kutemukan benda untuk digunakan mencongkel pintu. Aku mulai gelisah. "Bagaimana kalau aku tidak bisa keluar dari sini?" batinku putus asa.
"Ya Allah, tolonglah hambaMu ini!".
Kulirik jam menunjukkan pukul 13.00 siang. Ternyata aku sudah setengah hari di sini. Perutku mulai keroncongan. Sejak pagi aku belum memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
"Mas Gino, Mas dimana?" tiba-tiba aku teringat handphoneku, ya dimana aku letakkan handphoneku? Aku tidak menemukan tas dan seluruh isinya.
"Mungkin mereka telah mengambilnya". Pikirku.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang?". Aku mulai lemas dan terduduk agar rasa pusingku segera menghilang. Aku tidak ingat apa-apa lagi.
*********************
"Dimana kamu sembunyikan Rania, Ma? Aku mohon, jangan sakiti dia? Kalau kamu marah, marahlah padaku! Ia tidak bersalah. Ia tidak tahu apa-apa, Ma!". Gino mulai hilang kesabaran.
"Kamu kira aku tidak sakit mendengar kamu membela dia, Pa? Kamu benar-benar tega!! Aku akan melakukan hal yang lebih gila lagi pada perempuan itu jika papa tidak mengubah pendirian papa!" Ancam Rina kecewa.
"Tidak begini caranya, Ma! kita bisa bicarakan baik-baik".
"Baik bagaimana lagi, Pa? Dari awal semua memang sudah tidak baik dan akhirnya juga pasti tidak akan baik.
"Baiklah, sekarang apa yang Mama inginkan? Tanyaku pasrah.
"Jangan pernah temui perempuan itu. Setelah itu, aku tidak akan mengganggu hidupnya". Tawar Rina dengan wajah kencang.
"Kalau itu yang Mama inginkan, akan kuturuti. Sekarang, tolong beritahu aku dimana Rania sekarang? Aku ingin melihat kondisinya walaupun dari kejauhan. Setelah itu aku tidak akan menemuinya lagi!" Ujar Gino pasrah.
"Baik, aku harap papa tidak ingkar janji". Ujar Rina walaupun hatinya terasa berat.
***********************
Perlahan Rania membuka mata, seluruh warna sekelilingnya terlihat berwarna putih.
"Ibu sudah sadar?" Sapa suster yang kebetulan berada di ruang rawat Rania.
"Aku dimana, Sus?" Tanya Rania bingung.
"Ibu ada di Rumah Sakit Kasih Bunda, tadi Ibu diantar seorang laki-laki bertubuh tinggi. Sepertinya suami Ibu, karena ia kelihatan sangat khawatir". Ujar suster.
"Kemana, laki-laki itu sekarang, Sus?" Aku yakin itu pasti Mas Gino.
"Pesan beliau, kalau kondisi Ibu sudah pulih, Ibu bisa langsung pulang saja, karena beliau katanya ada urusan mendadak". Jelas suster.
"Oh ya, Bu. Segala yang berkaitan dengan administrasi sudah beliau bereskan" Tambah suster lagi.
"Mas, kamu kemana? kok, nggak nungguin aku?" Rania merasa ada yang janggal.
Tiba di rumah Rania melepas penat dengan membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Ia masih kepikiran tentang kejadian yang menimpanya.
"Apa sebenarnya yang terjadi? Apakah Mas Gino menyembunyikan sesuatu dariku?". Rania menebak sesuatu yang terlintas di benaknya.
"Apakah Mas Gino terlilit hutang? Sehingga gerombolan tadi menculikku dan meminta bayaran sama Mas Gino? Tapi nggak mungkin, kan Mas Gino sepertinya tidak begitu kekurangan uang". Rania mulai menebak-nebak. Hingga akhirnya ia tertidur setelah lelah berpikir.
***********************
"Maafkan Mas, Rania. Mas terpaksa melakukan ini semua demi keselamatanmu. Aku tidak ingin terjadi apa-apa padamu. Mas janji akan selalu menjagamu walau itu dari kejauhan. Mas tidak sanggup melihatmu di sakiti lagi oleh Rina". Gino memandangi rumah yang ditempati Rania hadiah pemberiannya. Rani belum tahu kalau Gino membeli rumah tersebut dan telah memberikannya untuk Rania. Jadi Rani belum tahu tempat tinggal Rania sekarang.
*********************
"Mama sudah memberikan kesempatan sesuai permintaan papa, aku harap, sekarang tidak ada lagi perempuan itu dalam hidup kita. Mama ingin, kita kembali hidup seperti dulu lagi, Pa". Ujar Rani seraya memeluk Gino erat dari belakang.
Gino tak bergeming. Rasa yang memang sebelumnya sebatas sayang karena hutang Budi. Kini sama sekali hilang dalam hatinya setelah tahu sifat asli istri pertamanya itu. Menurutnya cinta yang dimiliki Rina untuknya hanyalah sebatas karena obsesi terhadap dirinya. Tidak tulus. Andaikan Rina tulus ia tidak akan menyakiti orang lain demi membuat dirinya bahagia. Namun, pemikiran itu ia simpan dalam-dalam. Ia harus menunjukkan sikap sewajarnya saja demi keselamatan Rania.
"Rania, bersabarlah sebentar, Mas akan mencari solusi dari masalah ini. Mas yakin kita akan bersatu kembali". Tekad Gino dalam hati.
"Pa, mama ingin tidur di samping papa malam ini dan seterusnya. Jangan pernah tinggalin Mama, Pa". Ujar Rani mempererat pelukannya.
Dada Gino terasa sesak. Ingin rasanya ia melepaskan pelukan Rina. Namun, ia tak berdaya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
Diah Ratna
semangat rani
2021-05-29
1
Sri Rochayatun
bagus ceritanya aq suka thor
2021-05-29
1
Awalludduin rambe
sukses buat ceritanya
2021-02-18
2