Pagi yang cerah, menyebarkan cahaya hangat bagi setiap makhluk yang sedang mengawali aktifitas hariannya. Terdengar suara kicau burung yang berasal dari pepohonan di sekeliling padang golf. Kupu-kupu yang ikut menyambut sinar mentari tampak beterbangan dengan sesekali hinggap pada bunga-bunga yang sedang mekar di taman bunga sekeliling pagar rumah.
Namun sinar mentari pagi itu tak mampu membuat suasana kamar itu ikut menghangat. Ruangan itu tetap gelap gulita sejak semalam. Gorden tebal berwarna cloudy concrete of grey tetap tertutup rapat tanpa memberi celah sedikitpun bagi masuknya cahaya mentari.
Bahkan dari dalam kamar yang gelap itu pun tak tampak jika sebenarnya ada seorang pemuda yang tengah tidur tengkurap di atas ranjang sleigh bed. Ranjang dengan headboard kulit berwarna brown mahogani dan dipan vintage berwarna dark mahogani. Bed cover yang sedikit tersingkap tidak begitu kusut meskipun tertindih oleh tubuh pemuda itu. Sepertinya tidak ada pergerakan berarti sejak ia tertidur hingga saat ini.
Ilham Adelio, 26 tahun, seolah enggan untuk membuka mata alih-alih untuk bangun pagi ini.
tok...tok...tok...
"Mas... Mas Ilham. Sarapan sudah siap Mas."
Terdengar suara seseorang mengetuk pintu kamar Ilham. Seperti biasa... tak ada jawaban. Dengan sabar, Mbok Sari, perempuan paruh baya yang mengetuk pintu tadi menunggu beberapa saat di depan pintu.
Sudah beberapa hari, Ilham, majikan mudanya itu selalu melewatkan subuh bahkan sarapannya. Ia baru keluar kamar ketika hari sudah siang. Itu pun seperti tak ada bedanya, rumah itu seolah tak berpenghuni. Karena setelah sedikit mengisi perut, Ilham akan naik ke lantai tiga di mana ruang pribadinya berada.
Entah ruangan apa, tak ada yang mengetahuinya. Karena tak seorang pun diijinkan untuk memasukinya.
Dulu ketika Abah Haikal membeli rumah ini, tidak ada ruangan di lantai tiga, hanya ada helipad yang kemudian disulap menjadi sebuah ruangan yang luas oleh Ilham.
Hanya Mbok Sari yang sesekali naik ke lantai tiga, itupun hanya sampai depan pintu ruangan. Untuk mengingatkan makan malam sang majikan muda tentunya.
Rumah mewah tiga lantai tersebut hanya didiami Ilham seorang. Sedangkan Mbok Sari dan pekerja yang lain tinggal di paviliun belakang. Hanya Mbok Sari dan suaminya, Pak Hadi yang diberi akses untuk masuk ke dalam rumah.
Sebenarnya Ilham bukanlah sebatang kara. Ia memiliki seorang ibu, Fatma namanya, hanya saja saat ini berada di Singapura. Bu Fatma sedang menemani Annisa yang baru melahirkan putra keduanya. Annisa adalah adik perempuan Ilham, memiliki dua orang anak, Azyan yang berusia 3 tahun dan Noris yang baru dilahirkan 3 bulan yang lalu. Suaminya, Zein yang keturunan Cina-Jawa dan Arab-Batak itu memiliki beberapa outlet di Far East Plaza dan Bugis Street.
Selain ibu dan adiknya, Ilham juga memiliki seorang kakak. Rahmat, seorang pengusaha dan investor di ibukota. Ia memiliki istri seorang dosen di sebuah universitas negeri dan seorang putri usia remaja yang sedang menjalani boarding school di Tsuraya International Islamic High Shool.
Sedangkan Ilham setelah lulus kuliah mewarisi perusahaan almarhum ayahnya yang sebelumnya dikelola oleh Bu Fatma.
Ilham memang sejak awal sudah digadang-gadang untuk meneruskan usaha ayahnya, karena Rahmat lebih memilih mengikuti passionnya sendiri. Oleh karena itu, Ilham tidak memiliki banyak teman gaul.
Setiap hari kegiatannya sepulang sekolah adalah mengikuti ayahnya kemanapun beliau pergi baik urusan perusahaan, silaturahmi denan rekan-rekan bisnis ayahnya bahkan pergi mengaji di beberapa majlis taklim.
Kecuali saat ia memutuskan untuk kuliah di luar negeri, benar-benar harus mandiri. Meskipun pada akhirnya ia harus kembali ke tanah kelahiran demi meneruskan usaha ayahnya itu.
Kepulangan sekitar setahun yang lalu, yang harusnya menjadi awal kebahagiaan untuknya. Justru awal tragedi yang sangat menyakitkan baginya, yang menjatuhkannya dalam jurang keterpurukan yang paling dalam.
tok... tok... tok...
"Mas Ilham... sarapannya saya bawakan ke kamar kah?" seru Mbok Sari lagi. Sekedar meyakinkan dirinya, apakah majikan yang ia sayangi sejak kecil itu sudah bangun atau belum. Entah sudah berapa menit ia berdiri di depan pintu.
ceklek...
Tak lama pintu terbuka, kemudian tampaklah Ilham masih dengan piyama polos warna abu-abu, muka bantal yang sedikit tirus pucat dan rambut acak-acakan. Rambut halus tumbuh di sekitar dagu hingga depan telinga. Sungguh pemandangan yang tak pernah terjadi sebelumnya.
Ilham yang biasanya selalu tampak rapi dan segar, tak pernah lupa untuk bercukur. Sungguh kontras sekali dengan penampakannya beberapa hari terakhir ini. Tampak tidak terawat dan tidak dalam keadaan baik-baik saja.
Mbok Sari tersenyum menatap majikannya yang sedang menguap dan menggaruk tengkuknya itu.
"Aku mandi dulu, Mbok. Dan tolong rapikan kamarku ya."
"Baik Mas," sahut Mbok Sari seraya ikut masuk ke dalam kamar.
Setelah Ilham masuk kamar mandi, lekas-lekas perempuan seusia bu Fatma tersebut membuka gorden lebar-lebar.
Kamar yang sebelumnya tampak gelap gulita seketika menjadi terang benderang. Panas sinar matahari pagi perlahan menyeruak ke dalam kamar, suhu kamar yang semula dingin pun menjadi perlahan menghangat.
Dari kaca lebar yang dibuka gordennya tadi, tampak sebuah balkon berukuran sedang, yang terdapat sebuah kursi santai dan meja bulat di sebelah kiri dan pot bunga monstera di pojok kanan. Terdapat dua set dumbbell ukuran 3 kg dan 5 kg tergeletak di lantai di sudut kanan.
Dibukanya satu sisi pintu kaca yang membatasi kamar dengan balkon, agar udara segar bisa masuk ke dalam kamar.
Seandainya saja ia diijinkan merawat tanaman bunga di taman bunga yang berada tepat di depan balkon itu, pasti udara segar dan semerbak aroma bunga yang masuk ke dalam kamar. Namun mbok Sari hanya bisa mengelus dada dan membatin, tanpa berani mengusulkan atau sekedar bertanya.
Setelah itu, ia merapikan bedcover dan menata bantal guling serta selimut. Menyusuri sekeliling kamar guna melihat apakah ada hal yang perlu dibenahi. Namun sepertinya tak ada, sebutir debu pun ia tak tampak.
"Makasih Mbok," ucap Ilham sambil meletakkan pakaian kotornya di keranjang dekat pintu kamar mandi. Lalu beranjak ke walk in closed di sebelah kamar mandi.
"Sama-sama Mas. Saya sudah siapkan sarapannya di bawah Mas."
Lalu Mbok Sari mengambil keranjang cucian dan membawanya ke paviliun belakang.
Setelah memakai pakaian santai, celana bermuda warna krem dan kaus polos warna putih, Ilham berjalan ke balkon.
Mengangkat tangan dan menarik punggungnya keatas dan ke samping. Lalu meletakkan tangan di pinggang dan memutar-mutar pergelangan kakinya bergantian. Sempat melirik dumbbell di sudut kanannya, ingin mengambil tapi diurungkannya.
Pandangannya kemudian terpaku pada taman bunga disamping rumahnya, tepat di hadapan bawah balkon kamarnya. Dilihatnya taman bunga yang tidak terawat itu, banyak semak-semak dan rumput liar yang tumbuh dan tanaman dalam pot yang mulai mengering.
Landscape taman yang seharusnya tampak indah jadi terlihat memprihatinkan.
Lalu sebuah paviliun kecil yang berdebu dan warna catnya memudar. Tampak di beberapa titik ditumbuhi lumut dan menjadi sarang laba-laba.
Seandainya bisa dilihat dari luar, maka akan kontras sekali dengan rumah mewahnya yang sangat bersih dan terawat.
Paviliun kecil dan taman bunga tersebut berada di samping rumah, sangat privat, satu-satunya akses hanya pintu besi yang berada dalam gudang di sisi paling ujung paviliun belakang. Dan hanya Ilham yang memegang kunci pintu besi tersebut.
Terlihat rahang Ilham sedikit mengeras lalu sedikit mendongak ke atas dan kemudian membalikkan diri ke dalam kamar.
Meraih handphone di atas nakas, mengetik pesan pada asistennya, Arief, memintanya untuk menghandle pekerjaannya karena hari ini ia belum bisa berangkat kerja lagi hari ini. Dan ini sudah hari yang ke lima.
Setelah pesan menunjukkan centang berwarna biru, segera ia matikan handphonenya dan bergegas turun untuk sarapan.
Tanpa banyak bicara, ia duduk di kursi meja makan. Ada beberapa sajian di atas meja itu. Semua adalah menu sarapan favoritnya. Tiba-tiba ia merasa lapar yang teramat sangat. Mbok Sari memang terbaik.
"Makasih Mbok... omeletnya enak," ucap Ilham sambil menguyah omelet dengan lahap.
Lalu mencomot sandwich yang kemudian ia makan dalam dua kali suap saja. Diambilnya bubur ayam yang ternyata sudah tidak begitu hangat, tapi tetap ia makan dengan lahap juga.
"Kenapa, Mbok?" tanya Ilham ketika ia melihat Mbok Sari menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum.
"Laper, Mbok," lanjutnya sambil menyengir pada orang yang mengasuhnya sejak kecil tersebut.
"Gimana ndak laper Mas. Kemarin cuman sarapan roti oles trus seharian ndak makan. Jaga kesehatan Mas... Mbok sedih kalo nanti Mas Ilham jadi sakit lagi," pelan Mbok Sari mencoba memberi nasihat pada majikan yang sudah ia anggap sebagai anak sendiri.
Namun Ilham hanya menganggukkan kepalanya sekali saja kemudian ia habiskan segelas air mineral lalu beranjak pergi ke atas menuju ruang pribadinya di lantai tiga rumah itu.
Mbok Sari hanya bisa menghela napas lalu membersihkan peralatan makan yang baru digunakan oleh Ilham untuk sarapan tadi.
"Sar... gimana Mas Ilham?" tanya Pak Hadi begitu ia masuk ruang dapur.
"Masih seperti kemarin... tapi ini tadi makannya lumayan banyak. Sepertinya Mas Ilham tidak berangkat kerja lagi... memangnya di atas ngapain aja ya, aku khawatir Pak'e," jawab Mbok Sari dengan sedih.
Pak Hadi menghela nafas dengan berat, ada kekhawatiran pada raut wajahnya akan kondisi majikan yang ia anggap sebagai anaknya sendiri tersebut.
Bagaimanapun ia sudah berjanji akan menjaga keluarga ini, lebih tepatnya mengabdi. Ia dulu yang bukan siapa-siapa, bahkan dipandang sebelah mata oleh orang-orang di sekitarnya, tiba-tiba diangkat sebagai asisten Abah Haikal.
"Sudah kau siapkan kamar Bu Fatma? Mungkin satu jam lagi beliau sampai bandara."
"Sudah Pak... soto kesukaan Ibu juga sudah siap. Pak´e mau sarapan soto?" jawab Mbok Sari sembari menawarkan sarapan.
Kemudian suami istri yang mengabdi sejak masa lajang pada keluarga Haikal Maulana tersebut menikmati sarapan berdua. Dalam hati keduanya sama-sama memiliki harapan kedatangan Bu Fatma akan mengembalikan Ilham pada keadaan yang lebih baik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
🇮🇩كون كوني🇮🇩
Tulisan udah rapi kok, Bun... Juga udah nyambung kalimat satu ama lainnya..
2021-03-19
1
Fibriani
semangat kak ☺️aku masih di karyamu
2021-01-24
1