Aku tidak habis pikir, ternyata di dunia ini pun orang-orangnya senang sekali dengan kabar gosip dan menyebarkan gosip. Aku pikir hanya di duniaku sana saja netijen bermulut usil, di dunia ini pun tak jauh berbeda, hanya berbeda cara saja. Gosip disini menyebar secara manual yaitu dari mulut ke mulut. Bagaimana bisa ada rumor kalau aku ada skandal dengan kesatria wakil komandan ditengah keterikatanku sebagai tunangan pangeran Putra Mahkota. Skandal yang menyebutkan bahwa Kesatria Ronald secara diam-diam menemuiku dan kita saling berpelukan memadu asmara. Aku tidak menyangkal tentang sebuah pelukan, tapi apa-apaan itu secara diam-diam memadu asmara dan melakukan piiiipp... piiippp? Astaga, imjinasi mereka ternyata liar.
“Nona, kereta kudanya sudah siap.” Tanpa menyadari kedatangannya, Tuan Keanu tiba-tiba sudah berada di depanku.
“Baik. Ada berapa orang kesatria yang akan mengawalku? Jangan terlalu banyak, aku tidak mau menjadi pusat perhatian.”
Seorang pelayan menghampiri dan mengenakan jubah tudung berbulu ke badanku. Jubah bulu dengan kualitas bagus. Entah berapa duit Clarissa membeli barang semewah ini.
“Tiga kesatria yang akan mengawal Anda, Nona. Salah satu kesatria adalah tuan Ronald.”
Aku sedikit terbatuk mendengar nama Ronald diucapkan.
“Bukannya dia sedang bertugas?”
“Iya, tapi tuan Ronald sendiri yang menawarkan diri untuk mengawal Nona. Saya menyetujuinya, karena akan sangat berbahaya membiarkan Nona diluar tanpa ada pengawalan dari kesatria terbaik.” Jawab Tuan Keanu memberikan alasan.
“Baiklah, aku mengerti.”
Aku melangkah keluar menuju kereta kuda yang sudah siap. Terlihat Ronald berdiri dengan gagah mengenakan seragam
dinasnya seraya tersenyum menatapku.
'Senyumanmu begitu silau, bung!' batinku memuji.
Ronald membukakan pintu lalu meraih tanganku dengan lembut membantu naik kedalam kereta. Selang beberapa menit, kereta bergerak maju. Aku melirik ke arah jendela dan ternyata Ronald mengawal di samping kereta dengan menaiki kuda hitamnya.
'Pesonamu sungguh luar biasa, Clarissa!' gumanku lirih.
Selama perjalanan aku memperhatikan keadaan kota-kota kecil, para pedagang banyak yang menjajakan dagangannya, tapi terlihat sedikit pelanggan yang membeli. Iya, karena faktor ekonomi di Duchy sedang tidak stabil maka daya beli di pasar-pasar tradisional seperti ini mengalami imbasnya, yaitu kurangnya daya beli konsumen. Dan berefek juga pada penghasilan pedagang. Aku terdiam lalu menghela nafas panjang, miris dan sedih.
"Tuan Ronald, apakah keadaan warga memang seperti ini selama tiga tahun terakhir?"
"Iya, Nona. Tapi beberapa bulan ini sedikit lebih baik karena para pegiat di pasar sudah mulai menjajakan dagangan dari hasil ladang petani meskipun hasilnya sedikit tapi sedikit membantu. Sebelumnya pasar ini mati total untuk semua aspek usaha." jawabnya menjelaskan.
Aku kembali terdiam. Bagaimana bisa keadaannya sampai separah ini? Tidak terbayang bagaimana tertekannya ayah melihat rakyatnya yang tiga tahun ini menderita. Kereta bergerak menyusuri jalan, meninggalkan kota kecil-kota kecil.
Setelah dua jam perjalanan kereta memasuki sebuah pedesaan. Dan aku sangat terkejut melihat pemandangan desa ini, tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Sangat memprihatinkan. Kondisinya seperti pemukiman kumuh. Warga yang kebanyakan bertubuh kurus, pakaian lusuh dan anak-anak kecil dengan sorot mata tanpa gairah. Ternyata kondisi di pedesaan sangat buruk. Tanpa sadar aku berurai air mata.
"Anda baik-baik saja, Nona?" tanya Ronald.
Aku tidak menyahut. Hatiku bergemuruh.
"Tuan Ronald, kita berhenti disini saja."
"Tapi Nona, di sini penginapannya cukup jauh dan keadaan tanahnya pun tidak bagus."
"Aku kesini bukan mau wisata, tapi mengecek kondisi wilayah. Berhenti disini saja."
Tuan Ronald mengangguk, lalu mengayunkan tangan memberi isyarat pada kusir untuk berhenti. Aku turun dari kereta, dan tampak banyak pasang mata menatap.
"Bisa panggilkan kepala desa disini?" salah satu pengawal mengangguk dan pergi menghampiri para warga yang diam menatap keberadaan kami. Tak lama seorang pria paruh baya berjalan mendekat.
"Hormat kami, Nona. Saya Beld kepala desa disini." sapa pria paruh baya penuh hormat. tampilannya tak jauh berbeda dengan semua warga disini.
"Sudah berapa lama kondisi desa seperti ini, Tuan Beld?"
Tuan Beld tidak langsung menyahut, dia menunduk, tak lama terdengar isakan.
"Sudah dua tahun setengah, Nona. Tiga bulan pertama setelah banjir melanda kami masih bisa bertahan dengan pasokan makanan yang ada. Dari bibit benih jg..." ucapnya terhenti, terdengar kembali isak.
"Setelah air yang merendam lahan mulai surut, kami berusaha menanam sisa benih yang ada, namun tidak berhasil karena ada penyakit tanaman."
"Apa selama itu tidak ada bantuan dari kota?"
"Ada, Nona. Tapi bantuan buat kami selalu dijarah perampok. Kita bertahan seadanya."
Aku menghela nafas panjang. Semakin merasa miris.
"Bisa antarkan aku berkeliling melihat lahan dan bendungan yang roboh?"
"Iya, Nona."
Aku berkeliling melihat kondisi disekitar. Dan iya, yang terbentang hanyalah tanah lumpur tanpa ada tumbuhan satu pun yang tumbuh. Di lihat dari iklim sepertinya terjadi pendinginan muka laut ekuator. Aku meyakini ini merupakan gejala La Nina.
"Menurut pengetahuanku, ini merupakan gejala alam dimana terjadinya pendinginan di muka laut sehingga mempengaruhi sirkulasi udara. Dan kondisi ini meningkatkan curah hujan." jelasku tapi tampak ketidak mengertian orang-orang sekitar.
Aku paham orang di dunia ini belum mengetahui gejala alam karena keterbatasan pengetahuan.
"Saya tidak terlalu paham, Nona. Tapi maaf kalau saya lancang, sampai kapan kondisi akan seperti ini? Kita sangat menderita." isaknya kembali terdengar.
"Kita akan berusaha memperbaiki semuanya. Jadi tolong bertahanlah."
Aku kembali berkeliling, melihat bendungan yang jebol karena tekanan arus air yang kuat. Kalau tidak segera diperbaiki, lahan akan terus-terusan tergenang air sehingga akan sulit menanam benih kembali karena kadar air tanah yang berlebihan.
Yang terpikirkan langsung olehku adalah, melakukan rehabilitasi sesegera mungkin, memperbaiki bendungan dan di fungsikan sebagai irigasi, mengubah metode penanaman menggunakan metode modern dengan cara yang lebih efektif. Melihat ini banyak ide berdatangan di kepalaku.
"Nona, hari sudah petang, sebaiknya Anda istirahat dulu sambil memikirkan solusi."
Ah, ternyata hari sudah mulai berganti gelap, aku memang perlu memikirkan pembenahan sembari istirahat.
"Baiklah."
Baru beberapa langkah aku berjalan, terdengar teriakan dari seorang wanita.
"Ah, tidak. Para penjarah datang lagi." Suara Tuan Beld terdengar bergetar, takut.
Tak jauh dari tempatku berdiri datang segerombolan pria mencak-mencak. Mendorong wanita dan anak-anak yang menghalagi. Sebagian menyeret paksa seorang gadis. Melihat keberadaanku, segerembolan penjarah mendekat dengan wajah menyeringai. Aku memberi isyarat pada kepala desa agar warganya segera pergi menjauh.
"Ada keperluan apa Nona bangsawan jauh-jauh datang kesini?" ujarnya seraya menyeringai.
"Jadi kamu semua yang selalu menjarah desa ini?" tanyaku.
Para penjarah tertawa.
"Tidak ada hal yang bisa dijarah disini, Nona. Desa ini menyedihkan. Tapi setidaknya disini masih ada gadis-gadis yang bisa menghasilkan uang." ujarnya lalu tertawa.
"Gadis yang menghasilkan uang?"
"Tentu saja menjual gadis-gadis disini untuk dijadikan budak. Nona sepertinya banyak uang, apa Nona mencari budak makanya datang kesini?" dia kembali tertawa.
Emosiku memuncak mendengar ucapannya.
"Tuan Ronald, habisi mereka! Cari tahu dimana para gadis yang ditangkap lalu bebaskan."
"Laksanakan, Nona!"
Aku tidak akan sabar dan santai untuk orang-orang seperti mereka. Bisa-bisanya mereka melakukan perdagangan budak yang jelas-jelas dilarang di kekaisaran.
Pergelutan terjadi dimana tiga kesatria dan tujuh orang penjarah saling mengayun pedang. Dan bisa dilihat hasil akhir, mereka tumbang dalam sekejap.
"Penjerakan mereka dan selidiki siapa orang berkuasa dibalik aksi mereka. Perdagangan budak tidak akan bisa terjadi tanpa adanya campur tangan bangsawan."
"Baik, Nona!"
Dua kesatria aku tugaskan untuk kembali ke kota beserta para penjarah yang ditangkap untuk dilakukan penyelidikan lebih mendalam. Selebihnya aku dan Ronald pergi menuju penginapan. Selama perjalanan menuju penginapan, aku hanya bisa terdiam. Memikirkan solusi-solusi dari berbagai hal. Banyak keterbatasan dalam hal tekhnologi dan peralatan. Apa aku buat saja peralatan yang lebih modern di dunia ini?Bukankah tiap penemuan baru bisa dijadikan bisnis untuk memperbaiki ekonomi?. Aku bertekad akan merealisasikan itu semua.
Sesampainya di penginapan, setelah para pelayan melayaniku dengan segala kebutuhan, aku kembali berkutat dengan seabrek pekerjaan dan rencana-rencana. Banyak hal yang harus dibenahi, yang harus di realisasikan untuk kemajuan dan ketentraman wilayah.
"Nona, apakah Anda belum tidur? Saya melihat lampu kamar Nona masih menyala." sahut suara yang tidak asing, suara Ronald.
"Sebaiknya Nona cepat istirahat, kesehatan Anda lebih penting dari apapun. Kalau Anda sakit, siapa yang akan membantu Tuan Duke?" sahutnya lagi.
"Terima kasih atas perhatiannya, Tuan Ronald. Aku akan secepatnya beristirahat, tidak perlu khawatir."
Sesaat tidak ada sahutan.
"Baiklah, Nona. Selamat beristirahat."
Aku membaringkan tubuhku, melepas sejenak tumpukan laporan. Hingga seketika terlelap. Keesokan paginya aku kembali mendatangi warga di desa setempat, dan berjanji akan secepatnya kembali untuk melakukan perbaikan. Dan memastikan bantuan akan segera datang secepat mungkin.
"Nona, para gadis yang ditangkap sudah dibebaskan. Mereka disekap tidak jauh dari desa. Dan seperti Nona bilang, ada keterkaitan dengan seorang bangsawan. Saya belum dapat informasi mengenai bangsawan itu."
Sudah aku duga. Tidak mudah melakukan perjual belian budak di kekaisaran yang telah menetapkan peraturan larangan perbudakan. Melihat para penjarah yang tanpa rasa takut melanggar peraturan tersebut pasti memiliki koneksi orang dalam yang bukan sembarang orang.
"Selidik lebih lanjut, dan infokan semuanya."
"Baik, Nona."
Aku menghela nafas panjang. Aku berpikir situasi seperti ini harus segera diperbaiki. Dan sesaat aku merutuk pada pangeran Putra Mahkota, andai dia tidak mengabaikan bencana di Duchy Lyon, kerusakan yang terjadi tidak akan separah ini.
'Tunggu pembalasanku, Pangeran!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Fatma Intan
nyimak dlu.
seperti nya menarik
2021-11-08
0
Khalis Naufazha
lanjut
2021-03-13
1