“Nda yakin mau ke rumah sakit?“ Tanya kak adib memperhatikan penampilanku dari atas kebawah dengan wajah merah menahan tawa.
“Yakin atuh kak, buruan berangkat, biar gak kesorean, “ ucapku sambil menangis dengan kerudung menutup wajah.
“Kakak yang gak yakin bawa nda, malu-maluin,” ujarnya sambil tertawa.
Ini orang aneh banget, orang berduka malah diketawain. Aku melepas kerudung yang menempel di kepala memastikan apa yang membuat dia tertawa di atas penderitaan orang yang sedang menderita. Dan kulihat penampilanku ... Astaghfirullah aku syok, ada apa dengan penampilanku?? Andaikan aku punya jutsu aku ingin menghilang ke desa konoha, dengan senang hati menjadi istri kedua sasuke.
Pantesan kak adib malu membawaku, ternyata aku memakai sendal silang, yang sebelah kanan sendal capit warna kuning dan sebelah kiri sendal ando warna biru, dengan ukuran berbeda, karena sendal capit abi ukurannya 10 sedangkan sendal ando ummah ukurannya 8.5. Kulihat penampilanku keatas, aku tak kalah syok aku memakai kolor, kolor spongebob siapa ini .... dan setelah kuamati, ternyata ini kolor spongebob bang faiz yang kantongnya sudah bolong. Perasaan tadi aku memakai rok, kenapa bisa memakai kolor bang Faiz, pasti aku salah ambil, pantesan tadi aku bisa lari kenceng ngalahain anjingnya pak rt, ternyata aku memakai kolor. Dan tak kalah malu lagi ketika aku melihat baju, baju siapa yang aku pakai? Baju partai keluaran tahun 2000’an yang warnanya sudah memudar, dengan bolong diketiak, dan banyak noda getah pisang. Perasaan baju ini sering ku lihat di atas kandang ayam periharaan abi, sering digunakan abi jadi alas ayam kalau lagi bertelur, kenapa bisa sampe aku pake? Padahal tadi aku ngambil baju dijemuran kenapa jadi dikandang ayam, pantesan dipakenya adem, angin sampe masuk keketiak, fix aku memakai lap. Dan kuraba kerudung, aku bersyukur untung bukan lap piring, ternyata dari tadi aku memakai handuk, untung bukan handuk tetangga. Bisa dibayangkan bertapa malu nya aku, lari-lari kurang lebih 500 meter dengan penampilan seperti ini, hancur harga diriku, hancur martabat ku sebagai guru madrasah. Untung tak ada peserta didik yang melihatku, kalau ada mau taroh dimana mukaku, di pintu wc?? Rasanya di pintu wc pun aku tak sanggup. Sejujurnya aku ingin menghilang dari hadapan kak adib, pingsan juga gak papa, biar gak malu-malu amat, tapi itu hanya if clause saja. Dan yang kulakukan sekarang adalah menangis keras menutupi rasa malu.
“ Cepet ganti baju yang bener, jangan nangis ... malu sama kolor,” ucapnya tertawa terpingkal-pingkal meledekku, akhirnya aku auto kabur seribu bayangan, lari menuju rumah.
Efek terlalu panik mengkhawatirkan keadaan ummah dan abi, aku sampai salah kostum. Tadi, boro-boro inget cermin, yang ada aku pengen cepet-cepet sampai ke jakarta, gak perduli kondisi jalannya yang penting aku pengen langsung sampai.
Pelajaran yang dapat ku ambil dari kejadian ini, sepanik seketar-ketir apapun perasaan jangan pernah lupakan cermin, karena apa? Karena biar gak malu sepertiku, setidaknya tadi kalau aku bercermin mungkin tidak akan sememalukan ini.
***~~~
“Assalamualaikum ... abang gimana keadaan abi dan ummah?” Tanpa menunggu jawaban salam, aku langsung menyerobot pertanyaan ke bang faiz. Disana ada bi ina, mbak lastri, dan bang zidan, kak amel tak ikut karena sedang hamil besar.
“Waalaikumsalam ... yang sabar yah dek, ummah sama abi kritis, doain terus yah mereka, mudah-mudahan cepat sadar.” Gurat kesedihan masih kentara di wajah bang faiz.
“Ummah sama abi dimana bang? Nda pengen lihat," ucapku menangis dipelukan bang faiz.
“Ummah sama abi masih di ruang ICU, masih ditangani sama dokter, nda terus berdoa yah jangan nangis, nda harus kuat ... kita berjuang bersama-sama.“ Bang faiz menepuk lembut pundakku untuk menenangkan, bukannya tenang suara tangisku semakin keras
“Kita serahkan semua ini pada Allah, hidup mati ditangan Allah, pilihan Allah pasti terbaik, yang penting kita sudah berikhtiar dan berdoa.“ Bi Ina memelukku dari belakang.
Pintu ruang ICU terbuka dan keluarlah dokter diikuti beberapa perawat.
“Dengan keluarga pasien?“ Tanya sang dokter.
“Iya dok, saya anaknya.“ Jawab bang faiz melepaskan pelukanku.
“Jadi begini pak, pasien mengalami banyak pendarahan, dan rangka kepalanya sedikit retak karena terbentur benda keras. Kami membutuhkan banyak darah, sedangkan stok darah dirumah sakit kami habis, pasien membutuhkan donor darah golongan AB+”
“Golongan darah saya AB+ dokter, saya sehat, bisa langsung diambil.” Bang faiz langsung menjawab pertanyaan dokter. Disini aku ternganga berasa ada yang janggal, kenapa golongan yang dibutuhkan AB+ dan golongan darahku O, pasti ada yang mereka sembunyikan dari ku.
“Baik, bisa langsung ikut dengan perawat ini sekarang. Pasien membutuhkan tindakan cepat, saya permisi dulu."
“Baik dokter, silahkan.”
***~~~
Dirumah sakit yang sama, seorang pria berparas tampan berjas putih sedang berjalan menuju kantin, tangannya memegang ponsel dan menempelkan ditelingannya.
“Aku lagi banyak jadwal dad.“
“Pokoknya kamu harus pulang, atau kamu mau mommy kamu depresi lagi hah! gara-gara nanyain kamu terus!” Jawab suara di seberang sana.
“Oke oke dad, nanti aku atur ulang jadwal, biasanya juga aku pulang 1 minggu sekali gak ditanyain, ini dadakan, baru aja 2 hari kemaren aku dirumah. Yaudah ... palingan nanti sore aku pulang, soalnya belum siap-siap.”
“Oke daddy tunggu, jangan lebih dari hari ini, kalau kamu tak tepat waktu jangan harap namamu ada di daftar kk!" Suara ancaman lelaki diseberang sana.
“Iyaiya, daddy bisanya ngancam mulu. Lagian jarak jakarta surabaya itu jauh dad, gak kayak ke malang, belum reservasi tiket pesawat nya belum ... ” saking serius berbicara ditelpon pria ini tak menyadari seseorang didepan dan menabraknya.
“Ehh maaf maaf gak sengaja,” ucap lelaki itu mengulurkan tangan mengambil air mineral yang tergelinding.
“Iya mas gak papa, salah saya jalan gak liat kedepan," jawab wanita itu merapikan jilbab dan berdiri.
“Nih mbak air minumnya.” Lelaki itu menyodorkan air mineral. Gleekk ... tatapan mata mereka bertemu, lelaki itu terdiam, melihat wanita cantik berhijab di depannya, dia teringat seseorang.
“Terima kasih, mas gak papa?” Wanita berhijab itu merasa risih, tatapan lelaki di depan tak beralih menatap nya.
“Helloo mas.. hello ....” Tangan wanita ini melambai-lambai di depan muka lelaki yang diam mematung itu.
“Ehh ... maaf mbak, saya gak fokus," ucap lelaki itu tergagap sambil menggaruk kepala yang tak gatal, saking salting nya.
“Ohh yaudah saya permisi dulu.“ Wanita itu meninggalkan lelaki yang masih tersenyum gaje kearahnya
“Boleh tau siapa nama mbak?” Teriak lelaki itu menjadi pusat perhatian, dan memberhentikan langkah wanita berhijab itu
“Nama saya Meida,“ jawabnya singkat menengok kebelakang sambil tersenyum, dasar lelaki aneh umpatnya dalam hati.
“Nama yang cantik, secantik orangnya.“ Guman dia tanpa sadar
“Hallo ... Hallo Andres hallo ... orang tua ngomong itu dengerin malah bilang cantik cantik!“ Nada kesal dari suara telpon yang tak ada sahutan, menyadarkan khayalan lelaki yang bernama andress itu.
“Ehh ... iya dad maaf, nanti andres pulang kok, andress makan dulu, bye dad.”
“Dasar anak gak sopan! Orang tua belum beres ngomong udah dimatiin!" Umpat kesal lelaki diseberang sana.
***~~~
Setelah dari kantin aku langsung ke ruangan bang faiz, dia terlihat masih lemas setelah mendonorkan darah, aku sondorkan makanan dan air mineral kehadapannya.
“Makasih dek.” Bang faiz mengambil air dan meminumnya.
“Sama-sama bang.“
“Meida ... Faiz ... meida!" Suara keras bi ina diikuti bang zidan memanggil kami, dengan air mata berlinang.
“Itu ... dokter nunggu kalian didepan.” Tangisnya kembali pecah
“Kenapa bi? Ada apa?” Perasaan ku tak enak.
“Pokoknya kalian segera kedepan, dokter adi menunggu kalian!" Perintah bi ina tak terbantahkan.
“Mohon maaf sebelumnya, setelah melakukan beberapa tindakan kondisi ayah dan ibu anda drop, detak jantungnya semakin lemah, kemungkinan sadar sangat tipis 1% dari 100. Saya berharap anda sabar, sadar dan pasrah kepada Allah, jangan lupa berdo'a mudah-mudahan keajaiban tuhan datang,” ucap dokter adi seperti godam besi memukul jantungku. Dadaku sesak tidak bisa bernafas.
“Dokter dokter pasien laki-laki detak jantung nya berhenti!!” Suara perawat panik memanggil dokter adi.
“Baik saya segera kesana.”
Setelah beberapa menit dokter adi keluar dengan wajah murung, menandakan sesuatu yang buruk terjadi.
“Maaf, saya sudah berusaha semampu saya, Qadarullah Tuhan lebih sayang kepada orang tua anda, Ibu dan Ayah anda telah menghadap Ilahi barusan di jam 19:05, dengan perbedaan waktu 2 menit, saya dan perawat yang menangani ikut berbela sungkawa. Mudah-mudahan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan. Silahkan anda dapat melihat jenazah orang tua anda sebelum dimandikan,“ ucapan dokter adi seperti ultimatum yang tak bisa diganggu gugat, memporak-porandakan hatiku, Ya Allah...
“Inalillahi wa ina Ilahi rajiun.“ Ucap kami serempak berlari memasuki ruang icu, tubuh ummah abi terbujur kaku tertutup kain putih ... Ya Allah apakah ini mimpi? Aku tak kuat Yaa Allah...
Air mataku berlinang tanpa bisa kucegah, aku harus kuat. Ku hampiri wajah ummah kucium keningnya yang masih ada bercak darah.
“Ummah bangun jangan tinggalin nda, ummah kan janji gak bakal ninggalin nda, inget kan janji nda, kita mau belanja gamis bareng, keliling kota, nanti nda beliin gamis apapun yang ummah suka, tapi nda mohon ummah bangunlah ....” Tanganku terus menepuk pipi ummah, air mata bercucuran menghalangi penglihatanku.
“Yang sabar dek, biarkan ummah tenang dialam sana.” Tangan bang faiz merangkul ku kuat
“Lepasin adek bang,“ ucapku marah melepaskan rangkulan, dan memeluk ummah.
“Ummah tunggu sebentar aja, nda akan cepet- cepet kerja wujudin janji nda ke ummah, ummah sadarlah, ummah bangunlah, nda mohon ummah ... ummah nda mohon bangunlah!!! Apa arti hidup nda tanpa ummah ....” Hatiku sakit yaa Rabb, malaikat tanpa sayapku telah pergi, dengan wajah damai menemui Rabbi yang selama ini dirindukannya. Maafin nda yang belum bisa memujudkan impian ummah, maafin nda ummah.
“Yang sabar nda, bi ina juga sedih, tapi mau gimana lagi ini sudah jadi titis tulisnya,” ucapan bi ina menenangkan ku. Bukannya aku tak mempercayai takdirmu Ya Rabb ... tapi ini terlalu menyakitkan, aku belum bisa membalas budi mereka, aku belum bisa menjadi anak yang mereka harapkan.
Kupukul dada untuk menghilangkan rasa sakit dihatiku. Kuhampiri wajah abi, wajah tampan cinta pertamaku, yang terlelap tidur di keabadian, tersungging senyum dibibirnya ... Ya Allah baru kemarin malam kami bergurau, tertawa bersama, tapi dalam sekejap kau ganti dengan airmata.. Kini aku merasakan, patah hati terhebat itu seperti apa. Aku cium kening nya, ku ucapkan terima kasih karena sudah hadir dihidupku dan menjadi ayahku, hanya 1 pinta ku Yaa Rabb, jadikanlah kami keluarga abadi di dunia dan akhirat..
Kulihat bang faiz setegar apapun dia, dia tak dapat menahan kesedihan, tangisan menyayat hati, membuat pilu yang mendengarnya.
“Ummah ... abi ... tunggu meida di pintu surga” kata terakhirku sebelum penglihatan mengabur, dan menghitam.
Up nya 1 bab perhari yah kak, jangan lupa like, komen, subscribe. terimakasih 😊🤗 di tunggu yah next part nya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Nita Wulandari
sy ikut nangis thor 😭😭😭😭😭😭
2021-12-06
6
Cho Linah
sampe ikut nangis😭😭
2021-10-16
1
urip karuniati
gaya bahasa dan cerita bagus ngga halu...
2021-10-16
2