Setelah peperangan batin yang cukup lama, akhirnya aku putuskan untuk membuka surat itu. Dengan perasaan was was, jantungku berdetak cepat, saking gugup nya, melebihi sidang vonis hukuman mati. Aku mulai dengan Bismillah agar isinya tidak mengecewakan, ku buka surat itu perlahan-lahan dan membacanya.
"Untuk Meida Khanza Aulia jika sudah berusia 21 tahun"
Assalamualaikum ....
Bagaimana keadaan mu sekarang nak? Ummah berharap kamu baik-baik saja dan selalu ada dalam lindungan Allah SWT, Aamiinn..
Disaat kamu membaca surat ini, ummah dan abi berharap masih ada disampingmu, menguatkanmu. Ummah dan abi akan selalu ada bersamamu, kalau pun tiada, kuat kan hatimu, bersabarlah, rencana Allah lebih indah sayang.
Rencana Allah sangat indah nak, ummah bahagia kamu hadir di kehidupan ummah, ummah berharap kamu pun demikian. Ummah dan Abi mohon jangan pernah membenci kami setelah mengetahui kebenarannya, yang perlu nda ketahui ummah dan abi sangat mencintai dan menyayangi mu nak.
Sebenarnya ummah berat mengungkapkan ini semua nak, jika ummah terus menutupinya, takutnya ini menjadi boomerang untukmu dan kami kedepannya. Ummah dan abi tidak ingin terus menutupi, karena selalu dihantui perasaan tak tenang, perasaan was was, dan bersalah. Ummah takut kamu mengetahui ini dari orang lain, untuk itu kami ingin mengungkapkan semua, dan siap dengan segala konsekuensinya.
Sejujurnya kamu terlahir bukan dari rahim ummah nak, kamu bukanlah anak kandung ummah dan abi. Walaupun begitu ummah dan abi sangat menyayangimu melebihi rasa sayang kami kepada anak kandung kami, jadi jangan ragukan kasih sayang kami nak, kamu pun pasti merasakannya..
21 tahun lalu...
Kami menemukanmu tergeletak di teras masjid, ketika kami sedang beristirahat untuk melaksanakan shalat isya di sebuah masjid yang berada di kota Surabaya. Waktu itu kami akan pulang ke Bandung setelah selesai berziarah dari makam wali yang berada di kota Malang. Entah firasat apa, tidak seperti biasanya, setelah dari malang kami ingin sekali pergi ke surabaya, dan dari sana awal kami menemukan mu dalam keranjang bayi nak..
Pertama kali kami melihat mu, kami langsung jatuh hati, entah awal perasaannya dari mana, kami sangat menyukaimu, dan ingin melindungimu.
Senyummu mengingatkan kami pada anak kami yang meninggal 1 tahun lalu, akibat korban dari kecerobohan seseorang.
Karena rasa itu, kami tidak melapor ke polisi, melainkan membawamu pulang cepat- cepat ke bandung ke kota asal kami. Kami takut ada yang mengetahuimu, kami menyadari perbuatan kami salah, maka dari itu maafkan kami nak.
Niat kami membawamu pergi bukan untuk menjauhkan dari keluarga mu nak, tapi kami ingin melindungimu, kami takut kamu jatuh ke tangan orang yang salah. Karena kami menyadari kamu hanyalah korban dari keserakahan seseorang.
Setelah diperjalanan, kami menemukan kalung mutiara biru terselip dibajumu, kami simpan kalung itu dan akan kami memberikan padamu di waktu yang tepat, kalung itu kami simpan di bawah surat ini, kamu pasti menemukannya nak. Kami yakin kalung itu bisa berguna suatu hari nanti, kalung itu akan menjadi jalan tersingkapnya jati diri mu, maka simpanlah kalung itu baik-baik nak, karena kami yakin banyak orang yang mengincarnya, karena kalung itu sangat berharga. Dan dikotak ini pula tersimpan baju yang kamu gunakan ketika kami menemukanmu, mudah-mudahan barang ini bisa menjadi petunjukmu menemukan keluarga mu nak.
Ummah dan abi tahu, pasti kamu sangat terpukul setelah membaca surat ini, tapi kami berharap kamu jangan sampai melukai diri sendiri. Janji! Demi ummah dan abi kamu jangan sampai melakukan hal-hal yang merugikanmu.
Kuatkan lah hati mu nak, ingat... rencana Allah lebih baik daripada rencana manusia, pasti ada hikmah dibalik semua ini, berserah dirilah kepada Allah, Inn Sya Allah ... Allah akan membuka semua tabirnya..
Ummah dan abi berharap kamu dapat menemukan kebahagiaanmu sendiri nak.. Aaminn.
Kami yang menyayangi dan mencintai mu
Ummah dan Abi
Sudah beribu air mata yang jatuh, sebagai cambukan penyadar diri dari alam mimpi. Aku baca surat itu berulang kali, aku yakin ini hanya kekeliruan, tapi hasilnya tetap sama. Kenyataan yang menyakitkan ... aku hanyalah anak angkat yang dirawat oleh keluarga ini.
Siapa aku sebenarnya? Dimana orang tuaku berada? Dua pertanyaan bergulir di otakku.
Yaa Rabb ... kenapa kesedihan selalu menimpaku, masalah selalu datang menghampiri ku, kenapa Ya Rabb???
Aku berharap ini hanyalah mimpi panjang, mimpi panjang yang membuatku tidur dalam keabadian..
Oh derita...
Mengapa kau selalu datang
Disaat hatiku tak terarah
Disaat hatiku tak punya jalan
Aku mengerti kenapa banyak orang yang tak menyukai kehadiranku dikeluarga ini.
Aku mengerti kenapa kak amel membenciku, karena akulah perebut kasih sayang orang tuanya, ohh dunia bertapa malang nasibku ini.
***
Dengan wajah berantakan, aku pergi ke rumah bi ina, aku ingin memastikan semuanya. Karena bi ina lah saudara abi yang paling dekat denganku.
“Assalamualaikum bi." Tanganku mengetuk pintu dengan keras.
“Waalaikumsalam, tunggu sebentar,” sahut suara seorang lelaki di dalam.
“Ehh ... kolor spongebob, mau ngapain?“ Tanya adib meledek meida
“Bi ina nya ada?” Pertanyaan ku dengan wajah menghiba. Aku sedang tak bernafsu membalas ledekan kak adib.
“Tunggu sebentar kakak panggil dulu, umi ... umi ... ada yang nyariin.” Teriak kak adib kedalam rumah mencari keberadaan bi ina.
“Umi lagi nyuci ada apa?”
“Itu ada meida di depan.”
“Ooh ... bilangan tunggu sebentar, umi mau cuci tangan dulu.”
***
“Bi tolong jelaskan! Tolong kasih tau meida, ceritakan semua nya agar meida paham. Meida mohon bi, jangan ada yang ditutup-tutupi!“ Air mata bercucuran dipipiku, ku pegang erat lengan bi ina.
“Cerita apa nda, apa kamu sudah mengetahui semuanya?” Bi ina malah melontarkan pertanyaan, dengan wajah yang bersalah.
“Cerita kebenaran bahwa meida hanyalah anak angkat, meida yakin bi ina pasti tau sesuatu.” Ku tatap bola mata bi ina tajam.
“Kamu tau darimana? Jangan dengarkan kata orang nda” Bi ina membelai pipi ku pelan.
“Meida tau, dari surat yang ditulis ummah yang sengaja disimpan bi. Bibi tolong jujurlah sama meida, hanya bibi orang yang paling dekat dengan meida,meida tak tahu harus mencari kebenaran dari mana, kalau bukan dari bibi," ucap ku memegang pelan bahu bi ina. Bi ina hanya menatapku dalam, dengan mata memerah menahan tangis.
“Baiklah, ini saatnya kamu mengetahui semuanya, bibi tak akan menutupinya lagi, kuatkan hatimu nda, waktu itu ... ” Bi ina menerawang kejadian beberapa taun silam.
***
Kenyataan pahit apalagi Yaa Rabb, ternyata aku anak yang tidak diinginkan oleh keluarga besar ini, kalau bukan abi dan ummah yang mempertahankanku, mereka akan membuangku. Dan baru aku sadari selama ini, ummah dan abi rela tak di anggap oleh keluarga besarnya demi mempertahankanku. Mereka tidak menyukai karena asal-usulku, mereka berpikir aku hanyalah anak haram hasil perbuatan zina yang dibuang, karena aku hadir karena sebuah kesalahan. Dan sekarang aku tau kenapa mereka menjauhi ku, karena akulah anak pembawa sial itu ...
Ya Rabb sesakit ini kah hatiku, aku benci orang tuaku, karena kesalahan mereka, aku hadir didunia ini. Aku yang tak tau apa-apa harus terkena imbas dari perbuatan mereka.
***
Hidupku yang berwarna, kita telah berubah menjadi gelap gulita, tak ada lagi cahaya penerang kehidupan, yang ada hanya rasa kekecewaan. Ku berjalan tak tahu arah mengikuti langkah kaki, dan berakhir dirumah bang faiz, aku ingin meminta penjelasan darinya, dari halaman ku mendengar suara orang bersitegang di dalam sana.
“Pokoknya amel gak sudi, rumah ummah dan abi ditempati anak sial itu!” Suara wanita didalam sana menggema sampai terdengar ke halaman rumah.
“Mel janganlah begitu, kasian dia ... dia tak tahu apa-apa. Lagian rumah kita sudah punya, buat apa rumah itu.” Aku yakin suara lelaki yang memohon itu adalah suara bang faiz.
“Dia tak ada hak sedikit pun atas harta peninggalan orang tua kita bang, dia hanyalah anak haram, yang di rawat ummah dan abi. Seharusnya dia bersyukur ada yang merawat, untung gak jadi gembel di jalanan juga! Abang harus tegas, sekarang abang harus memberitahu semua, atau amel yang akan bertindak! Supaya dia sadar diri, dan tak seenaknya menepati rumah abi!"
Yaa Rabb sungguh sakit hati ini mendengar perkataan itu, seburuk ini kah diri hamba dimata mereka.
“Dek kenapa kamu jadi tamak begini, ummah dan abi tak pernah mengajarkan kita untuk berperilaku seperti itu! Rupanya kebencianmu pada meida menutup mata hatimu, padahal meida menyayangi mu, dia tak pernah mengganggu mu!”
“Terus aja abang bela anak haram itu! Aku sudah muak dengan keberadaan dia! Orang tua kita lebih sayang dia daripada kita! Dia telah merampas kasih sayang orang tua kita bang, pokonya aku benci, karena dia, bang zidan tak perduli padaku bang .... ” Suara keras itu berganti dengan tangisan.
Apa maksud dari ucapan kak amel, kenapa membawa-bawa bang zidan dan menyalahkannya padaku?
“Dek istighfar ... jaga emosimu, jangan sampai setan mempermaikanmu. Abang tahu ini sulit bagimu, tak ada orang tua yang tak menyayangi darah daginya, orang tua kita menyayangi dia karena dia tak punya siapa-siapa. Sedangkan kita sanak saudara juga banyak ... kamu tahu sendirikan dia dikucilkan dikeluarga besar kita, selain kita siapa yang akan menyanyanginya,” ucap lembut bang faiz menenangkan hati kati kak amel.
Aku sudah tak kuat mendengar perdebatan mereka, kutinggalkan rumah bang faiz.
Hatiku sakit, jiwa ku terluka.
Aku harus kemana sekarang Yaa rabb? Langkah kakiku membawaku ke pemakaman tempat ummah dan abi disemayamkan. Aku tak bisa menahan air mataku lagi, kutumpahkan segala nya disamping kubur mereka. Kepergian mereka menyisakan kenyataan yang menyakitkan, sakit seperti luka yang tak berdarah..
“Udah sore ayoo pulang.” Suara lelaki menyadarkanku dari keterpurukan, siapa yang mengikutiku sampai sini.
“Aku gak mau pulang, aku gak punya rumah,” ucapku menahan tangis.
“Cepet pulang, bentar lagi hujan, lagian ini udah sore, jangan lama-lama diam dimakam, gak baik! Apalagi kamu perempuan,” ujar kak adib memegang bahuku lembut menuntun agar aku berdiri.
“Kak adib kenapa ngikutin aku, aku gak mau pulang kak.” Air mata bersimbah di wajahku, tanpa bisa ku tahan.
“Umi khawatir dengan keadaan mu nda, dia nyuruh kakak ngikutin kamu.” Dengan sorot mata teduhnya, dia menghapus air mata di wajahku.
Sontak itu membuatku ingin mengeluarkan sakit didalam dada.
“Kak hatiku sakit ... sakit sekali." Dengan suara lirih, aku menatapnya. Tanganku memukul dada, untuk meredakan sakit dihati.
“Yang sabar nda, kakak tahu ini berat untuk mu ... kamu yang ikhlas yah,” Sahutnya memegang bahuku, lalu merangkul kepalaku ke dada bidangnya.
“ Menangislah.. jika menangis membuat mu tenang, setelah itu lupakan.” Aku meraung meluapkan segala emosi dan rasa sakit di hatiku. Dia memelukku erat, menepuk pundakku perlahan, untuk menenangkan.
Kasian sekali hidup Meida yah, bagaimana kelanjutannya pantengin terus yah novelnya🤗
Jangan lupa Subscribe, like and commen yah.
Terimakasih 😘🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Dar_Dar
ya ampun thor air mata ku berlinang 😭😭😭
2022-03-16
1
ririn
😭😭😭😭😭😭😭
2022-03-13
0
Nita Wulandari
bahagiakn meida kk kasian dia,temukan orang tua ny 😭😭😭
2021-12-06
3