Mungkin diriku masih trauma dengan masa laluku. Tetapi, aku tetap berusaha untuk keluar dari lingkaran masa lalu yang pahit itu. ~Reynaldi Johan Pratama~
****
Mungkin menurut banyak orang, masa lalu adalah kepingan kejadian kita di masa lampau, yang harus kita simpan untuk sebuah pembelajaran hidup. Akan tetapi, tidak untuk sebagian orang. Menurut mereka yang memiliki masa lalu kelam, banyak yang menjadikan dirinya terjebak akan derita dan trauma masa lalu.
Banyak diantara mereka yang tak bisa keluar dari kelamnya masa lalu, entah karena masa lalu mereka terlalu sakit, atau karena penyesalan yang berada di dalam lubuk hatinya.
Begitupun yang dirasakan oleh seorang CEO Perusahaan Pratama Reynaldi Johan Pratama, dia salah satu korban dari traumanya akan masa lalu. Penyesalan ketika istrinya meninggal karena sebuah penyakit, membuat luka menganga di hatinya. Ditambah, dirinya yang tidak bisa bersatu dengan orang yang dia cintai, membuat seorang Rey takut untuk memulai kisah barunya lagi.
****
"Bagaimana, Tuan? Anda setuju, 'kan, untuk kembali ke perusahaan utama?" tanya Bima yang sedang berdiri di depan meja kerja bosnya itu.
Rey masih diam. Tubuh tingginya itu masih berdiri tegap menghadap ke jendela yang dapat menatap indahnya Kota Jakarta dari lantai atas.
Lelaki itu hanya memandang ke arah luar jendela dengan manik mata tajamnya. Alisnya tebal dengan sedikit berkerut dan kedua tangan diselipkan ke saku celananya, menandakan bahwa Rey sedang berpikir.
Lelaki itu menghela nafas lelah, harus sampai kapan dirinya menghindar dari Perusahaan Utamanya itu. Sejujurnya dia pindah ke perusahaan cabangnya karena kenangan bersama almarhum istri dan gadis yang pernah dia cintai begitu banyak di ruangan lamanya itu.
Dia hanya takut bayang-bayang mereka muncul dibenaknya kembali. Meski tak dapat dipungkiri, saat ini dirinya sudah pindah ke perusahaan cabang, namun pikirannya selalu tertuju pada dua gadis itu.
Perlahan, Rey berjalan menuju kursi kebesarannya. Mendaratkan tubuhnya yang kekar disana.
"Baiklah, aku akan kembali ke Perusahaan Utama besok."
Final sudah.
Rey akan menguatkan hati dan pikirannya, agar bisa melakukan semua ini. Lelaki itu juga berusaha agar dirinya tak semakin jatuh ke lembah jurang penyesalan yang semakin tumbuh di hati dan pikirannya.
Bima tersenyum senang, dalam hati dia bersyukur karena bos sekaligus sahabatnya mau untuk kembali ke tempatnya yang benar.
Sejujurnya, ini bukan kali pertama Bima membujuk dan merayu Rey agar mau kembali Ke Perusahaan Utama. Namun dulu, Rey selalu saja menemukan alasan untuk menolak dan memilih berdiam diri disini.
"Saya akan siapkan ruangan anda disana, Tuan," ucap Bima sopan.
"Tolong renovasi semua tata letak yang ada di dalam sana, Bim!" titah Rey.
Bima mengangguk setuju, lelaki itu segera pamit keluar ruangan Rey. Meninggalkan lelaki yang sedang menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi.
"Aku akan mengunjungimu nanti sore Sa," gumam Rey dalam hati.
Dia melirik pigura yang Rey letakkan diatas meja kerjanya. Disana, bisa dilihat oleh matanya, foto tiga sosok wanita berbeda umur. Ada Aqila, Rossa dan mamanya.
Perlahan dia mengambil pigura itu dan mengusapnya lembut.
"Apa kamu sudah tenang di atas sana?" ucap Rey pelan dengan telunjuknya mengusap foto Rossa.
Semenjak istrinya meninggal, Rey tak pernah luput untuk mendoakan yang terbaik untuk almarhum Rossa. Bayang-bayang ketika dulu dia selalu cuek dengan gadis itu, bahkan Rey juga tak acuh meski Rossa berada disana dan parahnya, ternyata gadis itu sakit parah, dan dirinya baru tau saat Rossa sudah sekarat.
Setelah mengusap wajah Rossa, dia beralih menatap foto gadis dengan jas putih menandakan dia seorang dokter.
Senyum mengembang terpancar dari wajah gadis itu, tak lupa, hijab putih serta gamis hitam membalut tubuhnya disana. Dia mengusap kaca pigura sampai tak terasa air matanya menetes dari ujung sudut matanya.
"Hy Aqilaku," sapa Rey.
"Bagaimana keadaanmu hari ini?"
"Semoga kamu sehat selalu yah, dan juga kehidupan keluarga kecilmu selalu dilindungi oleh Allah."
Doa itulah yang selalu diulang oleh seorang Reynaldi Johan Pratama. Dia hanya ingin, gadis yang pernah dia sakiti dulu, sekarang hanya dilimpahi kebahagiaan. Rey akan selalu mendoakan kebahagiaan dan kesehatan Aqila sampai dia menutup mata.
Dia sadar, jika dulu dia begitu menyakiti hati Aqila. Memberikan harapan palsu hingga akhirnya dia pergi dan meninggalkan luka menganga padanya.
Diusapnya kedua sudut matanya dan tak lupa ia meletakkan kembali pigura kaca itu di tempatnya semula.
****
Waktu sudah menunjukkan pukul 16.30 sore. Seorang pria dengan rahang tegas berjalan dengan langkah tegap keluar dari perusahaan miliknya.
Diluar sana, sudah ada sebuah mobil Buggati Veyron berwarna hitam kebiruan sedang menunggunya. Jangan ditanyakan, mobil yang termasuk sport car itu, terlihat begitu menggugah selera kaum adam adalah salah satu mobil kesayangan Reynaldi Johan Pratama.
Dengan begitu sopan, Bima membukakan pintu mobil belakang untuk bosnya itu.
Rey segera memasuki mobil dan mendudukkan dirinya dengan nyaman di kursi belakang.
"Kita kemana, Tuan?" Tanya Bima sambil menghidupkan mesin mobil.
"Makam Nyonya."
Jika sudah mengatakan itu, Bima tak perlu bertanya lagi. Dia sudah tahu siapa yang dimaksud Nyonya oleh bosnya itu.
Mobil Rey mulai memasuki jalan raya yang terlihat ramai. Wajar saja, para pengemudi motor atau mobil saling menyalip karena mereka ingin segera pulang kerumah.
Rasa lelah dan penat pasti dibawa oleh setiap tubuh manusia yang baru saja pulang dari mencari nafkah. Rey menatap banyak mobil dan motor yang saling menyalip dari balik kaca mobil miliknya.
Tak terasa, mobil yang dikendarai Bima mulai melewati jalan kecil menuju pemakaman umum.
Bima dengan mahir menghentikan mobil Buggati itu dengan mulus. Mencari lahan parkir yang tidak begitu jauh dari makam Nyonyanya itu.
Rey segera menginjakkan kakinya keluar dari mobil. Tak lupa membawa se buket bunga mawar merah, yang tadi dia beli di jalan sebelum ke pemakaman.
****
Rey menekuk lututnya dan duduk berjongkok di samping gundukan tanah yang begitu bersih. Dia meletakkan se buket bunga itu dengan pelan di atas gundukan makam dengan nisan nama Rossa.
Hatinya kembali bergetar, memandang gundukan tanah yang bersih itu dengan air mata menetes.
Hatinya memang selalu lemah ketika datang kemari. Diusapnya nisan almarhum istrinya itu dengan lembut.
"Assalamu'alaykum Rossa," sapa Rey pelan sambil mengusap air matanya.
"Kamu sudah bahagia disana kan?"
"Aku selalu berharap disina kamu selalu bahagia."
"Maafkan aku yang selalu menyakitimu dulu, mengacuhkanmu bahkan tak mencoba untuk membuka hatiku untukmu."
Isak tangis Rey perlahan terdengar. Bahunya berguncang menandakan lelaki itu begitu terpukul. Dia memang seperti ini, Rey tak pernah sanggup untuk datang kesini.
Dia usap lagi nisan itu penuh kasih.
"Mulai besok aku akan kembali ke perusahaan utama," Rey menjeda, "doakan aku yah, semoga bayang-bayang kamu dan sahabatmu tak tampak di kedua mataku lagi."
Matanya kembali meneteskan air mata. Nafasnya naik turun. Emosinya selalu terombang ambing jika sudah berkaitan dengan masa lalunya.
"Do'akan aku ya Sa, aku ingin bahagia. Aku ingin dicintai dan mencintai juga. Sudikah kamu mendo'akan aku di sana? Mendo'akan lelaki jahat yang sudah menyakitimu ini?"
~Bersambung~
Jangan Lupa Like, Komen dan Vote Yah!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 175 Episodes
Comments
HARTIN MARLIN
aku menyimak dulu
2023-10-05
0
Jupilin Kaitang
masa lalu itu selalu hadir dalam ingatan
2022-11-08
0
Sofia Rosa
cerita nya bagus banget lho aku sampek episode terakhir lho bagus banget 🥰🥰🥰
2022-09-01
0