Jatuh Cinta

"Ran... aku menyukaimu". Dokter Gino mendekatkan wajahnya tepat di wajahku. Rasanya jantungku hampir berhenti berdetak. Perlahan ia mengecup keningku lembut. Aku tak kuasa menolaknya.

"Aku tahu kamu juga merasakan hal yang sama kan, Ran?" tanya Gino menatap lekat wajahku. Rasanya aku seperti ditelanjangi bulat-bulat karena pertanyaannya. Aku tertunduk malu. Dokter Gino seakan sudah tahu jawabannya. Ia meraih tubuhku dan memeluknya erat. Seakan ia tak ingin melepasnya lagi.

"Ran, aku mau menunjukkan sesuatu untukmu". Jelas Dokter Gino

"Apa itu, Dok?" Tanyaku penasaran.

"Jangan panggil Dok lagi, Sayang. Panggil aku Mas. Mas Gino. Okey!" Perintahnya.

"Ya, ya udah, Mas". Jawabku tersenyum malu-malu.

"Ya, sudah kamu siap-siap, gih! Mas tunggu di mobil!" ucapnya sambil berlalu.

**************************

"Kita mau kemana, Mas?" tanyaku penasaran.

"Ntar lagi sampai, Sayang." jawabnya lembut

Hatiku tak karuan mendengar Mas Gino memanggilku dengan panggilan "sayang".

"Mas, boleh nanya nggak?" Tanyaku hati-hati.

"Hmmmm.... kira-kira sulit gak ya pertanyaannya?" Mas Gino balik bertanya.

"Hmmmm... nggak sampai meras otaklah, Mas" jawabku sekenanya.

"Mau nanya apa coba? Kalau mau nanya kenapa aku tampan itu sulit untuk dijawab. Masalahnya aku juga heran kok bisa setampan ini" Gurau Mas Gino dengan percaya diri.

"Ih, pede amat sih, Mas!" jawabku kegelian.

"Terus apa, dong?"

"Aku cuma masih nggak percaya, kok bisa sih Mas suka sama Rania?"

" Benar-benar pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Mas juga nggak tahu kenapa pertama lihat Rania, tiba-tiba Mas berdebar-debar jantungnya. Udah lama Mas nggak merasakan hal seperti ini". Jelasnya tersenyum.

"Apa Mas yakin dengan perasaan Mas sama Rania?" Tanyaku ragu.

"Yakin!" Jawabnya singkat

"Tiga kali bertemu denganmu sudah cukup meyakinkanku dengan perasaanku, Ran. Selama 3 Minggu itu aku tidak pernah berhenti memikirkanmu. Aku juga nggak tahu kenapa". Lanjutnya.

"Apalagi setelah aku tahu kamu juga merasakan hal yang sama, aku jadi semakin yakin". Tambahnya lagi.

"Mas yakin darimana?" tanyaku pura-pura cuek.

"Ternyata jantung yang aku punya sama dengan jantung yang aku periksa. sama-sama berdebar". ledeknya membuat wajahku kian merona.

"Okey, kita sudah sampai!" jelasnya seraya memarkirkan mobil.

Aku melihat sekeliling. Sebuah rumah minimalis bercat biru muda dipadu dengan warna pink tertata apik di depan mata. halamannya dipenuhi dengan berbagai aneka bunga menghiasi sekeliling pekarangan. Aku begitu takjub.

"Ini mah bagaikan langit dan bumi jika dibandingkan dengan rumahku yang kecil". Batinku dalam hati.

"Ran, kamu suka tidak rumahnya?" Tanya Mas Gino.

"Ma.. maksud Mas?" Tanyaku tidak mengerti.

"Rumah ini hadiah Mas untuk kamu". Jelasnya.

"Mas, nggak salah? secepat itu Mas?" Tanyaku sekan tidak percaya.

"Tidak begitu cepat. Rumah ini sudah lama aku beli. Namun, sengaja dibiarkan kosong karena belum ada yang huni. Nah, sekarang penghuni yang ditunggu-tunggu ternyata sudah datang. Selamat datang di rumah baru Nyonya Gino!" Sanjung Mas Gino membuatku tersipu.

"Maksudnya apa semua ini, Mas?" Aku benar-benar kebingungan.

"Ran, maukah kamu jadi istriku? Aku benar-benar serius ingin mempersuntingmu, aku ingin hubungan kita segera dihalalkan agar terhindar dari fitnah". Jelasnya

"Mas.." Aku tidak bisa berkata apa-apa. Senang, bingung campur aduk jadi satu.

Mas Gino segera meraih tanganku dan menyematkan sebuah cincin polos namun elegan di jari manisku. Aku benar-benar terharu.

"Sekarang, kamu bisa lihat rumah kita". Ajaknya.

Rumah itu tidak terlalu besar. Cukup untuk keluarga kecil yang baru membangun rumah tangga. Rasanya aku seperti bermimpi dilamar seorang pria yang mencintaiku seperti ini. Walaupun kecil, tapi rumah ini memiliki tiga kamar, satu kamar utama, kamar tamu, dan kamar asisten rumah tangga. Selebihnya, ruang tamu, ruang keluarga,dan dapur. Aku sangat menyukai desainnya.

"Gimana, kamu suka?" Tanya Mas Gino.

"Iya, Mas. Aku suka". Jawabku sumringah.

Tiba-tiba handphone Mas Gino berbunyi.

"Sayang, sebentar, ya. Kamu lihat-lihat dulu rumahnya. Aku angkat telepon sebentar". Katanya sambil menjauh dariku.

"Iya, Ma!" terdengar Mas Gino menjawab telepon. Aku pikir itu pasti Ibunya yang sedang menghubunginya.

Berselang beberapa menit Mas Gino sudah selesai dengan teleponnya.

"Sayang, kalau sudah selesai aku antar balik ke Rumah Sakit ya" Ajaknya.

"Iya, Mas".

"Sayang, hari ini aku ada urusan sebentar, kamu nggak apa-apa kan aku tinggal di Rumah Sakit sendiri?" Tanya Mas Gino sedikit merasa bersalah.

"Nggak apa-apa, Mas! Ngomong-ngomong berapa hari aku nginap di rumah sakit nya, Mas?" Tanyaku penasaran.

"Sampai penyakitku sembuh". Jawabnya cuek.

"Emangnya Mas sakit apa?" Tanyaku bingung karena yang aku lihat dia sehat-sehat saja.

"Sakit rindu, ntar kalau rindunya kelar baru kamu boleh pulang". Jelasnya tanpa beban.

"Mas ada-ada aja, deh. Mas kan bisa ke rumah kalau rindu". Saranku bingung.

"Mas nggak bisa, sayang terlalu jauh. Kalau di rumah sakit kapan pun aku bisa melihat mu, maafkan aku ya. Kamu jadi korban penyakitku yang nggak tahu diuntungkan ini". Katanya dengan wajah sedih simpul.

"Iya juga, sih. Mas kan orang sibuk sedunia. mana ada waktu buat pacaran kayak anak remaja. Tapi aku senang kok Mas mengurungku karena rindu". Pujiku malu-malu.

"Justru kita bukan remaja lagi, karena sebentar lagi. perempuan cantik ini akan menjadi nyonya Gino." Kebutnya mantap.

aku hanya tersenyum bahagia mendengar celoteh pria yang baru saja melamarku. Jujur saja aku sangat bahagia.

"Mas..".

"Hmmmm...."

" Kalau boleh tahu, yang menghubungi Mas tadi Ibunya Mas ya?". Tanyaku hati-hati.

"Eh, i.. iya, Sayang. Kenapa? Udah nggak sabar ya mau ketemu Ibu aku?" Tanyanya Balik.

"Ih, apaan sih, Mas. Nanya doang, kok!" Aku berkelit.

"Sebenarnya, Mas udah nggak punya ayah atau pun ibu lagi, mereka sudah lama meninggalkanku selamanya, Ran. Sejak aku berusia 12 tahun. Aku diasuh oleh pamanku hingga SMA". Kisahnya.

"Maaf, Mas. Aku nggak tahu". jawabku merasa bersalah.

"Nggak apa-apa, Sayang. Kamu perlu tahu tentang hal ini". Belanya sambil menggenggam erat tanganku. Aku memberinya senyum menguatkan. Ternyata di balik kesuksesan seorang Dokter Gino terselip kisah mengharukan.

Akhirnya, kami sampai di Rumah Sakit. Mas Gino langsung menghidupkan mobilnya setelah aku turun.

"Sayang, maafin aku ya nggak bisa ngantar kamu ke kamar". katanya.

"It's okay, nggak apa-apa, Sayang. Hati-hati di jalan, ya". Aku melempar senyum termanis untuk pria yang ku cinta.

Ia pun segera melajukan mobilnya hingga hilang di sudut jalan. Aku kembali ke kamarku melepas penat seharian keluar dari Rumah Sakit. Bismillah, semoga keputusan ku ini adalah langkah yang tepat untuk menjalani hidup. Batinku.

Terpopuler

Comments

Dewi Erliana Jahro

Dewi Erliana Jahro

waduh ketemu 3x langsung cinta

2021-06-23

0

Sri Rochayatun

Sri Rochayatun

gio gk jujur ya klu udh nikah

2021-05-29

1

Awalludduin rambe

Awalludduin rambe

😍

2021-02-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!